Inevitable Fate [Indonesia]

Si Jenius Kue



Si Jenius Kue

0When each one of us feels important inside     
0

Loving and giving and glad we're alive     

- I Think You're Wonderful by Red Grammer -     

==========     

Usai Nahan Ryuu pergi, Reiko masih saja tersenyum-senyum mengingat momen istimewa tadi. Tak sadar, dia menyentuh bibirnya lagi dan terkekeh bagai orang tolol, lalu ingat bahwa ini masih belum terlalu malam, maka dia mungkin masih bisa mengerjakan project utaite-nya.     

Reiko berjalan masuk ke kamarnya sambil dia meraih ponsel untuk melihat ke chat grup, di bagian folder khusus sudah ada postingan mengenai lirik lagu Dakini yang akan mereka nyanyikan dan termasuk pembagian suara.     

Mempelajari dengan cepat apa saja bagian yang harus dinyanyikan, Reiko kemudian mulai mengerjakan perekaman suara dia di ruang kedap suara baru dia.     

Setelah berhasil merekam sedikit bagiannya, dia mengirim file suara itu kepada Silver, rekan grup dia yang mengatur mengenai submitting suara mereka.     

"Bagaimana, Silv? Apakah sudah sesuai suaraku?" tanya Reiko di telepon chat.     

"Sebentar aku periksa dulu." Silver dari seberang menyahut. Reiko pun menunggu dengan sabar. Kemudian suara Silver terdengar lagi. "Coba kamu jangan pakai falseto di bagian akhir. Pakai head voice, Re."     

"Um, oke. Aku akan rekam lagi." Reiko setuju. "Apa hanya bagian itu saja?"     

"Ya, sementara yang itu. Dan jangan terlambat mengirimkan file suaramu yang lain, yah! Seminggu lagi harus selesai agar aku tidak terburu-buru mengerjakan semuanya."     

"Lalu, Tear masih akan mengerjakan videonya?" Reiko menyebut nama rekan grupnya yang terbiasa membuat video animasi setiap project mereka.     

"Ya, biar dia saja, karena dia yang paling menguasai itu. Karaktermu ingin yang bagaimana? Sudah lapor ke Tear?"     

"Sudah, kemarin malam aku sudah memberikan detil karakter yang aku mau." Reiko teringat kemarin di hotel, dia memang sudah mengirim pesan ke Tear mengenai desain karakter sesuai keinginannya. "Dan besok atau lusa mungkin Tear akan menunjukkan hasilnya. Semoga seperti yang aku harapkan."     

"Oke, aku tunggu file suaramu berikutnya."     

"Oke, sankyu Silv."     

Kemudian, telepon pun disudahi. Reiko merekam dulu bagian yang harus dia revisi seperti keinginan Silver tadi. Cukup melelahkan juga karena harus menggunakan head voice pada nada tinggi. Ia membutuhkan setengah jam lebih untuk merampungkan semua dan mengirimkannya ke Silver.     

Setelah semua rampung, Reiko pun tidur. Dia bisa merekam bagian lain besok malam saja.     

-0-0-0-0-     

"Reirei!" Suara nyaring dan khas itu menyapa telinga Reiko ketika dia memasuki pintu samping Magnifico pagi ini. Sosok riang Erina sudah mendekat ke arahnya.     

"Erina-san." Reiko balas menyapa gadis yang berlari-lari kecil ke arahnya.     

"Kau tidak bersama Yu-kun?" tanya Erina sambil menoleh ke belakang Reiko.     

"Eh? Tidak. Kami tidak janjian untuk pergi bersama." Reiko patuh ketika lengannya dililit lengan Erina ke ruang loker.     

"Ohh, lalu kemarin, kenapa kalian bertiga bisa datang bersama?" Erina bertanya lagi mengenai kedatangan Reiko, Yuza dan Shingo secara bersamaan masuk ke ruang karyawan.     

"Ohh, kemarin tidak bersamaan, kok!" sangkal Reiko. "Kami datang sendiri-sendiri, dan aku bertemu Shingo-san di depan Magnifico, sedangkan Yuza-kun sudah datang terlebih dahulu dan menghampiri aku yang masih di depan dengan Shingo."     

"Ah ... ternyata demikian. Kukira kalian bertiga datang bersama-sama karena janjian. Hi hi, maaf yah, sudah salah mengira." Erina membungkuk cepat sambil aura cerianya belum luntur dari wajah.     

"O-ohh, tidak apa-apa." Reiko meletakkan tas cangklongnya ke dalam loker dan mulai mengganti pakaiannya dengan seragam Magnifico yang serba hitam. Untuk anggota grup, hanya cukup mengenakan kaos seragam saja dan celemek hitam. Bawahan hanya diminta memakai celana panjang. Sedangkan ketua grup harus memakai seragam ala chef namun serba hitam, tanpa celemek.     

Lalu, bersama Erina, Reiko mengenakan perlengkapan lainnya seperti hair cap (penutup kepala) dari bahan kain, memasukkan semua rambut mereka ke dalamnya. Setelah itu, mencuci tangan dengan bersih sebelum mengenakan masker dan selanjutnya memakai sarung tangan plastik warna hitam.     

Itu semua prosedur pakaian di Magnifico. Seluruh karyawan yang membuat roti harus memakai perlengkapan semacam itu agar roti selalu steril.     

Kemudian, keduanya pun keluar dari ruang loker dan sepanjang jalan, sejak tadi, Erina terus menanyakan mengenai Yuza ke Reiko. Meski agak risih, Reiko masih dengan sopan menjawab pertanyaan Erina yang mampu dia jawab, kecuali masalah keluarga Yuza, Reiko tidak berani mengatakan apa-apa untuk menghindari kesalahan.     

"Erina-san, aku akan ke meja grupku dulu, yah!" Reiko hanya bisa beralasan begini agar Erina tidak lagi menempel padanya. "Sepertinya timku sudah ada yang datang."     

"Ohh ...." Wajah Erina seperti kecewa. "Hm, baiklah. Nanti makan siang bersama seperti kemarin, yah!" Sekejap kemudian, senyum secerah matahari muncul lagi di wajah Erina.     

"Baik." Reiko mengangguk dan mereka berpisah ke meja masing-masing. Kemudian, Reiko menyapa beberapa rekan grupnya yang sudah datang, dan dia mulai memerhatikan apa saja masukan dari mereka sambil menunggu yang lain datang.     

.     

.     

Sepagian ini, Reiko terus bekerja giat dan tekun di bagian roti tart. Dia terus menyerap seluruh ilmu yang diberikan senior-senior dia dan semakin cakap dalam mengaplikasikannya ke tindakan.     

"Reiko-san, buat krim-nya," perintah Ino sebagai ketua grup.     

"Baik!" Reiko langsung bergerak mengambil peralatan dan juga bahan-bahannya.     

Sementara itu, rekan grup lainnya seperti Rukia, Enma, dan Tokiya saling tersenyum, karena mereka melihat Ino sebagai ketua grup sudah memercayakan sesuatu untuk dibuat Reiko. Ini tandanya kinerja Reiko memang baik dan cepat mengerti.     

Reiko mulai mengambil mentega, icing sugar dan susu dari lemari persediaan, tentunya semua adalah bahan bermutu tinggi, dan membawa ke mejanya untuk dia timbang lalu mulai dia olah.     

Dengan cekatan, dia memasukkan mentega ke dalam mesin mixer ukuran sedang sambil mulai ditambah icing sugar sedikit demi sedikit, dan terakhir memasukkan susu cair. Setelah adonan krim terbentuk sempurna, dia juga menambahkan vanili.     

Selesai dengan pekerjaan di tahap itu, Reiko bertanya ke Ino, "Diwarna atau tidak, Ino-san?"     

"Ya, buat 3 warna, pink, soft blue dan kuning." Ino mendongak untuk menjawab.     

"Baik." Reiko kembali menekuni pekerjaannya, memberikan pewarna makanan pada krim yang sudah jadi dan akhirnya 3 krim berwarna pink, biru muda dan kuning telah tersedia.     

"Tidak perlu dimasukkan ke piping bag, Reiko-san. Itu letakkan di wadah seperti itu saja, tak apa." Ino menambahkan.     

"Baik." Reiko mengangguk dan setelah itu, ia mulai membantu rekan lainnya untuk mengoleskan krim tadi ke roti yang telah selesai dipanggang di oven.     

"Sepertinya Reiko-san benar-benar cepat menangkap pelajaran, yah!" puji Enma sambil turut mengoleskan krim ke roti berbentuk lingkaran ukuran sedang.     

"Ya, sepertinya dia jenius roti, ha ha," sambung Tokiya.     

Ino tersenyum dan dalam hatinya dia juga mengakui bahwa Reiko memang termasuk cepat dalam menyerap pelajaran dan pelatihan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.