Inevitable Fate [Indonesia]

Keputusan Reiko untuk Bu Sayuki



Keputusan Reiko untuk Bu Sayuki

0Need some light (butuh cahaya)     
0

Don't knock at my door (jangan ketuk pintuku)     

Set me free (biarkan aku bebas)     

nigedaseru no nara (jika aku bisa melarikan diri)     

- Silent Night (Japanese Ver.) by Dreamcatcher -     

============     

Sudah ada beberapa orang yang berada di dalam kamar VIP tempat Reiko di rawat. Bu Chiyo, Yuza, Runa, Shingo dan tentunya Nathan Ryuu.     

Pemuda Onodera itu duduk di samping ranjang Reiko sambil diam tanpa bicara, sementara yang lainnya sudah duduk di sofa ruang tamu kamar itu. Yuza sebenarnya masih ingin mendampingi Reiko yang belum tersadar, tapi Runa menyeret pria muda itu menyingkir ke ruang tamu saja agar mereka bisa membiarkan Nathan Ryuu di dekat Reiko.     

Bu Chiyo masih terisak sedih dan Runa memeluk wanita tua itu, meski dia juga ikut terisak. Yuza terus menggeram marah dan Shingo duduk diam membaca majalah yang tersedia.     

"Sungguh, aku rasanya ingin sekali memukul ibumu, Runa!" desis keras Yuza saking tidak tahan lagi.     

Runa menoleh ke Yuza dan mengusap air matanya. "Yuza ...." Ia sendiri berada di kondisi dilematis. Yang satu adalah ibunya dan satu lagi merupakan sahabatnya. Mana yang harus dia beratkan dalam situasi begini? Katanya, darah lebih kental dari air, tapi apakah itu masih berlaku jika keluarganya berbuat salah?     

Mengetahui Runa bimbang, Yuza pun menggaruk belakang kepalanya sambil berkata, "A-ahh, maafkan aku, Runa. Aku ... aku tahu, seharusnya aku tidak bicara seperti itu ke kamu, tapi ... arrghh! Kenapa ini jadi rumit?!" Ia mengacak frustrasi rambutnya.     

Shingo melirik dua orang itu dan berbicara pelan, "Cukup serahkan saja itu pada polisi, kau tak perlu berbuat apapun yang nekat, bocah bodoh!"     

"Hiks! Aku benar-benar minta maaf atas tindakan ibuku. Aku ... aku ...." Runa bingung.     

"Runa-chan, tak perlu bagimu meminta maaf atas nama ibumu, dia sendiri yang harus melakukan." Bu Chiyo mengusap air mata di wajah tuanya dan menepuk-nepuk punggung tangan Runa.     

Sementara itu, ponsel Nathan Ryuu bergetar. Lelaki itu segera mengambil dari saku jasnya dan berbicara setelah bangun dari kursi dan pergi ke sudut lain yang sepi. "Ya, Itachi."     

"Tuan, saya sudah meminta polisi menangkap Bu Sayuki, dan saat ini saya menunggu keputusan Tuan." Suara Itachi terdengar di seberang.     

"Hm, ya bagus kalau memang dia sudah diamankan polisi. Lebih baik aku-"     

"Errmmhh ...." Tiba-tiba, terdengar suara dari arah ranjang.     

Sontak, Nathan Ryuu menoleh dan mendapati mata Reiko perlahan terbuka. Ia bergegas ke gadis itu, meraih tangan Reiko dan bertanya, "Reiko, kau sudah sadar!" Ia rasanya ingin menangis, lega karena akhirnya gadis itu melewati masa kritisnya dan mencapai kesadarannya lagi.     

"T-Tuan Ryuu?" Reiko bingung kenapa di sisinya ada Onodera Ryuzaki. Ia ingin bangkit, namun rasa sakit menyengat secara hebat muncul terutama pada dadanya.     

"Jangan!" cegah Nathan Ryuu. "Kau belum boleh bergerak dulu, oke?"     

"R-Rei-chan!" Runa muncul di ujung ranjang Reiko dan ia menangis haru sambil menubruk di sisi Reiko. Ia baru saja mendengar suara lirih Reiko yang siuman dan langsung berlari ke sahabatnya.     

Tak berapa lama, mereka semua berkumpul di sekeliling ranjang Reiko, sama-sama lega karena gadis itu berhasil siuman dan sudah melewati masa kritisnya. Entah ini sudah berapa jam terlewati sejak dia selesai dioperasi.     

Yang pasti, mereka tidak ingin bergerak dari tempat itu sebelum Reiko sadar.     

Kondisi Reiko masih sangat lemah dan perban membebat di dada kanannya. Sungguh beruntung pisau yang ditancapkan Bu Sayuki tidak terarah di dada kiri karena waktu itu Reiko masih sempat menghindar ke samping meski tetap saja terkena.     

Setidaknya, jantungnya aman, meski dada atas sebelah kanannya tertusuk cukup dalam.     

"Tuan Ryuu ... kenapa kau di sini?" tanya Reiko setelah semua orang selesai berbincang singkat dengannya.     

"Kenapa aku tidak bisa di sini?" Nathan Ryuu tersenyum lembut. "Apakah kau keberatan aku di sini?"     

"Rei-chan, jangan begitu." Runa menimpali. "Tuan Ryuu sudah banyak membantu, loh! Dari biaya rumah sakit, biaya operasi, dan tentu juga kamar VIP ini!"     

Reiko tersadar dan melihat ke sekeliling. Benar juga, dia ada di sebuah ruangan luas yang sangat nyaman, dan mereka semua bisa bebas menunggui dia. Bahkan perawat pun tidak 'mengusir' mereka seperti biasanya yang dilakukan di bangsal umum lainnya.     

Tentu saja penghuni kamar VIP beserta pengunjungnya memiliki perlakuan istimewa, kan?     

"Ohh, terima kasih, Tuan Ryuu." Reiko berusaha menganggukkan kepala sebagai rasa hormatnya kepada Onodera muda.     

"Tak perlu sungkan begitu, Reiko." Nathan Ryuu menepuk punggung tangan Reiko yang terbaring lemah di sisi tubuh. "Oh ya, kami sudah menangkap Bu Sayuki dan dia sudah diamankan di kantor polisi. Dia akan mendekam di penjara-"     

"Jangan, Ryuu-san." Reiko memotong ucapan Nathan Ryuu.     

"Heh?" Tak hanya Nathan Ryuu yang bingung, bahkan mereka di ruangan itu juga terheran-heran. "Jangan bagaimana maksudmu?"     

"Jangan buat Bu Sayuki masuk penjara." Reiko menjelaskan. "Tidak perlu sejauh itu."     

"Tapi ... dia sudah menusukmu, Reiko-chan!" Yuza berapi-api. "Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatan gilanya ini, kan?"     

Reiko menggeleng lemah sambil tersenyum dengan wajah masih sedikit pucat. "Tidak perlu. Aku tidak ingin memperdalam permusuhan Beliau padaku. Juga, aku tidak ingin menambah kesulitan Beliau. Bagaimana pun, Beliau sudah pernah berbuat baik dengan menampungku saat aku benar-benar tak memiliki tempat berteduh."     

Mendengar itu, tumpahlah tangisan Runa. "Maafkan aku, Rei-chan! Maafkan aku! Maafkan ibuku! Hu hu huuu ...."     

"Ru-chan, jangan menangis begitu." Reiko meraih tangan Runa dan menggenggamnya. "Mungkin ibumu saat itu sedang dikuasai emosi sehingga tidak bisa mengontrol tindakannya. Toh, aku selamat, kan?"     

"Lalu ... bagaimana ini? Apakah aku harus meminta polisi melepaskan Bu Sayuki?" Nathan Ryuu bingung dengan keputusan Reiko. Kalau dia di posisi Reiko, mana mungkin dia diam saja jika ada seseorang bertindak sejahat itu sampai membahayakan nyawanya?     

"Hm ...." Reiko menghela napas panjang, berpikir beberapa saat sebelum dia bicara lagi, "Mungkin ... aku hanya memiliki satu keinginan saja sehubungan dengan Bu Sayuki."     

"Katakan saja, Reiko." Nathan Ryuu lebih dari bersedia untuk mengabulkan apapun itu.     

"Tolong ... minta agar Bu Sayuki tidak menggangguku lagi, tidak mendatangiku lagi, dan biarlah kami menjalani hidup kami masing-masing saja." Reiko sudah mantap dengan keputusannya ini.     

Semua di sana melongo. Hanya itu saja?     

Namun, Nathan Ryuu paham, dia mengangguk dan matanya berkilat dan dia pun mundur ke arah balkon untuk menghubungi Itachi.     

"Ya, Tuan?"     

"Itachi, buat agar Bu Sayuki menandatangani surat persetujuan untuk tidak lagi mengganggu atau mendekati Reiko. Jika dia berada di radius 100 meter dari Reiko, dia akan langsung dijebloskan ke penjara!"     

"Baik, Tuan, serahkan pada saya mengenai ini."     

Nathan Ryuu tersenyum puas tatkala menutup teleponnya. Dengan begitu, tak ada lagi alasan bagi Bu Sayuki untuk bisa mengganggu Reiko dengan cara apapun secara langsung. Selain itu, dia juga bisa menaruh anak buah untuk terus mengawasi Bu Sayuki.     

Takkan ada ampun bagi seseorang yang berani menyakiti Reiko!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.