Inevitable Fate [Indonesia]

Begitu Mudahnya Rumor Terbentuk



Begitu Mudahnya Rumor Terbentuk

0Kyoshin tankai inochi yadoshi (dengan hati tenang berbuat kesalahan)     
0

Ato wa papparapa na nakami naki ningen (selanjutnya, manusia menjadi bodoh dengan tubuh tanpa isi)     

- Kaikai Kitan (Kisah Misterius yang Beredar) by EVE - OST. Jujutsu Kaisen -     

=============     

Azuka terkekeh senang hasutannya berhasil. Tapi, saat dia menemukan Reiko sudah melangkah masuk ke ruangan, dia segera memberi kode dengan dagunya sehingga kerumunan itu pun menoleh ke Reiko.     

Ini ditangkap mata Reiko dan dia menegang. Kenapa mereka menatap seperti itu padanya? Apalagi ada Azuka di sana.     

Bagaimana ini? Apa yang harus dia ucapkan saat bertemu dengan gadis itu?     

Batin Reiko sibuk memikirkan kalimat yang tepat, namun kakinya sudah terlanjur melangkah untuk menyapa semua orang, meski pagi ini banyak karyawan Magnifico yang menatap aneh padanya.     

Tiba di depan kerumunan, Reiko membungkukkan badan ke mereka. "Selamat pagi," sapanya pada kerumunan itu, namun mereka hanya diam dan malah menatap lekat ke Reiko, memindai dia dari atas sampai bawah, seakan sedang mengukur.     

(Note: Entah apakah ini hanya di Jepang saja atau banyak negara lainnya, kebiasaan orang Jepang senantiasa mengucapkan selamat pagi ["Ohayou" jika pada sesama teman atau yang sebaya, atau kalo lebih sopannya memakai "Ohayou gozaimasu"] ke semua orang yang ditemui entah itu di kelas, di kantor, atau ke orang-orang yang dikenal dan bertemu dengan mereka)     

Suasana seketika canggung bagi Reiko. Namun, Azuka mulai mengangkat suara, "Ada apa, Reiko?"     

"A-ahh, tidak, Azuka-san. Hanya ... sekedar menyapa biasa. Ya sudah kalau begitu. Permisi." Reiko ojigi sekali lagi ke mereka dan berbalik untuk menuju ke ruang loker wanita.     

Sepeninggal Reiko, Azuka berseru tertahan, "Apa kalian lihat tadi?! Itu tas Chanel! Itu tas Chanel, astaga!" Ia lekas mengambil ponselnya dan mulai mencari sesuatu di sebuah laman.     

"Ah, ya, sepertinya itu memang tas Chanel."     

"Chanel? Merek mahal itu? Gajiku beberapa bulan ludes gara-gara membelikan pacarku tas merek itu ketika dia ngambek."     

"Sepertinya dandanan dia hari ini penuh dengan merek mahal, ya kan?"     

"Ya, ya, sepertinya begitu."     

"Fu fu fu ... sepertinya pelayanan dia kemarin memuaskan lelakinya sampai dihadiahi tas semahal itu."     

"Ketemu!" Azuka memekik. "Itu tadi adalah Chanel Tweed Quilted, dan harganya ... 2.800 dolar Amerika, atau sekitar ... 307.000 yen! (sekitar 40 juta sekian ratus ribu rupiah)" Mata Azuka menyala sambil mulutnya menyeringai. "Dan ini masih termasuk harga standar saja untuk merek tersebut."     

"Bukankah harga seperti itu bisa kita beli dengan gaji sebulan kita, ya kan? Kupikir tidak terlalu mahal."     

"Ceh! Harga sebanyak itu ... memang terbeli dengan gaji satu bulan kita, tapi apakah kau tidak punya kebutuhan lain seperti makan, bayar uang sewa apato, bayar listrik, biaya pemanas, gas, internet. Belum lagi jika kau punya anak atau pasangan."     

"Kau benar, kita harus mati-matian menyisihkan beberapa dari gaji kita hanya untuk membeli tas standar Chanel, yah!"     

"Untung saja aku lajang dan tidak butuh pacar, teman tidur saja cukup."     

"Tsk! Kau sungguh menyedihkan, kawan!"     

"Menyedihkan? Karena memilih untuk melajang selamanya? Itu justru sebuah kebahagiaan! Ha ha ha!"     

"Sudah, sudah, pokoknya, kita sudah tahu kan seperti apa Reiko itu. Maka, aku sarankan pada kalian, jangan terlalu dekat dengannya atau kalian akan ikut bau busuk seperti dia." Azuka terus menghasut rekan-rekannya.     

Setelah puas menyebarkan racun hasutannya, Azuka pun berjalan gontai tanpa merasa bersalah ke Erina dan Yukio yang sudah menunggu.     

"Sudah rampung menggosipnya?" tanya Erina saat dia berdiri melipat dua lengan di dada.     

"Tentu saja, sesuai dengan perintahmu, Eri-cchi." Azuka terkekeh.     

"Kau memang paling bersemangat dalam urusan menebar gosip. Khe he he ...." Yukio antara memuji atau mengejek kawannya.     

"Teme, setidaknya aku melakukan sesuatu, daripada kau, hanya bisanya diam seperti sapi mandul saja!" Azuka melirik tajam ke Yukio.     

"Siapa bilang? Dobe, aku beritahu kamu, yah, kemarin aku sudah bergerilya ke banyak karyawan dan mungkin malah jurusku lebih dahsyat ketimbang jurusmu." Yukio terkekeh meremehkan Azuka.     

"Sudah, sudah, kalian semua sama hebatnya, oke?" Erina tersenyum secerah mentari ketika memuji dua sahabatnya dan memeluk mereka. "Nah, sekarang kita sudah tahu kalau Reiko sudah digarap lelaki sewaanku, ya kan? Hanya butuh waktu sedikit lagi sebelum Yu-kun jatuh ke pelukanku dan memandang jijik ke Reiko." Ia mengucapkan kalimat kejam itu sambil tersenyum ceria.     

"Eh, itu Yu-chan sudah datang!" Setelah Yukio melihat Yuza melewati pintu masuk, Erina dan Azuka segera menoleh ke Yuza.     

"Nah, Eri-cchi, yang ini aku serahkan saja padamu." Azuka tersenyum diagonal ke Erina.     

"He he, aku akan berusaha sebaik mungkin!" Lalu, Erina mulai berlari ke arah Yuza.     

Di sudut lain, Reiko masih heran akan pandangan aneh dari banyak pegawai Magnifico padanya. Apakah dia memiliki salah? Ohh, ini pasti karena kemarin dia lagi-lagi tidak masuk kerja sehingga tentu akan dipandang sebagai pekerja yang tidak serius.     

Huft! Reiko menghembuskan napas tak berdaya. Memangnya dia menginginkan membolos kerja? Tentu saja tidak! Ini semua karena ... huft, ya, karena Azuka yang begitu jahat padanya.     

Meski mengetahui kejahatan Azuka, Reiko masih tak memiliki nyali untuk datang ke Azuka walau hanya menanyakan alasan gadis itu menjahatinya atau tindakan ekstrim seperti melabrak. Reiko menggeleng, itu bukan dia. Sama sekali bukan tipe tindakan yang akan diambil olehnya.     

Dia lebih menyukai kedamaian dan terhindar dari keributan apapun. Tidak suka mengkonfrontasi sesuatu dan lebih baik minggir menyingkir saja daripada menantang pihak lain. Ia ... lebih memilih mengalah jika memang harus.     

Oleh karena memang seperti itu, Reiko pun mengambil keputusan untuk menghindari Azuka saja ketimbang bermasalah lagi dengan gadis itu.     

Berjalan ke arah grupnya, Reiko melihat Rukia dan Ino sedang membahas sesuatu di meja kerja mereka. "Selamat pagi."     

Ino menoleh ke belakang dan menjawab, "Eh, selamat pagi, Reiko-san. Kemarin cuti lagi, yah?"     

"Oh, ehh, ano ... iya. Ada ... ada kepentingan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan, harus diurus hari itu juga." Reiko menutupi dengan pemilihan kalimat yang tepat.     

"Ahh, baiklah. Hari ini kita akan membuat Lava Cake, Almond Cake, Tiramisu dan Macaroon. Kau ingin pegang yang mana?"     

"Um, aku akan pegang Lava Cake saja." Reiko memilih.     

"Baiklah, kau mengurusi Lava Cake, dan oh ya, Reiko-san, lelehannya tidak hanya coklat, yah! Tapi juga vanila." Ino menambahkan.     

"Baik." Reiko berjalan ke arah bahan-bahan untuk Lava Cake dan mengambil beberapa peralatan juga. Meski jam kerja belum mulai, namun Reiko senang untuk mempersiapkan perangkat kerjanya terlebih dahulu agar dia bisa lekas memulai dan bisa pulang lebih awal jika semua tertata dengan baik di depannya.     

Rukia berbisik ke Ino, "Ino-san, apa kau sudah dengar rumor mengenai Reiko-san?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.