Inevitable Fate [Indonesia]

Hari Pertama, Awal Pertama



Hari Pertama, Awal Pertama

0kkulkkulhan gibun Change up (jika kau muram, ubahlah)     
0

himeul naeryeogo ije Wind up (sudahi dengan energi)     

han bange meotjin ili gadeuk Straight up (banyak hal hebat, tegaklah)     

- Happiness by Red Velvet -     

==========     

Setelah memikirkan berbagai hal, ini dan itu, maka Reiko pun menerima tawaran dari Yuza mengenai membantu pemuda itu di lapak takoyaki milik Yuza.     

Lapak takoyaki itu ternyata milik Yuza sepenuhnya sehingga pemuda tampan itu bebas melakukan apapun pada pengaturan lapaknya.     

Mengenai kecanggungan yang dicemaskan Reiko mengenai lapak Bu Sayuki ada di sebelah lapak Yuza, Reiko akan mengambil resiko itu.     

Dia tak boleh menjadi beban di rumah Pak Ebizo dan Bu Chiyo. Dia pun harus menghasilkan uang agar bisa mandiri dan tidak menjadi beban siapapun.     

Maka, dengan berbekal semangat itu, Reiko pun menyemangati dirinya untuk bangkit dan menata hidupnya lebih baik dan lebih tegar, serta ... lebih cerdas.     

Dia tidak boleh lagi setolol sebelumnya, tak boleh selugu seperti dahulu. Dia harus ... meng-up-grade dirinya sendiri jika dia tidak ingin tergilas kejamnya kehidupan.     

-0-0-0-0-0-     

Hari pertama, petang pertama, Yuza menjemput Reiko dari rumah Bu Chiyo, mereka berdua naik mobil ke pasar jajanan yang biasa.     

"Kau sudah siap, kan Reiko-chan?" tanya Yuza seraya melirik ke arah Reiko di sebelahnya. Gadis itu membalas tatapan Yuza sambil mengangguk tegas, ia sudah memantapkan hatinya.     

Tidak boleh lagi ragu, tak boleh dikuasai ketakutan, harus berani jika ingin tetap berdiri kokoh di dunia ini. "Mohon bantuannya, yah Yuza-kun!" Reiko mengangguk hormat ke Yuza.     

"Ha ha ha, kenapa seformal itu, sih? Santai saja! Umur kita tidak terlalu jauh, iya kan?" Yuza tertawa ringan.     

"Iya kah? Aku 22 tahun." Reiko menyahut.     

"Ohh, aku 23 tahun." Yuza menimpali serta melirik sambil tersenyum ramah.     

"Benarkah?" Reiko terkejut, tak menyangka mereka hanya terpaut satu tahun saja.     

Tak berapa lama, mobil pick-up Yuza sudah tiba di pasar jajan. Suasana masih cukup sepi meski sudah ada banyak pedagang yang mulai menggelar lapak mereka. Kesibukan sudah dimulai. Demikian pula bagi Yuza dan Reiko.     

Keduanya bersama-sama menurunkan peralatan dan bahan dagangan, menempatkan di lapak yang telah ditentukan.     

Namun, ketika Bu Sayuki menoleh untuk melihat lapak Yuza, betapa terkejutnya dia ketika mendapati di sana ada Reiko. "Kau! Kau!" Ia tak bisa menahan kekagetan dan berseru.     

Putranya yang tidak jauh dari Beliau, segera menoleh untuk mencari tahu ada apa sehingga ibunya berseru kaget begitu. Dan akhirnya, reaksi Tomoda pun sama seperti sang ibu. "Re-Reiko-chan?!" Bahkan dia berlari ke area lapak Yuza. "Kau! Kau sekarang di sini?!"     

Yuza sudah bersiap-siap andaikan Tomoda mencari masalah, namun ternyata Reiko menanggapi dengan membungkukkan tubuh ke Tomoda tanpa berkata apa-apa dan segera menyingkir ke sudut lain untuk menghindari Tomoda.     

Tomoda sudah hendak mengejar Reiko, namun keburu ditarik oleh ibunya. "Untuk apa kau mendekati dia, heh! Ingin aku patahkan kakimu?" ancam Bu Sayuki ke putranya secara ketus. "Lekas bereskan alat-alat dan panaskan minyak! Jangan terkecoh dengan perempuan sialan itu!" dengus Beliau sambil menyeret putranya kembali ke lapak mereka sendiri.     

Reiko dan Yuza tentu saja mendengar ucapan pedas Bu Sayuki. Gadis malang itu hanya bisa mendesah dan kembali mengatur peralatan dan menempatkan bahan-bahan mentah dagangan, mencoba mengabaikan sakit hatinya atas ucapan Bu Sayuki.     

Yuza mendekat ke Reiko sembari berkata, "Reiko-chan, kau tidak usah gubris omongan busuk mereka, yah! Orang-orang di sini sudah paham kalau mulut mereka itu busuk, makanya tak perlu masukkan itu ke hatimu, oke?"     

Reiko menegakkan punggung dan memandang Yuza, lalu tersenyum seraya mengangguk, "Terima kasih, Yuza-kun. Ini memang berat, tapi aku akan mencoba melaluinya."     

"He he, baguslah kalau Reiko-chan bisa setabah itu. Aku pasti akan mendukungmu, juga ... aku akan melindungi Reiko-chan! Kau jangan jauh-jauh dariku, yah!" Yuza menggaruk belakang kepalanya yang agak gatal. Sepertinya dia harus keramas besok pagi.     

Malam kian bergulir dan pengunjung pasar jajan mulai berdatangan seperti biasa. Dari anak muda hingga orang tua, mereka semua menyukai datang ke pasar ini karena makanan yang dijual sangat variatif dan lezat, sesuai dengan selera orang Jepang pada umumnya.     

"Reiko-san." Dari lapak sebelah, Kashimoto Shingo menyapa Reiko sembari anggukkan kepalanya. Sikapnya kaku dan datar seperti biasa.     

"Shingo-san!" Reiko membungkuk ke Shingo. "Mohon bantuannya di sini, yah Shingo-san."     

Shingo tidak menjawab panjang lebar dan hanya mengangguk saja lalu dia kembali menyibukkan diri dengan lapaknya sendiri.     

Reiko pun mulai kembali fokus pada pekerjaan yang diberikan. Ia harus mulai membuat adonan tepung untuk takoyaki, lalu menempatkan masing-masing bahan di wadah yang sudah disiapkan agar nanti Yuza lebih muda mengambil dan mengaplikasikan ke alat cetak takoyaki.     

"Reiko-chan, apakah sulit?" tanya Yuza sambil menoleh ke Reiko sembari dia membuat takoyaki. Tangannya cekatan membolak-balikkan alat cetak itu, dan ketika tiba masanya, bola takoyaki akan dibolak-balik agar matangnya merata dan tidak gosong.     

"Ohh, ini ... ini cukup mudah, kok Yuza-kun. Jangan khawatir!" Senyum tulus Reiko menunjukkan dia gembira dengan pekerjaannya saat ini. Setidaknya, dia tidak diharuskan berpanas-panas di depan api.     

Dan sepertinya, Yuza juga bos yang baik.     

Sementara itu, Bu Sayuki berulang kali melirik sengit ke arah lapak takoyaki di sebelahnya. Tentu saja yang dituju matanya adalah Reiko, bukan yang lain. Dia geram atas kejadian yang terjadi beberapa hari silam. "Bocah campuran itu sungguh jalang, berani-beraninya dia ingin menggoda anakku! Huh!" Sembari menata ayam yang sudah digoreng, Beliau terus menggerutu.     

Bu Sayuki sudah mengetahui sejak lama bahwa Reiko tidak berdarah Jepang murni. Ia tahu ibu dari Reiko adalah orang Indonesia. Oleh karena itu, Beliau cukup memandang rendah Reiko berdasarkan itu.     

Meski Bu Sayuki mengetahui juga bahwa Nathan Ryuu juga bukan orang Jepang sepenuhnya, tapi karena darah campuran lelaki itu dari Eropa, mana mungkin Bu Sayuki tidak terkesan? Sedangkan darah dari Indonesia? Huh! Apa itu Indonesia? Bukan negara yang hebat, menurut Beliau.     

Semakin malam, pengunjung pasar semakin melimpah. Dan ini juga berlaku untuk lapak takoyaki Ichinose Yuza. Pemuda itu merasa bahwa pembeli lapaknya lebih banyak dari biasanya. Kini mulai ada banyak pria muda dan tua yang mendatangi lapaknya, lebih dari hari-hari yang lalu.     

Pembeli wanita di lapak Yuza masih berjubel di depan Yuza sambil mengamati lelaki itu memasak takoyaki untuk mereka. Sedangkan pembeli lelaki berdiam tenang di depan Reiko yang sedang mengaduk adonan tepung cair dan sesekali dia akan mencincang bahan-bahan.     

"Yu-kun, siapa dia? Pacarmu?" tanya salah satu pelanggan Yuza dengan berani sambil tersenyum genit ke Yuza meski telunjuknya terarah ke Reiko.     

"E-ehh? Pacar?" Yuza kaget juga ditodong pertanyaan macam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.