Inevitable Fate [Indonesia]

Oh Tidak! Sinyal Bahaya Mulai Datang! [19+]



Oh Tidak! Sinyal Bahaya Mulai Datang! [19+]

0Nugikaketeru shatsu yasashiku saite yo mazu kamawazu (Melepaskan kemeja dan merobeknya dengan lembut tanpa ada keraguan)     
0

GET furaingu mo ari tamera wa nai de DARLIN' (Saatnya untuk melayang, tak perlu untuk ragu-ragu, sayang)     

- IFUUDOUDOU by VOCALOID -     

==========     

Reiko teringat dengan panik mengenai dia yang bolos kerja lagi hari ini, namun suaminya, Nathan Ryuu, malah menyahut dengan santai. Mengira suaminya hendak mengingkari janji mengenai kebebasan Reiko dalam bekerja, wanita muda itu malah mendapatkan bungkaman dari ciuman sang suami.     

Setelah puas mencumbu sebentar bibir istrinya, Nathan Ryuu berkata, "Bukankah kau memiliki 2 kali cuti dalam sebulan. Nah, kali ini penggunaan kedua untuk itu. Apa lagi yang perlu kau cemaskan?"     

Tertegun sebentar, Reiko pun menyadari fakta itu. Ya, dia memang menyisakan 1 kali cuti sebelum pagi ini. Tunggu! Kenapa suaminya bisa mengerti mengenai sistem cuti di Magnifico? Ohh, dia terlupa bahwa sang suami selalu tahu mengenai apapun, terutama yang berkaitan dengan dirinya.     

Menghela napas, Reiko hanya bisa berharap agar dirinya tidak menjadi pembicaraan di Magnifico karena dia mengambil cuti di waktu yang terlalu berdekatan. Terlebih, dia masih karyawan baru di sana namun sudah langsung menghabiskan cuti dalam kurun waktu seminggu awal bekerja.     

Semoga saja rekan-rekan di grupnya mengerti akan kesulitan dia ini. Bukan dia yang ingin ini terjadi.     

Setibanya di apato, kini Nathan Ryuu masuk ke unit Reiko sebagai suami, bukan lagi kekasih.     

"Sepertinya aku hendak pindah ke sini saja, sayank." Lelaki Onodera itu berucap ketika dia merebahkan pantatnya di sofa sambil membuka dasi yang membelit lehernya.     

"Eh? Kenapa?" Reiko heran.     

"Karena aku tak yakin kau mau pindah ke rumahku untuk saat ini, apakah dugaanku benar?" Mata elang Nathan Ryuu seakan sedang memindai istrinya.     

Reiko terkekeh sambil tersipu. "Sepertinya kau sudah cukup banyak mempelajariku sampai bisa sejauh itu menilai pemikiranku."     

"Aku benar, bukan?" Lelaki itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Reiko.     

Seakan mendapatkan sinyal alarm bahaya, Reiko secara tak sadar melangkah ke belakang. "Um, ini sudah hampir petang, bagaimana kalau aku ... aku menyiapkan makan malam untuk kita?"     

Kening Nathan Ryuu berkerut melihat gerakan kecil istrinya yang melangkah mundur. Apakah ... sang istri sedang waspada terhadap dia? Waspada? Kenapa? Jangan katakan ... Reiko tak mau bermesraan layaknya suami istri?     

Hendak memastikan itu sendiri, Nathan Ryuu meraih wajah Reiko dan mereka mulai bercumbu dan tangan Nathan Ryuu mulai merayap ke payudara dan satu lagi ke pantat Reiko.     

Namun, wanita muda itu mendesis pelan sambil melepaskan cumbuan mereka, "Aku ... aku belum siap, Ryuu. Maaf. Maafkan aku. Kau ... kau mau mengerti, kan?" Tatapannya memohon, berharap suaminya memberikan pengertian terbesar karena dia memang masih ketakutan mengenai hubungan intim.     

Dari beberapa cerita teman-temannya, itu sangat menyakitkan. Dan Reiko sudah merasakan dampaknya di pagi ini, dan rasanya dia belum siap untuk menerima rasa sakit itu kembali. Dia butuh waktu.     

"Hm, kau ingin aku bersabar dan menunggumu?" tanya Nathan Ryuu sambil mengelus pipi istrinya menggunakan ibu jarinya.     

Reiko mengangguk. "Y-ya. Kau ... kau bersedia menunggu, kan? Aku ... aku masih merasa sangat sakit di bawah sana."     

"Oh, apakah kau butuh obat pereda nyeri di sana? Aku bisa-"     

"Tidak, Ryuu, bukan begitu." Reiko menggeleng. "Aku memang belum siap melakukan hubungan intim. Itu ... sepertinya masih terlalu menakutkan dan ... sakit."     

Menarik napas panjang, Nathan Ryuu berusaha memperluas lautan kesabarannya. Gadis ini sungguh pandai menguji dirinya lagi dan lagi dan lagi. "Baiklah, aku akan menunggumu, Rei. Tapi ... tentunya kegiatan bermesraan masih bisa, kan?"     

"Bermesraan? Seperti bagaimana?" Reiko ingin tahu detilnya.     

"Seperti ... bercumbu, saling menyentuh dan melumat ... bisa, kan?" Suaminya memberikan penjabaran secara global saja.     

Berpikir akan apa yang baru saja diucapkan sang suami, Reiko berpikir-pikir dulu mengenai itu. Bercumbu, menyentuh dan melumat. Sepertinya itu akan baik-baik saja selama tidak melibatkan pemasukan anggota tubuh ke dirinya. "Baiklah, kalau hanya sekedar itu." Ia mengangguk setuju.     

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan memulainya, is-tri-ku." Onodera Ryuu sengaja membisikkan itu ke telinga sang istri, mengingatkan Reiko bahwa perempuan itu kini sudah menjadi istri dan memiliki kewajiban untuk melayani suami.     

Tersengat oleh bisikan Nathan Ryuu, Reiko secara gugup mengangguk saja. Yang terpenting, suaminya sudah berjanji hanya cumbuan, sentuhan dan lumatan saja.     

Maka, ketika Reiko direbahkan ke ranjang, wanita itu tidak menolak dan membiarkan suaminya mulai mencumbui dia sembari tangan lincah Nathan Ryuu mulai berpetualang di sekujur dadanya, meremas benda montok di sana yang kerap menjadi sumber napsu lelaki yang melihatnya.     

Tanpa membutuhkan waktu lama bagi Nathan Ryuu untuk mengurai baju yang dikenakan Reiko. Ini menyebabkan Reiko malu luar biasa ketika dirinya telanjang. Dia merasa rapuh dan tak berdaya dengan tanpa adanya sehelai benangpun di tubuhnya sebagai tameng. Karenanya, dia secara refleks menyilangkan dua tangan menutupi dada dan kemudian satu tangan dia alihkan untuk menutupi selatan dia.     

Nathan Ryuu terkekeh geli. Gadis ini, kenapa masih juga bersikap malu di hadapan orang yang sudah secara sah menjadi suaminya? Jika Reiko adalah Ruby yang sudah berpengalaman, tentu dia sudah menerkam Reiko sejak mereka masuk ke apato.     

Oh, sial! Kenapa dirinya malah teringat pada Ruby?! Mengerang frustrasi, Nathan Ryuu segera mengenyahkan bayangan Ruby dari otaknya dan fokus pada wanita yang tak kalah molek dari Ruby di depan mata. Dammit! Kenapa Ruby masih saja dia sebut meski di benak?!     

"Ehem! Sayank, kenapa harus ditutupi?" Secara perlahan, Nathan Ryuu mencoba membuka aset indah yang ditutupi Reiko dengan tangannya. "Bukankah ini sekarang sudah menjadi milik suamimu?" Lagi-lagi dia mengingatkan Reiko mengenai perubahan status mereka.     

"A-annhh ... nnghh ...." Reiko menyerah dan membiarkan dirinya bagaikan bunga merekah apa adanya di depan mata suaminya. Wajahnya memerah karena malu, terutama ketika bagian selatan dia mulai ditatap sang suami. "R-Ryuu ... jangan ... jangan menatap seperti itu."     

Tertawa kecil, Nathan Ryuu memulaskan jarinya pada bukit kecil di selatan Reiko sambil berkata, "Kau inginnya langsung disentuh? Dengan senang hati kalau begitu."     

"Bukan itu maks-aanghh!" Reiko terpekik kecil saat bukit kecilnya dielus jemari sang suami. Dia memejamkan mata karena rasanya tak sanggup menyaksikan apa saja yang akan dilakukan tuan muda Onodera.     

"Errnghh ...." Reiko mengerang sembari memejamkan mata erat-erat saat dia merasakan pucuk payudaranya telah dihisap-hisap. Baiklah, ini sesuai dengan perjanjian. Maka, Reiko merasa tenang dan mulai menikmati pemanjaan pada payudaranya oleh mulut sang suami yang kini ternyata sudah berbaring setengah duduk di sisinya.     

Saat Reiko sedang belajar menghayati siraman kenikmatan dari hisapan mulut suaminya di pucuk dadanya, ia terkesiap ketika jemari Nathan Ryuu menyusup masuk ke selangkangan dia. Menatap mata suaminya dengan pandangan ngeri, dia berkata, "Ryuu! Kau sudah berjanji!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.