Inevitable Fate [Indonesia]

Rencana ke Tokyo



Rencana ke Tokyo

0Well, I can promise you tomorrow     
0

But I can't buy back yesterday     

- I'll Be There For You by Bon Jovi -     

=============     

Pada siang harinya ketika semua orang sudah pergi dari ruangannya, tepat saat itu Nathan Ryuu pun datang lagi ke kamar rawat inap Reiko. "Apakah mereka semua sudah pergi?"     

"Umh!" Reiko mengangguk. Gadis itu sedang menikmati makan siangnya sendiri menggunakan meja lipat khusus.     

Segera, lelaki Onodera membantu menyuapi Reiko tanpa gadis itu bisa menolak. "Maaf, rapatnya cukup lama."     

"Lama? Kurasa tidak. Ini hanya sekitar 3 atau 4 jam kau pergi, ya kan?" Reiko membantah. Lelaki satu ini memang terkadang hiperbolis, hanya 4 jam berpisah saja sudah meminta maaf.     

"Itu karena aku khawatir dan lekas rindu padamu, Rei," sahut Nathan Ryuu menyebabkan pipi Reiko merona dan gadis itu tersipu. "Ohh, aku masih teringat dengan saranku waktu itu. Mengenai kau pindah ke Tokyo."     

Reiko mendesah kecil usai menelan makanannya. Topik itu lagi. Tidak bisakah pria ini melupakan mengenai hal itu? "Tokyo, yah? Haruskah?"     

"Aku hanya ingin bisa lebih maksimal memberimu perlindungan dan kenyamanan, Rei. Jangan salah paham."     

"Lalu ... aku harus hidup di mana di Tokyo nanti?"     

"Kamu bi-"     

"Aku akan menolak jika itu adalah hunianmu!" potong Reiko, cepat.     

Seketika, Nathan Ryuu bisu, tak bisa meneruskan ucapannya, karena itu memang telak seperti yang ada di pikirannya.     

"Ryuu, aku belum bisa terlalu cepat di hubungan kita ini, kau sudah berjanji, kan?" Reiko menyentuh punggung tangan pria itu, berharap Nathan Ryuu memahaminya.     

"Baiklah, kau boleh tinggal di manapun asalkan tempat itu aman dan aku bisa percaya kau baik-baik saja di sana." Nathan Ryuu menyerah.     

"Baik, nanti aku akan mencari sesuai kriteriamu. Tapi, jangan berlebihan memberikan kriteria, oke Ryuu?" Reiko harus menekankan ini. Ia takkan bisa menerima jika Nathan Ryuu mengharuskan dia tinggal di penthouse, misalnya. Untuk apa hunian semahal itu? Apalagi harus ditinggali sendirian saja? Tidak usah, terima kasih! Dia akan lebih nyaman dengan apartemen kecil yang hangat dan nyaman.     

"Oke, aku akan mempertimbangkan keinginanmu dan akan mencoba menghargai keputusanmu mengenai hunian."     

Reiko lega. "Lalu ... aku harus mengerjakan apa di Tokyo? Aku tak mungkin hanya duduk santai tanpa melakukan apapun, kan?"     

"Kau bisa begitu, Rei. Kau tak perlu bekerja."     

"Tidak bisa, Ryuu. Aku sudah terbiasa bergerak dan bekerja. Bahkan misalkan aku tidak bekerja secara nyata, aku akan tetap melakukan sesuatu untuk kebahagiaan dan kepuasan harga diriku."     

"Hghh ...." Sepertinya Nathan Ryuu menemui gadis keras kepala yang tidak bisa semudah itu dipuaskan dengan limpahan kenyamanan hidup dari harta dan tahta. Reiko sudah terbiasa mandiri dari remaja dan ingin terus begitu.     

Menghargai itu, Nathan Ryuu pun mengangguk. "Aku sudah menyiapkan beberapa jenis pekerjaan jika kau memang ingin bekerja."     

Mata Reiko bersinar dan dia minatnya seketika timbul. "Apa saja itu?"     

"Pelayan butik, pelayan restoran, karyawan kantor advertising, asisten chef, pegawai bank, akuntan perusahaan daging, pegawai toko roti ...." Pria Onodera itu menjabarkan berbagai jenis pekerjaan.     

"Itu ... itu semua ... bagaimana kau bisa mendapatkannya?" Mata Reiko berkedut heran, bagaimana mungkin lelaki itu tiba-tiba sudah memiliki tempat kosong untuknya di berbagai jenis pekerjaan tadi?     

"Yah, itu semua milik rekan dan kolegaku. Aku berhasil mendapatkan lowongan yang sekiranya cocok dan pantas untukmu."     

"Kau meminta lowongan itu ke mereka?" Reiko memicingkan mata, curiga.     

"He he he, iya." Memang benar, Nathan Ryuu memang meminta rekan dan koleganya untuk memberikan slot kosong pekerja di perusahaan atau bisnis mereka.     

Seperti yang sudah diduga Reiko. Semua adalah koneksi milik Nathan Ryuu. Haruskah dia menolaknya? "Bolehkah aku mencari sendiri?"     

"Maaf, tapi tidak, Rei. Aku tidak ingin mengambil resiko seperti halnya kejadian di konbini dulu." Lelaki Onodera menggeleng dan mengingatkan Reiko mengenai insiden tak enak di konbini milik Tuan Yamada Shoichiro.     

Reiko menelan salivanya karena dia juga teringat mengenai itu. "Hm, baiklah, aku akan memilih salah satu dari yang tadi kau sebutkan. Tolong sebutkan lagi, Ryuu."     

Sekali lagi, Nathan Ryuu menyatakan apa saja pekerjaan yang bisa dia dapatkan untuk Reiko.     

"Um ... toko roti, yah!" Sudah cukup lama Reiko ingin menjajal bekerja di toko roti.     

"Kenapa? Kau tertarik di situ? Itu milik salah satu teman baikku masa kuliah di luar negeri."     

"Ohh? Apakah pemilik toko roti itu orang luar Jepang? Ekspatriat?"     

Nathan Ryuu menggeleng. "Tidak. Dia orang Jepang seperti kita namun dulu kuliah di Eropa dan kami berteman baik dari sana."     

"Umm, kalau begitu, aku mungkin akan memilih itu saja." Reiko semakin yakin.     

"Kau serius ingin di toko roti?" tanya Nathan Ryuu sambil picingkan mata. "Tidak ingin yang lebih bergengsi seperti karyawan bank atau kantor?"     

"Bukankah kau sendiri yang memberikan pilihan, Ryuu? Astaga kau ini ...." Reiko memutar matanya.     

"Ha ha ha! Baiklah, baiklah, toko roti, yah! Aku nanti akan menghubungi temanku. Kau bisa masuk ke sana kapanpun kamu siap, Rei."     

-0-0-0-0-     

Ketika ide mengenai Reiko hendak pindah lagi ke Tokyo dan orang-orang terdekat dia tahu, Yuza langsung bereaksi keras. "Aku ikut! Pokoknya aku harus ikut!" Wajahnya menunjukkan keras kepala yang sepertinya tidak bisa didamaikan oleh apapun.     

Bu Chiyo melotot ke cucunya. "Apa kau harus aku ingatkan bahwa kau ini pedagang takoyaki di sini!"     

"Aku akan serahkan takoyaki ke kakakku! Dia sudah lama ingin mengambil alih itu dariku. Nah, tepat, kan!" Yuza memamerkan senyum kemenangan.     

"Kau!" Bu Chiyo tak bisa membalas dengan kalimat apapun, hanya mendelik saja ke cucunya.     

"Rei-chan, kau sungguh ingin kembali ke Tokyo?" Runa tampak sedih. Reiko mengangguk. "Aku akan sangat kehilanganmu."     

"Jangan begitu, Ru-chan. Bukankah Tokyo dan Kamakura tidak terlalu jauh? Kau bisa mengunjungiku di Tokyo dan kita akan bersenang-senang di akhir pekan, oke?" Reiko meraih Runa untuk dipeluk.     

Ketika Nathan Ryuu masuk ke ruangan itu, segera saja Yuza mendatangi pria itu dan berkata, "Ryuu-san, bolehkah aku ikut Reiko-chan ke Tokyo?"     

"Heh?" Nathan Ryuu terkejut, tak menduga akan mendapatkan 'serangan' ini dari Yuza begitu dia masuk ke kamar rawat inap Reiko. Ia alihkan tatapan ke kekasihnya.     

"Sepertinya itu tidak buruk, ya kan Ryuu?" Reiko tersenyum. "Yuza-kun bisa membantu menjaga aku di toko roti." Secara tiba-tiba, Reiko memiliki keputusan itu begitu saja.     

"Kau ... yakin, Rei?" Sebenarnya, Nathan Ryuu ingin bertanya, apa kau yakin ingin bersama dengan rivalku itu?     

Sayangnya, Reiko tak terlalu peka mengenai itu dan malah mengangguk. "Boleh, kan?"     

Pandangan Nathan Ryuu bergantian ke Reiko dan Yuza. Yang satu menatap kalem dan satunya lagi menatap dia penuh dengan binar harapan.     

Bagaimana ini? Apakah dia harus mengiyakan keinginan kekasihnya? Tapi Yuza itu saingan cintanya! Namun, kemarin dia banyak berbincang dengan Reiko bahwa mereka saling berjanji untuk tidak akan curang dalam hubungan mereka. Tidak akan berselingkuh, apapun yang terjadi.     

"Jika salah satu dari kita mulai bosan atau tak nyaman menjalani hubungan ini, maka boleh mengajukan putus daripada berselingkuh." Demikian kata Reiko malam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.