Inevitable Fate [Indonesia]

Undirect Kiss



Undirect Kiss

0Gon' show me what you workin' wit (ingin menunjukkan padaku yang kau kerjakan)     
0

jigeum dashi sorichyeo bwa deo keuge (berteriak kencang lagi)     

Got a wave jigeum tamyeon dwae (rasakan nikmatnya keberhasilan, kau bisa dapatkan sekarang)     

Hey geu janeul deureo yeah (hei, angkat gelasmu, yeah)     

- Work It by NCT U -     

===========     

Di tengah kehebohan masing-masing rekannya, mendadak Reiko merasa ponselnya berbunyi walau lirih dan dia mengambilnya, membaca nama yang menghubungi dia.     

Nathan Ryuu.     

"Aku ... harus mengangkat telepon dulu, permisi." Reiko pamit untuk menerima panggilan dan bergegas keluar dari tempat itu, mencari sudut yang agak sepi. "Halo, Ryuu?"     

"Rei, ada di mana kau saat ini?" tanya Nathan Ryuu di seberang sana.     

"Aku ... aku sedang ada di warung izakaya."     

"Daerah mana?"     

Reiko pun menyebutkan nama areanya dan bertanya pada sang kekasih. "Ryuu, apa kau marah? Aku ... aku minta maaf langsung memutuskan ini begitu saja ketika rekan mengajakku. Maaf!"     

"Aku tidak marah, sayank. Hanya ingin tahu saja. Dengan siapa saja di sana?" Nada suara Nathan Ryuu berubah lembut.     

Reiko menyebutkan siapa saja yang ada di rombongan tadi. Rahang Nathan Ryuu mengetat ketika mendengar nama Yuza dan Shingo disebutkan, namun dia tidak menampakkan dari suaranya.     

"Ohh, kalau begitu, jaga dirimu dengan baik di sana, Rei. Lekas pulang, jangan terlalu malam," pesan Nathan Ryuu.     

"Iya, tentu." Reiko mengangguk meski lelaki Onodera itu tentu tidak bisa melihatnya.     

"Oh, dan pesanku lagi ... jangan mabuk, oke? Baik-baiklah bersosialisasi dengan kawan-kawan barumu, dan selalu hubungi aku jika ada apa-apa, ingat itu."     

"Iya, Ryuu. Aku mengerti. Tentu saja." Lagi-lagi, Reiko terus mengangguk-anggukkan kepala dan telepon disudahi. Kemudian, ia merasa geli sendiri sibuk menganggukkan kepala meski kekasihnya jauh tak bisa melihat dia.     

Benarkah demikian, Nona?     

Ketika Reiko masuk kembali ke warung izakaya itu, ada mobil hitam terparkir tak jauh dari sana. Seseorang di dalamnya hanya mendesah ringan setelah memasukkan ponselnya kembali ke saku jasnya.     

"Tuan, tetap di sini atau pulang?" tanya sopir di depannya.     

"Di sini saja dulu." Lelaki itu menyamankan sandaran pada punggungnya sambil mengendurkan ikatan pada dasinya dan mengurai kancing teratas dari kemejanya. Kepalanya disandarkan dan dia memejamkan mata.     

Ya, dia adalah Nathan Ryuu, yang sengaja datang ke Ikebukuro hanya untuk melihat Reiko dan terus menjaga gadis itu dengan diam-diam.     

Di dalam izakaya, Reiko sudah duduk bergabung dengan rekan-rekannya.     

Erina langsung saja bertanya ke Reiko, "Apakah tadi telepon dari pacarmu, Reirei?"     

"O-ohh! Bu-bukan!" Reiko menyangkal. Dia memang tidak ingin mengungkap bahwa dia sudah memiliki kekasih. Entah apakah karena dia gugup dan belum terbiasa dengan kata 'pacar', atau dia hanya ingin tetap rendah hati dan tidak ingin mengumbar hal privasi dia.     

"Ohh, kukira itu pacarmu, karena Reirei secantik ini, mana mungkin belum punya pacar, ya kan?" Erina secara ceria menyampaikan dugaannya.     

Reiko hanya menjawab dengan senyuman tersipu saja.     

Kemudian, pesanan pun datang. Ada bermacam-macam makanan sederhana disebar di meja mereka. Ada edamame (kacang kedelai utuh yang direbus dan digarami agar gurih), goma-ae (ragam sayuran yang disajikan dengan cara ditumis dan diberi wijen), kaarage (ayam goreng ukuran sekali gigit), sashimi (potongan ikan mentah), tebasaki (sayap ayam goreng), agedashi doufu (tofu yang digoreng dengan tepung kentang atau tepung jagung dan diberi sedikit kuah dalam penyajiannya).     

"Ohh, mana minumannya?" tanya Azuka pada pelayan.     

"Segera kami antar, Nona." Pelayan menjawab dan di belakangnya ada pelayan lain yang ternyata membawa pesanan minuman mereka.     

"Mana birku?" tanya Erina.     

"Ohh, sake! Yes! Ini yang terbaik untuk sepulang kerja!" Yuza berseru girang menerima sake-nya. Segera, berbotol-botol sake sudah diedarkan untuk semua orang.     

"Ini Shochu milikku!" Azuza mengambil botol berisi shochu atau minuman distilasi, dan dia memilih yang berjenis kome (distilasi dari beras).     

"Mana chuhai pesananku?" Yukio meneriakkan minuman pilihan dia. Itu adalah minuman beralkohol buatan asli Jepang yang memadukan shochu dari bahan barley dan air berkarbonasi dan diberi perisa berbagai macam seperti buah atau krim soda. Chuhai modern di Jepang saat ini banyak menggunakan vodka untuk menggantikan bahan shochu-nya.     

Tak berapa lama, semua orang menikmati minumannya dan diselingi dengan makanan kecil di depannya. Sambil mengobrol dan bercanda, hingga tak terasa berbotol-botol sake sudah ludes.     

Reiko juga sudah menghabiskan sebotol sake bagiannya dan wajahnya mulai memerah. Kepalanya berdenyut pusing, tapi dia tidak berkata apa-apa dan tidak ingin mengeluh agar tidak membuat yang lain khawatir. Begitulah dia.     

"Reiko-chan, apakah kau baik-baik saja?" tanya Yuza ketika melihat Reiko di sampingnya mendadak doyong ke bahunya.     

"A-aku tidak apa-apa!" bantah Reiko sambil menegakkan tubuhnya sebaik mungkin. Sebagai gadis yang jarang sekali menyentuh sake dan minuman alkohol lainnya, sudah pasti dia langsung merasakan efek dari apa yang dia minum sejak tadi.     

Padahal Reiko sudah menolak dengan halus ketika dia disodori sebotol sake, namun Erina terus membujuknya dengan berbagai kata-kata, membuat Reiko tak enak hati menolak dan akhirnya menyetujui botol itu dalam genggamannya.     

"Reirei, kau tidak mabuk, kan? Tak mungkin kau sudah mabuk! Aku bahkan sudah 2 botol, nih! Ayo, jangan kalah denganku, Reirei!" Erina malah menuangkan segelas sake lagi ke Reiko.     

Pipinya sudah memerah dan kepalanya mulai terasa pusing, namun Erina masih menuangkan sake berikutnya untuk dia. Bagaimana ini? Dia sungguh tidak enak jika menolak. Apalagi, dia adalah karyawan baru. Erina mengadakan ini dengan alasan pesta penyambutan untuk Reiko.     

"Erina, jangan paksa Reiko-chan lagi!" Yuza menegur Erina di seberangnya. "Sepertinya dia sudah mabuk. Berhenti menuang sake terus padanya."     

"Ehh? Tapi ini aku adakan untuk menyambut Reirei di Magnifico. Reirei sudah berumur 20 tahun lebih, kan?" Erina membalas dengan wajah muram sedih.     

"A-ahh, baiklah. Ayo, aku akan minum lagi." Tangan Reiko terasa lemah ketika dia menjulurkannya ke depan, hendak mengambil gelas kecil itu. Meski sudah selemas ini dan mulai mabuk, namun Reiko tidak ingin orang bertengkar hanya karena dirinya.     

Maka dari itu, dia yang tidak menyukai adanya pertengkaran pun meneguhkan hatinya untuk minum sekali lagi, dan mungkin setelah ini dia bisa beralasan lelah dan ingin pulang.     

Mungkin nanti dia akan langsung tidur saja sesampainya di apartemen dan pekerjaan utaite dia bisa dilakukan hari esoknya lagi. Masih ada waktu untuk itu, bukan?     

Oleh karena itu ... biarlah ini menjadi gelas terakhir yang akan dia tenggak paksa ke mulutnya.     

Tepp!     

Mendadak, Shingo menahan tangan Reiko yang sudah menyentuh gelas berisi sake dan mengambil gelas gadis itu sambil berkata, "Aku akan mewakili dia minum." Dan langsung saja ia menenggak sake di gelas Reiko tanpa bisa dicegah siapapun.     

Astaga! Bukankah itu namanya ciuman tidak langsung?!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.