Inevitable Fate [Indonesia]

Kepahitan Tiada Henti



Kepahitan Tiada Henti

0Stay Gold .. yume no naka de mo (Tetaplah [jadi] emas .. meski dalam mimpimu)     
0

Stay Gold .. sagashiateru yo (Tetaplah [jadi] emas .. aku kan menemukanmu)     

- Stay Gold by BTS -     

============     

Reiko tak tahu, akan seberapa pahit kisah hidup yang harus dia jalani.     

Setelah kematian kedua orang tuanya dalam kecelakaan saat dia masih muda belia, dia masih harus menerima kepahitan dari paman dan bibi yang memperlakukan dia bagai pelayan mereka dan juga merebut uang orang tua Reiko.     

Tak hanya itu saja, Reiko harus bekerja mandiri di kota metropolitan seperti Tokyo untuk bisa terhindar dari tingkah buruk keluarga pamannya.     

Dan kemudian, ketika dia sedikit berhasil mencicipi sedikit ketenangan dan kenikmatan hidup saat dirinya menjadi yutuber dan utaite, mendapatkan uang dari sana untuk bertahan hidup, ternyata dia diusir dari apartemennya karena alasan tak jelas dari pengelolanya.     

Cukup? Belum! Dia masih harus mengalami kepahitan pelecehan seksual dari majikan tempat dia bekerja di konbini, bahkan dia menderita luka-luka pula meski sempat diselamatkan lelaki baik bernama Nathan Ryuu.     

Namun, karena tidak ingin terlalu banyak berhutang budi pada Nathan Ryuu yang masih asing baginya, Reiko menghindari lelaki itu dan mencoba peruntungannya ketika tak sengaja bertemu Runa.     

Ketika dia merasa langit sudah mulai ramah padanya, ternyata itu harapan semu. Langit masih ingin memberikan kepahitan padanya. Menjadi sapi perah Bu Sayuki, dan kini ... dituduh sebagai wanita nakal pula.     

Yang lebih pedih, ketika kakak dari sahabatnya bermaksud memperkosa dia dengan memaksakan cintanya ke Reiko.     

Saat ini Reiko tengah berjuang ketika tubuhnya dihempas ke futon dan ditindih sambil diciumi paksa, sementara tangan Tomoda secara liar menggerayangi tubuh sintal Reiko.     

Bahkan Tomoda berhasil menurunkan celana piyama Reiko yang dia pinjam dari Runa. Reiko ingin berontak tapi lehernya dicekik Tomoda yang kalap.     

Menyadari Reiko mulai tidak berdaya, Tomoda menurunkan celananya sendiri, hendak memasuki Reiko.     

"Apa-apaan ini!" Suara menggelegar muncul dari pintu yang dibuka.     

Tomoda terkejut bukan main dan menoleh untuk melihat ibunya sedang berdiri dengan wajah menakutkan. Matanya melotot mengerikan dan mulutnya menggeram siap menyemburkan api andai memang bisa.     

Menyadari kehadiran Bu Sayuki, Reiko segera mendorong tubuh Tomoda dan menaikkan kembali celana piyamanya, lalu dia meraih selimut untuk menutupi dirinya yang beringsut di sudut futon.     

"Tomo! Apa yang kau lakukan di sini!" Suara kencang Bu Sayuki menciutkan nyali Tomoda.     

"Aku ... aku ...." Tomoda ciut seketika melihat ibunya yang tinggi besar, berkacak pinggang, berdiri bagai monster. Lalu dia menoleh ke Reiko dan menunjuk gadis itu, katanya, "Dia ... dia menggodaku, Bu! Dia memanggilku ke kamarnya ini!"     

Bu Sayuki beralih ke Reiko dan menggeram penuh amarah. "Kau! Kau wanita jalang! Kau berkali-kali menggoda pembeli, dan kau belum puas, sekarang malah menggoda anakku?!"     

Reiko melongo. Apa? Dia ... dia menggoda Tomoda? Kenapa malah dia menjadi tersangka?! Dia ini korban!     

Menatap penuh benci kepada Tomoda, lelaki itu justru semakin meraungkan omong kosong. "Iya, Bu! Dia tadi berbisik waktu ibu sudah turun dari mobil, katanya dia kesepian tak ada Runa dan ingin ditemani aku. Aku sudah berusaha menolak dengan mengatakan itu tidak pantas, tapi dia merayuku, Bu! Aku sudah berusaha menolak!"     

Dibutakan oleh amarahnya dan rasa tak suka sedari awal pada Reiko, Bu Sayuki membentak gadis itu. "Bagus, yah! Dasar jalang! Pergi! Pergi sana! Pergi!!! Tidak layak rumahku dihuni jalang sepertimu!"     

.     

.     

Setengah jam usai insiden pelecehan dari Tomoda, Reiko sudah selesai mengemasi barang-barangnya dan ia terisak sambil keluar dari kamar Runa.     

Bu Sayuki masih berdiri di depan kamar Runa, menatap hina kepada Reiko. "Jangan sampai aku melihat tampang jalangmu itu lagi, mengerti?!"     

Reiko melirik Bu Sayuki dan isak tangisnya belum usai. "Terima kasih atas kebaikan Ibu. Hiks!"     

"Tak usah berpura-pura manis! Pergi!" bentak Bu Sayuki tidak ingin luluh oleh sikap Reiko.     

"Permisi. Hiks!" Reiko pun berjalan lunglai keluar dari rumah Runa sambil memanggul tas ranselnya. Saat berjalan melewati Tomoda yang berdiri gelisah, Reiko hanya melirik singkat dan meneruskan langkahnya.     

"Tomo! Masuk!" titah Bu Sayuki ke putranya yang berdiri di pintu gerbang. "Jangan perdulikan wanita jalang tak tahu diuntung itu! Jangan terpikat padanya atau kau pergi dari rumah ini dan silahkan jadi gelandangan!"     

Tomoda yang pengecut dan pecundang, tak mungkin melanggar ucapan ibunya. Dia pun dengan patuh masuk ke rumah setelah mengunci pintu, usai Reiko berjalan keluar dari sana. Meski kesal karena ibunya mengganggu dirinya tadi saat dia sudah nyaris mendapatkan Reiko, tapi jika dia harus menjadi gelandangan tanpa uang, Tomoda memilih membuang Reiko saja.     

Masih menangis, Reiko terus berjalan menyusuri jalanan kompleks perumahan itu dan tak sadar, kakinya sudah membawa dia ke sebuah makam.     

Kompleks makam tempat kedua orang tuanya disemayamkan.     

Menepis rasa takut, Reiko berjalan masuk dan mencari makam kedua orang tua dia dan meringkuk di sana, menangis sampai akhirnya tertidur. Sudah tidak menghiraukan apakah di situ ada dedemit atau iblis, dia tak perduli.     

Bahkan mungkin Reiko tidak keberatan andaikan ada iblis yang membawa dia pergi sekalian. Dia sudah menyerah, tak tahu harus bagaimana lagi.     

-0-0-0-0-     

Ketika matahari masih malu-malu menyembulkan sinar tipisnya, Reiko menyadari ada yang menepuk-nepuk pundaknya. Terbangun, dia mendapati ada sosok di depannya. Iblis? Atau hantu? Roh jahat? Tapi figurnya seperti figur manusia.     

"Nona, kenapa kau berada di sini?" tanya sosok itu.     

Menajamkan penglihatannya, Reiko mengucek mata dan melihat seorang pria tua sedang berdiri di depannya. "Unghh ... maaf ...."     

"Apakah Nona semalaman di sini?" tanya pria tua itu. "Ohh, aku penjaga makam ini dan betapa cerobohnya aku tidak mengetahui keberadaanmu di sini tadi malam. Maafkan Bapak, yah!"     

Ohh, ternyata lelaki tua itu penjaga makam. Reiko menghela napas lega, ternyata bukan hantu atau roh jahat apalagi iblis. "Saya yang harusnya minta maaf karena tidur di sini, Pak."     

Tak berapa lama kemudian, Reiko sudah berada di rumah bapak penjaga makam itu dan disuguhi teh hangat. Bahkan istri Beliau sangat ramah pada Reiko, menawarkan bubur dan sup hangat sebagai sarapan.     

"Nona, kenapa harus tidur di makam?" tanya ibu tua, istri dari penjaga makam pada Reiko.     

"Um ... hanya ingin saja, Bu." Reiko menjawab sesudah menyesap sup hangatnya.     

"Apakah itu makam orang tuamu?" tanya ibu itu.     

Tidak memiliki pilihan lain, Reiko mengangguk.     

"Anak malang. Sampai kau tidur di makam orang tuamu, sepertinya kau begitu menyayangi orang tuamu, benar?"     

"Iya, Bu. Aku sangat menyayangi mereka, seperti mereka juga menyayangi aku."     

"Ehh? Mereka? Jadi ... keduanya ...."     

"Iya, benar. Keduanya dimakamkan di sana."     

Mata tua ibu itu semakin sayu menatap iba ke Reiko. Di hati Beliau, ada dugaan bahwa Reiko mungkin memiliki permasalahan berat dalam hidupnya sampai berlari dan tidur di makam orang tuanya seperti itu.     

"Tinggallah sementara di sini. Ibu hanya berdua saja dengan Bapak. Rumah kami memang kecil, tapi asalkan Nona tidak keberatan, Nona bisa menginap di sini." Ibu tua itu menawarkan demikian kepada Reiko.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.