Inevitable Fate [Indonesia]

Tawaran Itu ....



Tawaran Itu ....

0Sometimes, you gotta be bold! Just rock the world! Boo-ya~     
0

(kadang, kau harus berani! Guncangkan saja dunia! Yiihaa~)     

- Happiness by Red Velvet -     

===========     

Baru beberapa hari ini, Reiko merasakan sebuah ketentraman hidup meski di sebuah tempat cukup terpencil dan rumah kecil sederhana tak jauh dari kompleks pemakaman. Dia diterima bagai cucu sendiri oleh pasangan tua, Pak Ebizo dan Bu Chiyo.     

Pak Ebizo bekerja mengurus makam dan Bu Chiyo memiliki kebun sayuran yang kadang dibeli oleh beberapa orang secara rutin.     

Reiko senang diterima di sana, meski kehidupan sederhana pasangan tua itu mungkin kurang cocok untuk para muda seusia Reiko, namun saat ini Reiko ingin menenangkan jiwanya setelah bertubi-tubi merasakan kepahitan hidup.     

Gadis itu juga tak segan-segan membantu Bu Chiyo di kebun, dan ketika dia ingin membantu membersihkan makam bersama Pak Ebizo, Beliau melarang karena pekerjaan itu terlalu berat untuk perempuan.     

Maka, sehari-hari selama beberapa hari ini, Reiko dengan gembira berkebun bersama Bu Chiyo.     

Namun, suatu hari, dia tak menyangka akan bertemu dengan orang yang dia kenal. Ichinose Yuza, pedagang takoyaki yang lapaknya ada di sebelah lapak Bu Sayuki.     

Ketika Yuza bertanya kenapa Reiko tidak lagi berada di lapak Bu Sayuki, Reiko menjawab, "Aku kurang cocok di sana", demi menjaga nama baik keluarga sahabatnya.     

Dengan jawaban itu, mata Yuza berbinar dan bertanya ke Reiko penuh semangat, "Reiko-chan, kalau begitu, bagaimana kalau kau ikut berjualan di lapakku saja?"     

Ketika mendengar permintaan Yuza, Reiko melongo seketika, termangu, tidak menyangka akan ditawari hal demikian oleh Yuza. Bukankah akan sangat canggung apabila dia menyanggupi permintaan Yuza?     

"Akan aku bayar dengan pantas! Jangan khawatir, Reiko-chan!" Mata Yuza masih bersinar, mengira Reiko tampak bimbang dikarenakan masalah upah. Dia tidak keberatan memberi upah layak untuk Reiko jika gadis itu bersedia menemani dia berjualan takoyaki.     

"Memangnya kau punya banyak uang, heh?" Bu Chiyo menyodok pinggang cucunya dengan telunjuk.     

"Ouch! Tentu saja punya, Baba! Aku ini kan pengusaha!" Yuza menaikkan dagunya secara terang-terangan bersikap sombong meski itu hanya bercanda.     

"Hanya pengusaha takoyaki, apa hebatnya?" Bu Chiyo mendecih meremehkan kesombongan cucunya.     

Meski terlihat keduanya seperti berdebat, namun dari sana Reiko bisa melihat keakraban antara nenek dengan cucu, dan itu sungguh mengharukan. Ia tertawa kecil melihat 'pertengkaran' Bu Chiyo dan Yuza.     

Keduanya berhenti berdebat dan menoleh ke Reiko.     

"Bagaimana, Reiko-chan, kau mau, kan? Yah! Yah! Mau, yah!" Yuza mengatupkan dua telapak tangan di depan dada seraya memandang penuh permohonan pada Reiko. Andaikan dia sudah lebih akrab dengan gadis itu, dia pasti sudah menggenggam dua tangan Reiko saat memohon. Tapi kalau itu dilakukan sekarang, Reiko bisa menjerit dan mungkin juga neneknya akan memukul kepalanya tanpa ragu-ragu.     

"Um ... bagaimana, yah?" Reiko jadi bingung sendiri. Dia tidak masalah apabila menemani Yuza berjualan takoyaki di pasar jajanan, tapi tentu akan terasa aneh karena lapaknya berdampingan dengan lapak Bu Sayuki.     

"Aku sungguh akan memberimu upah yang pantas, Reiko-chan, jangan cemas! Atau mungkin aku akan berikan 30 persen dari hasil penjualan per hari kepadamu, bagaimana?" Yuza sungguh nekat menjanjikan hal demikian.     

Namun, sebagai bos dari dagangannya sendiri, maka dia memiliki hak untuk itu.     

"Huh! Berani sekali kau menjanjikan seperti itu pada Reiko-chan. Apa kau tidak takut dipukul ayahmu? Atau dijewer kakak-kakakmu?" Bu Chiyo mendengus ke Yuza.     

"Mana bisa mereka begitu padaku. Usaha takoyaki itu sudah diserahkan sepenuhnya padaku, sehingga itu benar-benar menjadi hakku untuk melakukan apapun pada usahaku. Oyaji sudah berjanji tidak akan ikut campur lagi dengan takoyaki itu." Yuza menepuk dadanya dengan bangga.     

"Keluarganya memang keluarga pedagang, Reiko-chan." Bu Chiyo menjelaskan ke Reiko mengenai keluarga anaknya. "Ayahnya berjualan hasil laut di pasar ikan, kakak lelakinya berjualan buah dan kakak perempuan dia dipasrahi sebuah toko kelontong."     

"Kalau kau bertanya-tanya mengenai ibuku," timpal Yuza, "ibuku sudah meninggal saat aku masih kecil. Aku dulu sering diasuh Chiyo-baba jika oyaji dan yang lainnya sedang sibuk."     

Reiko mengangguk-anggukkan kepalanya. Ternyata seperti itu. Pantas saja Yuza dan Bu Chiyo begitu akrab dan tidak sungkan bercanda semau mereka. "Pantas saja kalian begitu akrab."     

"Iya." Yuza mengangguk. "Nah, Reiko-chan, kau mau kan dengan tawaranku tadi?"     

Ya ampun, pemuda satu itu kenapa begitu mengejar, sih? Tapi, meski terkesan terus mendesak Reiko, dia tidak melihat tatapan jahat di mata Yuza meski mata pemuda itu tergolong tajam. Seperti ... Reiko tidak menemukan aura jahat ataupun manipulatif dari apa yang ditampilkan Yuza.     

Setelah berkali-kali mengalami kemalangan dalam hidupnya, sekarang Reiko sudah lebih bisa menelisik seseorang dari tatapan mereka. Dia mulai lebih peka dan memupuk kewaspadaan agar tidak lagi terjerumus pada orang yang memiliki niat jahat padanya.     

Dia tidak ingin lagi menjadi bodoh dan malang. Dia harus memperbaiki dirinya agar nasibnya juga bisa dia perbaiki. Tidak mungkin dia akan terus berpasrah diri menerima kemalangan demi kemalangan, kan?     

Karena desakan Yuza terus menerus, Reiko menoleh ke Bu Chiyo, siapa tahu Beliau memberikan saran bagus.     

"Sepertinya tawaran bocah bau ini tidak ada salahnya kamu coba, Reiko-chan." Ternyata Bu Chiyo mendukung Yuza. Mendengar neneknya memberikan dukungan padanya, Yuza bersinar senang. "Kalau dia berani macam-macam padamu, kau bisa bilang ke Nenek, dan akan aku buat dia tak bisa berjalan."     

Baru saja Yuza gembira mendengar pembelaan neneknya, kini dia hendak menangis karena sang nenek mengancam dengan kejam. "Babaa ... kenapa kau begitu kejam padaku?"     

"Reiko-chan sekarang juga adalah cucuku, maka tidak boleh ada yang menindasnya!" Bu Chiyo memeluk Reiko, menunjukkan sikap protektif Beliau sambil memandang tajam ke Yuza.     

"Babaa, bukankah aku juga cucumu?" Hati Yuza sudah berderai air mata. Kenapa dia seakan cucu tiri?     

Tapi, Bu Chiyo tidak menanggapi dan malah bertanya ke Reiko, "Reiko-chan, apakah ada yang mengganjal perasaanmu? Kau bisa katakan ke Nenek."     

Reiko memandang dilema ke Bu Chiyo sebelum dia memutuskan bicara, "Aku ... aku hanya tak enak saja apabila membantu Yuza-kun di lapak, karena ... lapaknya berdampingan dengan lapak Bu Sayuki."     

"Ohh, kau akan merasa canggung?" tanya Bu Chiyo. Reiko mengangguk. "Kenapa kau harus merasa canggung? Pegawai memiliki hak untuk berganti majikan, ya kan?"     

"Benar, Reiko-chan!" Yuza menimpali. "Sudah hal lumrah di pasar apapun apabila pelayan atau pegawai berganti bos. Itu sungguh sesuatu yang wajar, kok! Kau tidak akan dihakimi hanya karena itu."     

Reiko pun bungkam, memikirkan perkataan dari Bu Chiyo dan Yuza barusan. Memang, dia tidak bisa selamanya hidup tanpa menghasilkan uang. Meski hidup tidak menjadikan uang sebagai raja, namun uang adalah sarana dalam kehidupan.     

Bukankah dia hanya akan menjadi beban saja di rumah Pak Ebizo dan Bu Chiyo apabila dia hanya sekedar menumpang dan makan meski membantu di kebun? Alangkah baiknya jika dia juga bisa menghasilkan uang dan bisa diberikan ke pasangan tua nan baik ini.     

Dan di menit berikutnya, dia pun mengangguk ke Yuza dan berkata, "Baiklah, aku akan mencoba menerima tawaran Yuza-kun. Mohon bantuannya!" Ia membungkuk ke Yuza.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.