Inevitable Fate [Indonesia]

Tidak Apple to Apple



Tidak Apple to Apple

0geurae dadeul heossorisorisori (ya, semua orang bicara omong kosong)     
0

igeojeogeo gwichanaseo doridori (lelah akan ini dan itu)     

mari neomu mana jakku naseoji jom mara (kau terlalu banyak bicara, berhenti ikut campur)     

- Thunderous by Stray Kids -     

==========     

Manajer Akeno urung membalikkan badan untuk pergi dari ruangan itu ketika pertanyaan dari istri bosnya bertanya padanya. "Reiko? Tunggu sebentar, Nyonya." Akeno segera mengeluarkan tablet kerjanya dan mengulik beberapa data di sana. "Oh, maksud Nyonya adalah Arata Reiko."     

"Ya, dia. Seperti apa dia di sini?" Nyonya Takeda bertanya dengan penuh minat meski hanya ditunjukkan melalui matanya yang berkilat, menunggu jawaban Manajer Akeno.     

"Dia pekerja yang rajin. Dari hasil cctv di tempat karyawan, Nona Arata sering memangkas waktu rehatnya untuk belajar mendalami pembuatan roti dan apapun yang ditugaskan dia melalui grup." Akeno sebagai manajer yang bertugas di lapangan tentu saja harus selalu tahu sepak terjang pekerjaan semua pekerja di Magnifico.     

"Hm, dia rajin, yah?" Nyonya Takeda mengetuk-ketukkan jari berkuku indahnya hasil manicure ke sandaran tangan. Lalu berkata lagi, "Apakah kau sudah mendengar mengenai gosip Arata Reiko ini?"     

Manajer Akeno terkejut mendengar pertanyaan istri bosnya. Sama sekali tak menyangka kabar ini akan sampai juga ke telinga Takeda Ayumi. Yah, dia memang mengetahui gosip jelek Reiko dan berusaha bersikap profesional saja dengan melihat pekerjaan Reiko, bukan gosipnya.     

"Ya, Nyonya, saya sudah mendengarnya." Akeno tidak berani berbohong. Karena istri bosnya sudah berkata demikian, maka artinya itu sudah benar-benar sampai di telinga bosnya itu. Untuk apa menutupinya lagi?     

"Bagaimana menurutmu mengenai itu?" Nyonya Takeda rupanya ingin mengetahui pemikiran Akeno.     

Manajer Akeno mulai memberikan jawabannya. "Kalau mengenai itu, saya sebagai manajer di sini, hanya ingin melihat hasil dari pekerjaan Nona Arata saja, Nyonya, tidak ingin terlibat dengan apapun gosip yang beredar mengenai karyawan di sini. Selama mereka bekerja dengan profesional dan hasilnya juga memuaskan, maka saya tidak ingin memikirkan hal lainnya."     

Jawaban Manajer Akeno tadi juga seakan menyentil sedikit tingkah Nyonya Takeda yang sepertinya terganggu dengan adanya gosip tersebut. Secara halus dan samar, dia ingin mengingatkan pada istri bosnya untuk tidak mengacaukan pikiran gara-gara gosip semata. Hasil kerja adalah yang paling penting, ini menurut Akeno.     

"Hm, begitu kah menurutmu, Akeno?" Mata Takeda Ayumi melirik tajam ke manajer operasi itu dan berkata, "Bagaimana andaikan di Magnifico ini ada pekerja yang ternyata adalah seorang pembunuh di luar kehidupan kerjanya? Padahal hasil kerja dia sangat bagus. Apa yang harus dilakukan pada orang seperti itu menurutmu, Akeno?"     

Manajer Akeno seakan ingin memukul kepala Takeda Ayumi karena pertanyaan tolol semacam itu. Apakah wanita itu terlalu dimanja hingga otaknya tumpul? Sampai bisa memberikan perumpamaan sedangkal itu! Sepertinya Tuan Takeda sudah salah memilih istri hanya karena wanita itu dari keluarga cukup kaya di Tokyo.     

Yah, yang dia ketahui, bahwa Nyonya Takeda ini memang berlatar belakang keluarga cukup kaya meski bukan konglomerat. Dan ketika dipacari Takeda Jyuto saat lelaki itu sedang berkuliah di Perancis di tingkat akhir, Yamamura Ayumi mengira Takeda Jyuto lelaki kaya selevel konglomerat dan bersedia menjadi pacarnya sampai kemudian hamil terlebih dahulu dan terpaksa dinikahi Tuan Takeda dengan susah payah merengek ke orang tua untuk membantu terlaksananya sebuah pernikahan besar seperti yang diinginkan Ayumi.     

Pada akhirnya, Takeda Jyuto juga merengek pada ayahnya yang juga tidak cukup kaya itu untuk modal usaha membuka toko roti sesuai dengan keinginan istrinya.     

Dan ternyata, Magnifico terbukti sukses dan mulai meroket dengan cepat, yang membuat pasangan suami istri itu bisa lebih sombong sekarang, menjadi orang kaya baru di Tokyo.     

Menurut desas-desus yang beredar, Ayumi berhenti kuliah di awal dia masuk ke universitas ketika mengetahui dirinya hamil oleh Takeda Jyuto karena merasa tak ada gunanya melanjutkan kuliah jika dia bisa menikahi lelaki kaya.     

Pada awal-awal kehidupan pernikahan mereka, mereka selama beberapa tahun selalu hidup dalam sokongan orang tua mereka, hingga kemudian merintis Magnifico.     

Menurut Akeno, mungkin inilah yang menjadikan Ayumi tolol dan gampang dipengaruhi. "Nyonya, kenapa menyamakan pembunuh dengan gosip miring Reiko? Rasanya itu kurang apple to apple." Yah, bukankah itu terlalu berlebihan jika mensejajarkan kasus Reiko dengan pembunuh?     

"Kenapa tidak, Akeno? Bukankah kedua sama-sama membawa nama buruk perusahaan ini?" Takeda Ayumi bersikeras dengan opininya. Lagipula, berani sekali bawahan macam Akeno berusaha menentang ucapannya!     

"Err ... karena pembunuh itu menghilangkan nyawa seseorang dan Reiko ... misalkan gosip itu adalah nyata, dia tidak menghilangkan nyawa siapapun. Itu yang saya sebut sebagai kurang apple to apple." Akeno menjawab sambil membungkukkan badannya. Meski dia kesal dan menganggap kepala nyonya pemilik Magnifico ini kosong tanpa otak, tapi dia tetap harus bersikap hormat.     

"Hgh! Ah sudahlah! Sepertinya kita tidak dalam satu frekuensi mengenai hal penting ini." Nyonya Takeda mengibaskan tangannya dengan wajah muram. "Menurutku, nama baik perusahaan ini penting, Akeno. Ini seperti nyawaku juga, dan kuharap juga menjadi nyawamu pula. Jika sampai perusahaan ini hancur gara-gara gadis bernama Reiko itu, maka itu sama saja membunuhku dan kau juga, Akeno."     

Selesai mengatakan kalimat pedas itu, Takeda Ayumi pun bangkit berdiri dan membawa 3 bungkusan tadi sebelum keluar dari ruangannya dengan gaya arogan.     

Akeno masih membungkukkan badannya ketika istri bosnya mulai berjalan dan menegakkan kembali punggung saat yakin Ayumi sudah pergi dari ruangan itu. Ia mendesahkan napas tak berdaya. Terkadang, kekayaan tidak menjamin kepandaian seseorang, hanya menebalkan arogansinya saja.     

-0-0-0-0-     

Di ruang kerja di lantai 2, Reiko masih tekun membuat cokelat isi marshmallow. Kegiatan membuat sesuatu itu memang menyenangkan baginya. Bahkan hanya dengan menuang cairan cokelat ke cetakan saja sudah seperti sebuah terapi ketenangan bagi Reiko.     

Inilah kenapa dia bersemangat ketika hendak bekerja. Dan cokelat adalah salah satu panganan yang dia sukai sejak kecil, maka wajar jika dia sangat antusias ketika diberikan grup di bagian cokelat.     

Ia terus tekun belajar dari para seniornya dengan cara mengamati pekerjaan mereka dan menirunya sebaik mungkin. Etos kerja Reiko ini diapresiasi oleh orang-orang yang pernah bekerja dengannya seperti grupnya terdahulu dan juga grupnya saat ini.     

"Nah, selesai di baki ke sepuluh!" Reiko berkata dengan riang ketika dia menyelesaikan satu set cetakan yang sudah dia penuhi dengan cokelat dan dibawa dengan hati-hati ke atas baki yang bisa menampung sekitar 6 wadah cetakan.     

Ia mengangkat baki itu dan siap membekukan sebentar cokelat ke dalam freezer di belakangnya. Beruntung grup mereka mendapat tempat yang paling dekat dengan lemari pendingin besar.     

"Ups!"     

Brukk!     

Pranggg!     

Splaashh! Pyaashh!     

"Ya ampun, maafkan aku, Reiko-san! Aku tak sengaja, tak melihat kau melintas di belakangku!" Suara itu keluar dari mulut Yuno yang baru saja menabrak Reiko ketika Reiko sedang membawa baki berisi cokelat yang masih berupa cairan.     

Sudah pasti, semua cokelat cair tumpah di lantai, terlihat begitu menyedihkan sekaligus mengerikan. Cairan cokelat bercampur dengan irisan marshmallow berceceran di lantai.     

Reiko memandang dengan kosong pada lantai yang dipenuhi hasil kerjanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.