Inevitable Fate [Indonesia]

Terkuaknya Sebuah Wajah Murni



Terkuaknya Sebuah Wajah Murni

0Thought I had a black heart     
0

All those nights in the dark     

- Black Heart by Dark Heart -     

========     

"Um ... Reirei, jadi begini ... hari ini aku berulang tahun." Erina menatap ragu-ragu pada Reiko saat menyampaikan ini.     

Mata Reiko menyala dalam kegembiraan. "Iya kah? Wah ... tanjoubi omedetou (selamat ulang tahun)!" Ia memeluk Erina sebentar dan melepaskan gadis itu kembali.     

"Umh! Nah, makanya ... aku ingin mengajak Reirei merayakan ulang tahunku. Tenang saja, hanya aku, Yuki dan Azz-Azz saja. Dan hanya di tempat karaoke, tidak di bar. Kau mau kan ikut?" Rupanya ini yang ingin disampaikan Erina sampai mencegat Reiko di pintu.     

Kemudian, saat Reiko sedang menimbang-nimbang ini dan itu, Yukio dan Azuka mendekat.     

"Ya, kan, cuma kita saja yang merayakan di karaoke nanti, kan?" Erina mengonfirmasi pada dua sahabatnya. Yukio dan Azuka menganggukkan kepala, walau tatapan sinis masih tampak di mata Azuka.     

"Jadi ... hanya para gadis saja, kan?" Reiko memastikan.     

"Tentu! Aku tidak ingin terlalu heboh hanya karena berulang tahun. Dan aku hanya ingin mengundang orang-orang yang bagiku penting saja untuk merayakannya bersamaku." Erina menatap penuh harap pada Reiko. "Kau mau, kan Reirei. Yah! Yah! Mau, yah! Ini sekali dalam setahun saja, kok! Cuma ke karaoke!"     

"Aku hendak ke kamar mandi-"     

"Aiihh, tidak usahlah!" Erina sudah menggamit lengan Reiko dan menarik paksa gadis itu keluar dari ruangan diikuti Yukio dan Azuka di belakang mereka.     

"Tu-tunggu dulu. Tapi ..." Dia belum menghubungi Nathan Ryuu untuk hal ini! Bagaimanapun, dia sudah berkomitmen untuk selalu terbuka pada kekasihnya mengenai apa saja yang dia lakukan sehari-hari, karena setahu dia, namanya berpacaran yah demikian.     

Tetapi, sepertinya Erina tidak sabar dan ingin Reiko lekas mengikutinya. "Hanya ke karaoke saja, kok! Cukup kita berempat saja! Tak akan pesan alkohol untuk Reirei, sungguh!"     

Tak memiliki cara menolak lagi, Reiko pun patuh dan ikut saja secara pasrah. Baiklah, hanya mereka berempat dan perempuan semua, juga ... hanya ke karaoke, dan tidak perlu memesan minuman beralkohol. Sepertinya itu aman-aman saja.     

Keempat gadis itu naik bus sebentar untuk menuju ke pusat kota dan mereka memasuki karaoke yang cukup besar di salah satu sudut kawasan hiburan di sana.     

Seperti yang dijanjikan Erina, memang hanya mereka berempat saja yang berada di salah satu ruangan yang telah disewa Erina. Mereka menyanyi dengan heboh dan kadang menyodorkan mikrofon pula ke Reiko.     

Karena ini ulang tahun Erina, maka Reiko pun bersedia menyumbangkan suara indahnya di hari spesial Erina. Bagaimana pun, hati Reiko terasa hangat ketika Erina mengatakan perayaan ulang tahun ini hanya untuk yang terasa penting bagi Erina.     

"Waahh! Suara Reirei merdu sekali! Ayo lagi! Lagi! Aku ingin terus dinyanyikan Reirei! Azz-Azz, kau nanti dulu yah gilirannya. Biar Reirei menyanyi lagi!" teriak Erina penuh semangat, mengabaikan wajah cemberut Azuka.     

Reiko tertawa canggung dan mulai bernyanyi lagi. Setelah lagu berakhir, Erina memanggilnya. "Sini, sini, Reirei, minum dulu. Ini jus jerukmu!"     

"Ahh, ya, terima kasih!" Reiko menerima gelas jusnya dan meneguk sampai hampir tandas karena tenggorokannya kering setelah menyanyi beberapa lagu sekaligus. Ia bersyukur karena tidak harus memesan bir atau sake, tidak seperti mereka bertiga yang secara santai menenggak bir dan sake-nya.     

Ketika giliran Azuka menyanyi, mendadak, kepala Reiko terasa sangat pusing dan berdenyut tak nyaman. Tubuhnya juga terasa panas, merambat naik dan naik seolah membakar dia. Apakah pendingin ruangan macet? Tidak berfungsi?     

Dan Reiko merasa makin pusing tiap detiknya sampai dia memijit kening untuk mengembalikan kesehatannya.     

"Reirei, kenapa? Kau pusing?" tanya Erina dengan cemas.     

"Aku ... unghh ... iya, sepertinya aku pusing, mungkin migren-ku kumat." Reiko sendiri sebenarnya tak yakin ini adalah serangan migren, tapi dia bingung sakit macam apa di kepalanya saat ini dan menyemburkan migren saja.     

"Duh! Apakah Reirei butuh ke rumah sakit? Aku antar, yah!"     

"Ti-tidak usah! Jangan! Aku tak mau merepotkan Erina-san." Reiko berjuang tetap sadar meski di bawah deraan pusing hebat saat ini. Tubuhnya mulai berkeringat dan terasa aneh. Apalagi ketika Erina menyentuhnya. Ada apa ini? Sakit apa dia?     

Reiko mempertimbangkan rumah sakit sesuai tawaran Erina, tapi sungguh tak enak jika dia malah merepotkan yang sedang berulang tahun, akan sangat tidak pantas jika acara ini kacau gara-gara dia, kan?     

"Ohh, kalau begitu, Reirei coba tiduran dulu saja, siapa tahu beristirahat sejenak bisa membuat pusingmu hilang." Erina sampai pada gagasan itu.     

"Baiklah." Reiko patuh dan membaringkan dirinya di sofa ruangan sembari mendengar suara Azuka yang sedang giat menyanyi sebaik mungkin. Namun, kian lama, suara di sekitarnya mulai terasa hening. Aneh. Ada apa? Apakah dia pingsan?     

Dia terlalu pusing untuk membuka mata dan tak menyadari tubuhnya sudah diangkat beberapa pria.     

"Bawa pergi dia, terserah ke mana."     

"Baik."     

"Aku sudah membayar kalian, maka jangan seret-seret nama kami, mengerti?"     

"Baik, Nona!"     

Lamat-lamat, Reiko seperti mendengar suara di dekatnya, seperti suara Erina, tapi sedang berbicara dengan siapa? Pria? Mata Reiko terasa digantungi besi sampai susah dibuka.     

Dan yang membuat dia terkejut, sentuhan sederhana dari dua lelaki yang memegangi lengannya terasa bagai sengatan listrik aneh untuknya. Darahnya menjadi lebih bergolak tak terkendali. Ia mengerang saat dibawa keluar dari ruangan.     

"Sepertinya kita dapat mangsa sangat empuk dan nikmat malam ini, he he he!" Lelaki satu bicara pada temannya.     

"Yeah! Lucky!" Lelaki lainnya menimpali sambil meremas dada Reiko.     

"Anghh!" Reiko terkesiap, sentuhan itu serasa pecutan bara di tubuhnya. Bagian bawahnya berdenyut-denyut hebat, membuat itu sungguh tak tertahankan. Hanya sebuah sentuhan seperti itu dan dia merasakan ada yang melonjak naik.     

Di ruangan lain, Azuka berhenti menyanyi dan turun dari panggung kecil di sana. "Semoga saja jalang itu puas setelah dilayani 2 lelaki sekaligus!" Ia menyeringai senang.     

"Eri-chan, rencanamu hebat juga!" Yukio mengacungkan ibu jari pada Erina.     

Erina tersenyum sambil mengibaskan rambutnya dengan gaya elegan. "Hi hi ... apakah menurutmu seseorang pantas bersaing denganku?" Ia menatap santai pada Yukio dan Azuka.     

"Eri-cchi yang paling hebat tentunya!"     

"Betul. Eri-chan luar biasa. Caramu menghukum jalang itu memang tepat!"     

"Hmph! Dia pikir dia siapa bisa seenaknya menggoda Yuza?"     

"Ha ha ha, aku tak menyangka Eri-cchi begitu mudah menggiring dia ke sini dengan alasan ulang tahun! Bahkan si jalang tolol itu tak tahu ketika Eri-cchi memasukkan pil setan itu ke jusnya, ha ha ha!"     

"Eri-chan, jadi benar yang kau lihat waktu itu bahwa dia dijemput mobil mewah?"     

Erina mengangguk. "Ya, aku tak sengaja memergoki dia masuk ke mobil hitam yang aku yakin itu mobil mewah yang hanya ada beberapa saja di dunia."     

"Maka dari itu, aku langsung berpikir dia pasti punya om tua kaya yang menunjang hidupnya!" Azuka mendongakkan dagunya penuh rasa bangga.     

Saat ini, Reiko terus diseret dua lelaki menuju pintu keluar tempat itu dalam kondisi setengah sadar dan tubuh yang memanas aneh.     

"Aku benar-benar akan kenyang malam ini, wi hi hi hi!"     

"Rasanya aku butuh obat kuat sebelum menggarap dia."     

"Menggarap siapa, maksudmu?" Seorang pria menghadang mereka sebelum mereka mencapai pintu keluar. Mata pria itu menyala bagaikan naga hendak melahap mangsanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.