Inevitable Fate [Indonesia]

Kau Ingin Membangunkan Jenderalku?



Kau Ingin Membangunkan Jenderalku?

0I finally found the love of a lifetime     
0

A love to last my whole life through     

- Love of a Lifetima by Firehouse -     

==========     

Pagi sudah menjelang, sinar mentari jam 7 pagi mulai menyelinap malu-malu dari balik tirai tipis, membawa nuansa hangat sebuah pagi.     

"Ungghh ...." Reiko menggumam kecil saat dia mulai terbangun. Ia merasa dia memeluk guling besar. Apakah guling di apato dia memang sebesar ini?     

Gadis itu pun mencoba membuka mata meski kepalanya masih terasa pening efek dari mabuk semalam. Ia berusaha fokuskan pandangannya yang masih terasa berat.     

Namun, begitu dia mengetahui apa yang dia peluk, dia terpekik kaget. "Ryuu!" Ternyata dia tidur di atas tubuh Onodera Ryuzaki. Ia lekas menegakkan punggungnya dan dua kakinya masih mengangkangi Nathan Ryuu, membuatnya terduduk di perut bawah lelaki itu.     

Ya ampun! Bagaimana bisa dia tidur di atas tubuh kekasihnya? Apakah semalam dia terlalu mabuk sampai tak sadar akan perbuatannya? Atau ... jangan-jangan ....     

Segera saja Reiko memeriksa pakaiannya, memutar torso ke kanan dan ke kiri lalu menghembuskan napas lega bahwa pakaiannya masih melekat sempurna di tubuhnya, tidak tampak adanya pembukaan di bagian apapun. Berarti ... aman, ya kan?     

"Sayank, kalau kau terus bergerak-gerak seperti itu, kau bisa membangunkan jenderalku." Suara lirih dan serak khas orang bangun tidur pun tiba di pendengaran Reiko. Siapa lagi kalau bukan suara Nathan Ryuu.     

"Hah?" Reiko terkejut. Apa tadi pria itu bilang? Sesuatu tentang jenderal?     

"Sayank, kalau jenderalku bangun, dia pasti meminta adanya pertempuran. Apa kau sudah siap bertempur?" Kini mata lelaki itu sudah membuka dan dia tetap tergolek diam di bawah jepitan dua paha Reiko.     

Reiko merenung sejenak. Jenderal? Meminta pertempuran? Astaga! Mengetahui makna kalimat nakal dari kekasihnya, ia lekas saja menyingkir dari atas tubuh Nathan Ryuu dengan wajah merah padam.     

Hal ini mengakibatkan adanya kekehan kecil pria Onodera. "Kenapa? Kau tidak ingin mencoba bertempur melawan jenderalku?"     

"Ryuu! Kau ini!" Reiko malu setengah mati. Bisa-bisanya lelaki ini berkata senakal itu. Ehh, tapi dia kan sudah dewasa, kenapa harus malu mendengar 'dirty talk' semacam itu dari kekasihnya? Ya, tapi dia kan masih terlalu hijau pekat untuk urusan semacam itu!     

"Ha ha ha, oh aku akan memesan sup untukmu agar efek mabukmu semakin hilang. Kepalamu masih pening?" Lelaki Onodera bangun terduduk di kasur sambil menatap Reiko yang duduk di tepi kasur.     

Reiko mengangguk. Kepalanya masih sedikit berdenyut dan perutnya masih menyisakan sedikit rasa tak nyaman. Mungkin karena kosong, sebab sudah di'cuci gudang' di mobil Nathan Ryuu. Ahh, memikirkan itu, dia jadi tak enak hati pada lelaki itu. "R-Ryuu, mengenai mobilmu, aku-"     

"Sudah dibawa ke tempat pencucian, kok! Kau bisa tenang, sayank." Nathan Ryuu sudah menjawab terlebih dahulu, seolah paham apa yang ingin dikatakan kekasihnya.     

"Ma-maaf, yah! Aku ... aku sudah bertingkah aneh semalam, iya kan?" Reiko menunduk dan melirik malu ke pria Onodera.     

"Ya, kau memang bertingkah sa...ngat aneh tadi malam." Lalu, Nathan Ryuu mulai menceritakan satu demi satu. Dari mengenai Reiko dipapah Yuza, lalu masuk ke mobilnya dan muntah di sana dan kemudian Nathan Ryuu sampai harus menggunakan metode ciuman agar bisa memasukkan jus buah ke mulut Reiko.     

Mendengar itu, Reiko merasa luar biasa malu. Bisa-bisanya dia bertingkah macam itu. Ia menangkupkan dua telapak tangannya ke pipinya sambil menggeleng tak percaya sudah melakukan ini dan itu selama mabuk.     

Memang, seharusnya dia tak ikut acara minum-minum seperti semalam karena dia sadar diri bahwa dia memiliki batas toleransi sangat rendah pada alkohol. Dan sepertinya dia akan kehilangan kendali diri ketika mabuk.     

Ya ampun, apakah masih ada hal memalukan lainnya yang dia perbuat ketika mabuk?     

"Ya, kau bahkan memelukku dari belakang, memintaku untuk tetap tinggal di sini menemanimu di saat aku sudah hendak pulang dan selesai membasuh wajah, leher, tangan dan kakimu."     

"Ya ampun ...," desis Reiko sambil membayangkan dirinya yang begitu tak tahu malu melakukan itu pada Nathan Ryuu. Pipinya masih dipegang dua tangannya. Pipinya terasa panas karena merona.     

"Dan kau tahu, kau bahkan menarik aku ke ranjang hingga aku hampir menindihmu."     

"Oh tidak ...."     

"Oh ya, sayank. Tentu saja itu iya. Dan kau tahu ... kau bahkan mengucapkan kalimat hebat lainnya, membuatku harus mati-matian menahan jenderalku di kastilnya."     

"Ka-kalimat hebat? Kalimat seperti ... apa?" Perasaan Reiko mendadak tak enak. Apakah dia akan lebih malu dari ini?     

"Kau berkata ... kau sudah jatuh cinta padaku ...."     

"Oh no ...." Reiko menggelengkan kepalanya.     

"Oh yes, tentu saja sayank. Dan ini kalimat epic darimu ... pada akhir ucapanmu, kau berkata ... kau sangat menyukai ciumanku."     

Reiko rasanya ingin lekas menggali lubang sedalam mungkin dan masuk ke sana untuk bersembunyi, dan takkan keluar, mungkin untuk 1 milenium berikutnya. Ini terlalu memalukan! Mengatakan bahwa dia menyukai ciuman Nathan Ryuu secara gamblang, bahkan di depan hidung pria itu sendiri?!     

Oh duhai alam semesta, bisakah waktu diulang kembali ke masa Erina sedang membujuk Reiko ikut makan bersama dengannya. Reiko akan dengan teguh menolaknya, meski dia diseret paksa menggunakan buldozer atau tank sekalipun! Tidak!     

Astaga ... apakah ada yang lebih memalukan dari mengatakan kepada kekasih barumu bahwa kau menyukai ciumannya?     

"Masih ada, sayank."     

"Hah? Masih ada?!" Duhai semesta, apakah aku harus mempermalukan diriku sendiri berulang-ulang? Terkutuklah alkohol! Reiko menyeru di batinnya. Dia takkan lagi menyentuh benda bernama minuman alkohol! Tidak! Never ever again! Ia akan menyatakan perang terhadap alkohol!     

Nathan Ryuu tersenyum nakal sambil mengangguk. Reiko harus bersiap-siap mendengarnya. Maka, dengan penuh antisipasi, Reiko menatap kekasihnya secara intens. "Karena kau tak mau aku pergi meninggalkanmu, kau erat memelukku dalam tidurmu."     

Kembali, Reiko menangkupkan tangan ke pipi.     

"Dan bahkan di tengah malam, kau mendadak menaiki tubuhku dan menjadikan aku seperti gulingmu, kau tidur bagai bayi yang tengkurap di atas tubuh ibunya. Khu hu hu ... begitu manis!" Kekehan tawa kecil pria Onodera berbanding terbalik dengan ekspresi Reiko.     

Tangan yang semula menangkup pipi, kini menutupi seluruh wajahnya. Harga dirinya sebagai perempuan sudah luntur. Reiko benar-benar ingin mengutuk semua alkohol yang menyebabkan dia seperti itu. Tapi, sesungguhnya, yang harus paling disalahkan tentu saja dirinya sendiri yang tidak bisa gigih menolak setiap rekan-rekannya menyodorkan minuman, gelas demi gelas, teguk demi teguk.     

"Cuma itu?" tanya Reiko tanpa membuka tangan di wajahnya.     

"Ya, cuma itu, meski aku berharap lebih jauh, sih, khe he he ...." Nathan Ryuu malah menggoda.     

"Ahh!" Mendadak, Reiko membuka tangannya dan wajahnya terlihat panik. "Oh tidak! Gawat! Gawat ini!" Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mondar-mandir secara panik.     

"Ada apa, sayank? Kenapa sepanik itu?" tanya Nathan Ryuu.     

"I-ini jam berapa, coba! Ini sudah hampir jam 8! Dan ... dan aku belum pergi ke Magnifico!" jerit Reiko, panik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.