Inevitable Fate [Indonesia]

Darah Sudah Tertumpah



Darah Sudah Tertumpah

0moeru honoo (api yang membara)     
0

tomerarenai se wo mukete (aku tak bisa menghentikannya)     

iki wo korashite (aku menahan napas)     

dareka e to muketa yaiba wa (sebuah pedang ditujukan ke seseorang)     

- Silent Night (Japanese Ver.) by Dreamcatcher -     

=============     

Sore masih menggantung di bumi, mulai samar-samar memunculkan semburat jingga meski belum pekat, namun tanda-tanda petang segera merayap tanpa bisa dihentikan.     

Reiko baru saja selesai membantu memanen beberapa kubis, daun bawang dan membawa mereka ke tempat penyimpanan khusus sebelum nanti Shingo datang untuk mengambilnya seperti biasa.     

"Sepertinya Shingo-san lebih sering datang mengambil sayuran akhir-akhir ini." Bu Chiyo terkekeh seraya menutup tempat penyimpanan, menunggu Shingo datang untuk mengambilnya.     

"Benarkah begitu, Baa-chan?" Reiko menaruh sekop di tangannya ke tempat kotak kayu biasa di sudut ruangan itu.     

"Iya, dia sebelumnya hanya akan datang di hari Selasa. Tapi sekarang, sepertinya dia juga datang di hari Jumat. Fu fu fu ... entah apakah lapak dagangannya sangat laris akhir-akhir ini, atau ...." Bu Chiyo melirik Reiko dengan senyum penuh arti.     

"Ehh? Atau apa, Bu?" tanya Reiko dengan wajah penasaran karena kalimat menggantung dari orang tua itu.     

"Fu hu hu ... lupakan, lupakan, ini hanya omong kosongku saja, Rei-chan." Bu Chiyo menolak menjawab jelas mengenai kelanjutan kalimatnya tadi dan malah terkekeh. "Sudah, sana, lekas selesaikan sampah di kebun lalu mandilah, pasti sebentar lagi Yu-chan akan datang menjemputmu."     

"Baik, Bu." Reiko berjalan cepat ke kebun untuk membersihkan sampah panen di sana.     

"Kau!"     

Namun, baru saja Reiko masih menyapu dan mengumpulkan sampah-sampah itu, dia tiba-tiba mendengar suara geraman seseorang di belakangnya. Suara yang cukup dia kenali.     

Menoleh ke belakang, mata Reiko melotot kaget. Ada wajah sengit penuh kebencian dari Bu Sayuki yang mendatangi dia secara mendadak.     

Jlebb!     

Tusukan itu pun terjadi, Reiko sampai tak bisa berkata apa-apa ketika melihat dadanya berdarah dimana pisau Bu Sayuki ditusukkan.     

"Apa-apaan kau!" Suara Bu Chiyo ada di belakang Bu Sayuki.     

Dhuakk!     

Tanpa ragu, Bu Chiyo memukulkan sekop besar ke kepala Bu Sayuki. Segera saja, Bu Sayuki terhuyung dan menjauh dari Bu Chiyo. Meski tidak berdarah, namun dia langsung pening.     

Takut dengan Bu Chiyo yang masih memegang sekop, Bu Sayuki segera saja berlari meninggalkan pisau yang masih menancap di dada Reiko. Ia lari sekencang yang dia bisa.     

Bu Sayuki sendiri juga tak tahu kenapa dia melakukan itu. Hanya, dia merasa amarah di dadanya tak bisa diredam kecuali dia melakukan ini. Maka dari itu, dia hanya mengikuti dorongan hatinya dan melangkah pergi ke rumah Bu Chiyo untuk menemui Reiko dan melegakan hatinya.     

"Reiko! Rei-chan!" teriak Bu Sayuki sambil menahan tubuh Reiko yang merosot ke tanah.     

"Nenek Chiyo! Ada apa?" Shingo baru saja tiba dan turun dari mobilnya ketika dia mendengar suara histeris Bu Chiyo. Lebih terkejut lagi ketika melihat Reiko sudah terduduk di tanah dengan pisau ada di dadanya.     

"Shi-Shingo-san! Tolong! Tolong Rei-chan ...." Bu Chiyo menangis sambil mengiba pada Shingo yang menghampiri.     

.     

.     

"Mana Rei-chan?" Runa berlari menuju kamar rawat inap Reiko.     

"Runa, di sini!" Yuza memanggil Runa di depan lift. Dia sudah mengabari Runa.     

Gadis itu bergegas datang apapun yang terjadi meski belum ijin pada ketua asrama dia. Namun, dia sudah menyampaikan ijin kepada teman satu kamarnya bahwa dia memiliki kepentingan darurat hidup dan mati. Inilah kenapa temannya membiarkan Runa keluar asrama di petang ini.     

"Kok ke lantai atas?" Runa di dalam lift merasa heran. Apalagi lift semakin melonjak naik membawa mereka berdua ke satu lantai. "VIP? Kenapa kita ada di lantai VIP?" Ia makin heran.     

"Tadi Reiko-chan sudah didaftarkan masuk ke bangsal biasa, namun ternyata oleh Tuan Ryuu dipindahkan ke kamar VIP. Dan ini VIP terbaik yang pernah aku tahu!" Yuza masih takjub pada apa yang terjadi.     

Tadi sewaktu dia hendak menjemput Reiko seperti biasanya untuk pergi berjualan, ternyata Reiko sudah dimasukkan ke mobil Shingo dan dilarikan ke rumah sakit. Bersama neneknya di mobilnya, Yuza mengetahui kronologis kejadiannya.     

Lalu, baru saja Reiko tiba di rumah sakit dan dimasukkan ke ruang operasi, Bu Chiyo sudah mendaftar di bangsal umum, dan saat itulah Nathan Ryuu tiba secara mendadak dan mengatakan dia akan memindahkan Reiko ke VIP terbaik dan akan menanggung seluruh biaya.     

Segera, usai operasi, Reiko langsung diserahkan ke VIP terbaik rumah sakit itu.     

Dan saat menunggu Reiko dioperasi itulah Yuza mengabari Runa mengenai apa yang terjadi dengan Reiko. Maka dari itu dia menunggu Runa di depan lift lobi utama untuk mempermudah Runa menemukan Reiko.     

"Runa, sungguh ... ibumu benar-benar monster." Menghela napas berat, Yuza menyampaikan itu.     

Runa mengepalkan tangannya erat-erat, dia sungguh tidak menyangka pelakunya justru ibunya sendiri. Kenapa harus begitu? Ada apa dengan kepala sang ibu sampai tega berbuat hal mengerikan semacam itu?     

Menusuk seseorang? Membayangkan saja, Runa sudah ketakutan, apalagi melakukannya. Tapi mengapa ibunya malah ....     

Masuk ke kamar VIP tempat Reiko dirawat, di sana sudah ada Bu Chiyo, Shingo dan juga Nathan Ryuu duduk mengelilingi ranjang besar dimana Reiko belum sadarkan diri.     

"R-Rei ... Rei-chan ...." Runa menghampiri ranjang besar itu sambil menangis. Meraih tangan lemah Reiko yang tidak berhias jarum infus, Runa menangis di sana. "Maaf, Rei-chan ... aku sungguh minta maaf atas ibuku ... hu hu huuu ...." Ia menangis tersedu-sedu.     

.     

.     

"Apakah Bos belum terlihat turun?" tanya Zuko di dalam mobil.     

"Belum, Zuko-san." Sopir Nathan Ryuu menjawab.     

"Hghh ... pasti dia akan berjam-jam di dalam sana. Aku yakin itu." Zuko menyamankan duduknya.     

"Ya, Zuko-san." Sopir itu menjawab dengan anggukan tegas.     

"Hm, memangnya tadi bagaimana sih, sampai-sampai Bos sepanik itu?"     

"Ryuu-sama[1] menerima telepon dari anak buahnya yang mengabarkan Nona Arata ditusuk seseorang di kebun."     

"Bukannya anak buah Bos selalu berjaga dalam senyap di dekat rumah itu?" Zuko masih terheran-heran.     

"Ya, anak buah Ryuu-sama memang bertugas menjaga diam-diam di sana, tapi dia tidak berani bertindak gegabah agar tidak membuat takut Nona Arata."     

"Jadi, si anak buah itu tidak berusaha mencegah si penusuk itu?"     

"Anak buah itu mengira itu hanyalah pelanggan biasa dari Bu Chiyo, makanya dia tidak maju mencegah. Tapi setelah dia mengetahui Nona Arata ditusuk orang itu, si anak buah segera membekuk pelakunya." Si sopir menceritakan kronologi kejadian di sore itu.     

"Hm, berani melawan Nona Arata sama saja melawan Bos, pelakunya benar-benar berhalusinasi merasa dirinya punya banyak nyawa, yah!" Zuko malah berbelasungkawa pada Bu Sayuki yang pasti sebentar lagi akan mengalami nasib "hidup segan mati tak mau".     

"Ya, Zuko-san."     

"Hei, menurutmu, apakah Bos terlalu berlebihan menjaga gadis itu?"     

Sopir itu diam, tidak berani menjawab.     

"Atau memang gadis itu pantas menerimanya? Aku dengar dia anak yatim piatu dan sering mengalami kemalangan di hidupnya. Jangan-jangan Bos hanya sedang merasa iba saja. Bagaimana?" Zuko menyenggol lengan sopir di sebelahnya.     

"Saya ... saya tidak berani berkomentar apapun, Zuko-san."     

----------------     

[1] sufiks -sama adalah sufiks yang digunakan orang Jepang untuk seseorang yang sangat dihormati atau pada majikan. Kedudukannya lebih tinggi dari sufiks -san.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.