Inevitable Fate [Indonesia]

Memulai Penebaran Racun (2)



Memulai Penebaran Racun (2)

0Now you can see (kini bisa kau lihat)     
0

wo de shenghuo shi ni de meng (kehidupanku adalah impianmu)     

tai wanmei de zui (kejahatan yang begitu sempurna)     

rang ni wei wo fengkuang ji bian (membuatmu gila berulang kali)     

- Bad Alive by WayV -     

=========     

Mata Nyonya Takeda berkedut setelah melihat dua foto di ponsel Erina. Ada 2 macam adegan vulgar yang memalukan di situ. "Jadi, ini yang bernama Arata Reiko."     

"Benar, Nyonya. Dia memang cantik dan atraktif, kan?" Erina tersenyum. Ia memang sengaja mengabadikan itu menjadi foto, bukan perekaman menggunakan fitur video, karena jika direkam memakai jalur video, akan ketahuan kalau Reiko sedang setengah tak sadar.     

Karena segalanya bisa lebih mudah menimbulkan prasangka dengan cara jepretan kamera, dia lebih mudah menjatuhkan Reiko dengan cara ini. Dan dia melanjutkan dengan berkata, "Pada sepulang kerja, dia masuk ke mobil limited edition, aku jadi bertanya-tanya, apakah dia pacar gelap salah satu pria tua kaya di Tokyo ini? Tapi ... aku bisa saja salah."     

Nyonya Takeda melirik sekilas ke Erina. Masuk ke mobil limited edition? Bahkan suaminya saja tak mampu membeli itu dan gadis lacur seperti Reiko itu bisa masuk ke dalamnya? Sialan sekali gadis jalang itu!     

Kenapa ada pegawainya yang sungguh tidak bermoral seperti ini? Dengan seenaknya berbuat mesum di muka umum dan tidak hanya pada 1 pria saja, tapi 2! Memangnya Reiko ini aktris JAV atau apa, sih?! Bermain dengan 2 pria sekaligus?     

"Jika ini sampai keluar ke publik, bukankah dapat memengaruhi nama Magnifico? Publik akan jijik dan roti ini akan tercemar gara-gara dia tidak pandai menjaga dirinya di mata publik." Erina menerima kembali ponselnya dan menyimpan di sakunya.     

"Hn ...."     

"Aku tidak akan berusaha munafik dengan mengatakan seseorang harus berlaku suci tak ternoda. Yah, karena setiap orang memiliki kebutuhannya masing-masing. Namun, apabila diumbar di depan publik secara sembarangan seperti itu, bukankah itu akan membuat buruk nama perusahaan tempat dia bekerja? Setiap orang berhak memiliki kehidupan pribadi sekacau apapun itu, asalkan dia tidak perlu mengumbarnya, benar kan Nyonya?"     

Erina begitu pandai mengatur kalimat persuasif yang menggiring pendengarnya untuk setuju dengan dia.     

"Ya, kau benar. Dan ini ... apakah ini sudah kau sebarkan? Minimal ke pekerja Magnifico?" tanya Nyonya Takeda dengan mata menyipit, sedang berusaha untuk menjebak Erina.     

"Oh, tidak Nyonya. Aku tidak berani memberikan mereka akses untuk men-download foto ini dan aku hanya memperlihatkan saja ke mereka, sehingga ini aman bersamaku, tanpa perlu tersebar ke mana-mana." Erina rupanya sudah menyediakan langkah ini pula.     

Di benak Erina, dia harus tetap memegang foto ini menjadi satu-satunya yang di ponsel, dan tidak mengijinkan siapapun mengunggahnya, termasuk Azuka dan Yukio sekalipun karena dia tak bisa yakin apakah kedua rekannya itu bisa bersikap waspada seperti dia.     

Dengan hanya satu-satunya orang yang memiliki foto bukti kevulgaran sikap Reiko itu, maka dia tidak akan terjerat masalah apapun yang bisa menjadi bumerang untuknya.     

Kemarin dulu saat ia menunjukkan foto itu pada pekerja di Magnifico, mereka memang heboh dan merengek ingin foto itu dibagikan ke ponsel mereka, tapi Erina menolak. Itu tidak akan sesuai dengan efek yang dia inginkan.     

Dengan 2 foto itu di tangannya yang dia genggam kuat-kuat, maka dia langsung bisa menjatuhkan nama Reiko begitu telak. Namun, dia masih sedikit kesal ketika memperlihatkan foto itu ke Yuza dan Shingo.     

Yuza malah marah padanya, berkata kenapa dia harus mengajak Reiko pergi malam itu dan mencurigai dia meracuni Reiko dengan alkohol. Erina sampai harus menangis sebaik mungkin dan bersumpah dia tidak melakukan yang dituduhkan Yuza.     

Yang tidak disangka oleh Erina adalah, Yuza justru kian marah padanya dan makin menjauhi dirinya. Ini sesuatu yang sungguh di luar perkiraan Erina. Dia pikir, jika dia bisa menghadirkan bukti kelacuran Reiko, Yuza akan menyerah dan mulai memerhatikan dia.     

Tapi ... kenapa malah itu justru jauh dari angan-angannya? Hal inilah yang membuat Erina makin membenci dan mendendam pada Reiko.     

Mendapatkan jawaban dari Erina bahwa gadis itu tetap menjaga foto itu tetap satu-satunya di dunia, Nyonya Takeda pun tersenyum puas. Pertanyaan jebakannya ternyata bisa dengan baik dijawab Erina.     

"Maafkan aku, Nyonya, karena mengatakan ini. Memang, ini hanya sebuah gosip-"     

"Gosip apanya? Ini jelas-jelas sudah menjadi kenyataan, kan? Mana bisa hal seperti itu dengan foto-foto tadi hanya dikategorikan gosip? Hghh! Aku akan mencoba bicara pada suamiku agar menindak si Reiko ini. Huh! Dia hendak menghancurkan Magnifico-ku? Mimpi saja!" Nyonya Takeda melipat dua tangan di dada dengan sikap gusar.     

Ketika dia sedang berada nyaman di puncak kehidupannya melalui Magnifico, mana bisa dia membiarkan orang lain mengganggu kedamaian dia? Enak saja! Memangnya dia siapa hingga pihak lain bisa sembarangan menginjak kepalanya?!     

Erina pun pamit kembali ke tempat kerjanya. Di ruangan itu, sendirian Nyonya Takeda memikirkan mengenai ini. Dia setuju dengan semua kalimat Erina. Bahwa seseorang memang berhak memiliki kehidupan pribadi segila apapun itu asalkan tidak dipamer-pamerkan agar publik tahu.     

Dia terlupa, bahwa dengan Erina memperlihatkan foto-foto itu ke rekan kerjanya atau siapapun yang dia mau, bukankah itu merupakan penyebaran aib juga? Bukankah itu bisa berdampak orang lain mengetahui Reiko adalah karyawan Magnifico?     

Yah, Nyonya Takeda terlalu bersemangat sampai tidak memikirkan ini.     

"Aku harus segera beritahu Jyuto!" Tangan Nyonya Takeda terkepal erat. Dan dia pun memanggil pelayan toko untuk datang ke ruangannya. "Siapkan sekotak cake yang bagus dan enak, dan sekotak pastry, lalu sekotak cokelat. Bawa ke sini. Usahakan yang fresh!"     

"Baik, Nyonya." Pelayan toko membungkuk sebelum pergi menyiapkan yang diinginkan sang pemilik. Meski permintaan itu sedikit susah karena diharapkan yang fresh dari oven, namun dia tak berdaya untuk berkata tidak. Hei, ini masih pagi! Pekerja masih belum selesai membuat apapun!     

Tapi, daripada dia mendapat teguran keras karena tidak menyanggupi keinginan istri pemilik tempat ini, si pelayan tadi pun segera mendatangi Akeno dan menyampaikan keinginan sang nyonya.     

"Hm, lagi-lagi dia menginginkan sesuatu yang mustahil. Tapi, ya sudah, aku akan berusaha!" Akeno mendesah tak berdaya dan segera menemui 3 grup berbeda yang personelnya sudah lengkap karena ini sudah mendekati jam kerja. "Buatkan aku sekotak saja secepatnya dan bawa ke ruanganku."     

3 grup itu tidak berani berkata tidak pada atasan mereka dan mengangguk dengan jawaban serempak nan tegas, "Baik!"     

Segera, 3 grup yang terdiri dari grup bakery, grup pastry dan grup cokelat pun segiat mungkin membuat pesanan Akeno, membuat grup-grup lainnya heran dengan kerja keras mereka.     

Setelah dengan susah payah langkah di pagi menjelang jam kerja itu, 3 grup berhasil membawakan apa yang diinginkan Akeno. Sang manajer puas dan membawa 3 kotak dus itu ke ruangan Takeda Ayumi.     

"Silahkan, Nyonya." Akeno menyerahkan ketiga bungkusan itu dengan sikap hormat ke istri pemilik Magnifico. Meski dia sendiri kesal dengan permintaan si nyonya, namun sebagai karyawan yang digaji dari tempat itu, dia bisa apa?     

"Hm, bagus, Akeno." Takeda Ayumi puas dengan hadirnya 3 kotak di depannya. Meski dia harus menunggu sampai setengah jam, tapi itu tak mengapa. Pagi ini, satu jam lagi, ada kumpul temu dengan sosialita lainnya, dan dia ingin memamerkan roti miliknya sebagai suguhan di sana.     

"Ya, Nyonya." Akeno membungkuk hendak pergi.     

"Akeno."     

"Ya, Nyonya?"     

"Siapakah Arata Reiko itu? Dia bawahanmu, kan? Bisakah kau berikan data mengenai dia padaku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.