Inevitable Fate [Indonesia]

Dan Sesuatu Telah Hilang Dari Reiko [21+]



Dan Sesuatu Telah Hilang Dari Reiko [21+]

0Yubi kuwaeta gaman no naka (Dengan jariku yang tak mampu menahannya)     
0

Hosshiten no ga risou? (Apakah sesuatu yang kuharapkan?)     

Ira nai subete wa ira nai (Aku tak perlu, tak perlu segalanya)     

Migaki ageteru jama na PRIDE (Tak perlu harga diri yang mengganggu)     

- IFUUDOUDOU by VOCALOID -     

============     

"Rei, sayank, jangan begini. Stop, Rei!" bujuk Nathan Ryuu sambil berusaha mencegah kekasihnya menelanjangi dirinya sendiri. Gadis itu ternyata dicekoki obat terangsang, entah oleh siapa, dia akan menelusuri ini nanti.     

Namun, sepertinya Reiko terlalu dikuasai efek dari obat itu dan ia makin giat melucuti bajunya sendiri, hingga akhirnya tak ada yang tersisa dari dirinya. "Ryuu ... tolong ... panas ... tolong ...." Ia merengek penuh memohon sambil memeluk dan mengusap-usap dada Nathan Ryuu.     

Bagaimana ini? Nathan Ryuu berada dalam jurang dilema. Haruskah dia secara tuntas 'membantu' Reiko? Meski dia belum pernah menenggak obat macam itu, namun dia bisa mengetahui bahwa pasti rasanya sangat tersiksa berada di bawah pengaruh obat terkutuk semacam itu.     

Kini, tangan Reiko sudah menjalar ke bawah dan menyentuh jenderal yang masih ditidurkan rajanya. Namun, akibat dari elusan tanpa akhir dari tangan Reiko, sang jenderal mulai terbangun, menggeliat.     

"Ryuu ... tolong ... panas ... sangat panas ... aku ... aku ... aanghh ...." Reiko menatap penuh memohon pada kekasihnya.     

Menghadapi tatapan sayu penuh harap dan kepasrahan sempurna semacam itu, keteguhan Nathan Ryuu pun runtuh. "Kau yang memintanya, Rei. Aku akan membantumu jika memang itu bisa membantu."     

Kemudian, Nathan Ryuu pun mulai membopong Reiko yang telanjang ke kamar. Merebahkan gadis itu di tempat tidur, lagi-lagi dia diterjang hingga Reiko berhasil menduduki tubuhnya.     

"Ryuuuuhh ... eenghh ...." Pandangan sayu penuh memohon Reiko membuat mata Nathan Ryuu menyala. Dia bukan manusia suci, bukan pula Buddha yang bisa bertahan dari godaan duniawi.     

"Jangan sesali ini, sayank." Nathan Ryuu membalikkan posisi mereka menjadi dia yang berada di atas Reiko.     

"Ryu-aanghh!" Reiko terpekik dengan tubuh melonjak.     

"Kenapa, sayank? Kau suka disentuh di sini?" Nathan Ryuu tersenyum ketika melihat sentuhannya berdampak besar pada reaksi Reiko.     

"Aanghh ... iya, Ryuu. Enak ... terasa enak di sana, aagnhh! Terus, Ryuu ... jangan berhenti, itu enak. Teruusss ...." Reiko berceloteh mengungkap apa saja yang ada di benaknya ketika jemari Nathan Ryuu mengelus-elus sebentuk mutiara mungil yang tersembunyi di lipatan bibir selatan dia.     

Dikarenakan rasa nikmat yang dia peroleh dari sentuhan intens di bagian selatannya, Reiko semakin melebarkan kakinya, memberi akses kemudahan bagi tangan kekasihnya untuk beraksi di sana.     

Sementara itu, Nathan Ryuu sudah selesai menyesap lembut pucuk dada Reiko dan mulutnya bergulir turun sampai ke pinggang dan Reiko menggelinjang kegelian.     

Namun, gadis itu melonjak kaget ketika lidah Nathan Ryuu sudah bermuara di mutiara mungil tadi. Kakinya menegang dan jemari kakinya kuat mencengkeram seprei di bawahnya sambil dia rajin mengalunkan erangannya. "Errhhh ... Ryuuhhh-aahh ... enak, ohh itu benar-benar enak. Ryuu! Arrghh! Terus di situ! Di situ!"     

Meski sedih bahwa saat ini Reiko bersikap agresif hanya dikarenakan dampak obat perangsang, namun Nathan Ryuu tetap ingin meneruskan ini sampai tuntas. Ia tak yakin ketika dalam keadaan sadar nanti, Reiko masih bisa berucap senakal itu dengan sikap binal.     

Yah, mungkin sebaiknya dia mensyukuri kondisi ini saja. Sebuah kondisi yang pastinya langka dari kekasihnya yang pemalu.     

Haruskah dia berterima kasih pada si pemberi obat?     

-0-0-0-0-     

Pagi hari, Reiko mulai bergerak-gerak, mencoba membuka matanya. Namun, ketika dia mencoba bangun, dia segera diserang rasa sakit menyengat pada bagian selatan tubuhnya. Selain itu, badannya terasa remuk.     

Bingung, dia berusaha memfokuskan pandangannya.     

Betapa terkejutnya Reiko ketika melihat ada Nathan Ryuu di sisi lain tempat tidur. Yang lebih mengejutkan lagi adalah ... lelaki itu telanjang, tidak memakai apapun!     

Membelalakkan mata dengan jantung berdenyut kencang, dia berharap ini hanyalah khayalannya saja. Ia pun menepuk keras pipinya sendiri, berharap tidak merasa sakit, namun dia harus kecewa karena pipinya terasa pedih akibat tamparannya sendiri.     

Oh tidak, apa yang terjadi? Reiko bertanya-tanya.     

Dan dia nyaris pingsan ketika sadar bahwa dia sendiri juga ... telanjang.     

Oh semesta! Apa yang sebenarnya terjadi tadi malam?! Bukankah dia hanya pergi ke karaoke untuk merayakan ulang tahun Erina? Lalu, bagaimana bisa dia dan Nathan Ryuu berbaring telanjang di ranjang sekarang?!     

Apakah semalam dia dan Nathan Ryuu sudah ....     

Mencoba untuk menggeser tubuhnya agar bisa turun dari tempat tidur, dia langsung mendesis kesakitan. Sakit pada sendi-sendinya mungkin masih bisa ditahan, namun sakit di bagian selatan, di selangkangannya itu ... sungguh tak tertahankan.     

"Sayank, aku sarankan agar kau bergerak perlahan dan tetaplah di tempat tidur dulu untuk saat ini." Terdengar suara Nathan Ryuu diikuti lelaki itu membuka matanya.     

"Ryuu! Ini ... ini kenapa ...." Dia sampai tidak berhasil menemukan pertanyaan yang pantas.     

"Kira-kira apa yang saat ini ada di pikiranmu, sayank?" Nathan Ryuu malah balas bertanya ketimbang menjawab lugas. Dia mulai bangkit dan duduk menegakkan punggungnya tanpa berusaha menutupi tubuh telanjangnya di depan Reiko, sungguh sebuah tingkat kepercayaan diri yang tinggi dari seorang lelaki.     

Merenungi pertanyaan kekasihnya, Reiko membisu. Dan dia terpaksa menjauhkan tatapan matanya dari Nathan Ryuu. Apa lelaki itu tidak sadar bahwa dia masih telanjang? Kenapa bersikap sesantai itu? Reiko tak habis pikir.     

"Rei?"     

Reiko melirik singkat ke Nathan Ryuu dan kembali palingkan pandangan dengan wajah memerah. Tadi kekasihnya bertanya apa yang ada di pikirannya mengenai ketelanjangan mereka berdua saat ini.     

Benarkah dia harus menebak ke arah sana? Ke arah ... 'itu'.     

Menelan ludahnya sebelum berbicara, Reiko menatap malu-malu ke Nathan Ryuu dan berkata, "Apakah semalam ... semalam ... kita ... unhh ... kita ... um ... berbuat ... itu?"     

"Coba terangkan dengan jelas, apa 'itu' yang kau maksud?" Tiba-tiba saja Nathan Ryuu malah menelurkan ide untuk menggoda kekasihnya.     

"Ryuu! Ja-jangan main-main!"     

"Aku tidak main-main, Rei."     

"Kalau begitu, jawab yang serius! Aku sedang bertanya dengan serius saat ini!" Reiko menatap tak berdaya ke Nathan Ryuu, berharap lelaki itu tidak bertele-tele dan lekas menjawab apa yang menjadi tanda tanya besar di benaknya.     

"Aku juga sedang serius, sayank. Aku ingin menyamakan persepsi kita berdua mengenai apa yang telah kita lakukan." Pria Onodera belum menyerah dan malah menekuk lututnya ke atas dan menaruh satu siku di atas lututnya, mengakibatkan benda spesial dia semakin terlihat secara provokatif.     

"Tu-tutupi dirimu, Ryuu! Kau ini keterlaluan!" Reiko palingkan pandangan ke lantai seolah di sana lebih menarik ketimbang kekasihnya.     

"Kenapa? Bukankah semalam kau begitu bersemangat ingin melihat benda ini?" Nathan Ryuu menahan tawa gelinya.     

Mendengar kalimat dari kekasihnya, tidak mungkin pikiran Reiko tidak tertuju pada hal 'itu'. Dengan mata terbelalak karena terkejut, dia mencoba bertanya, "Apakah ... kita ... sudah melakukan itu tadi malam?"     

"Apa 'itu'? Makan? Minum? Atau berdansa?" goda Nathan Ryuu.     

"Demi semesta, Ryuu! Jangan berpura-pura! Kita ... apakah kita sudah melakukan ... seks?" Di akhir kalimatnya, suara Reiko mencicit lirih, seolah dia sendiri ragu dengan apa yang dia ucapkan.     

"Ya, benar." Jawaban lugas dari Nathan Ryuu cukup mengguncang Reiko.     

Gadis itu terpana membeku di tempatnya duduk saat ini. Mereka ... mereka sudah melakukan seks? Seks? Sesuatu yang ingin dihadapi Reiko ketika mereka sudah menikah saja? Dan ... itu telah terjadi tadi malam?     

Apa yang terjadi?!     

"Kau tak percaya, Rei. Kau bisa lihat seprei di bawahmu."     

Mata Rei secara patuh menuju ke seprei di bagian bawah. Ia nyaris pingsan melihat bercak darah di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.