Inevitable Fate [Indonesia]

Tenang Bersamamu



Tenang Bersamamu

Savior of my soul .. I confide in you     

Through all my darkest moments     

In you I find my peace .. My comfort when I'm weak     

I trust in you .. Through storm and raging sea     

- Be With You by Natashia Midori -     

===========     

"Itachi, buat agar Bu Sayuki menandatangani surat persetujuan untuk tidak lagi mengganggu atau mendekati Reiko. Jika dia berada di radius 100 meter dari Reiko, dia akan langsung dijebloskan ke penjara!" perintah Nathan Ryuu pada Itachi sebagai salah satu orang kepercayaan dia.     

"Baik, Tuan, serahkan pada saya mengenai ini." Itachi di seberang sana menjawab sembari anggukkan kepala penuh hormat pada bosnya.     

Nathan Ryuu tersenyum puas tatkala menutup teleponnya. Dengan begitu, tak ada lagi alasan bagi Bu Sayuki untuk bisa mengganggu Reiko dengan cara apapun secara langsung. Selain itu, dia juga bisa menaruh anak buah untuk terus mengawasi Bu Sayuki.     

Takkan ada ampun bagi seseorang yang berani menyakiti Reiko!     

Setelah berbicara pada Itachi di telepon, Nathan Ryuu kembali ke Reiko dengan senyum tak lupa dicantumkan di wajahnya. Padahal tadi ketika dia memberi perintah ke Itachi, wajah pemuda itu sungguh dingin memuat aura mengerikan. "Aku harus pergi dulu mengurus beberapa hal. Besok aku akan datang lagi."     

Mendengar itu, Reiko mengangguk. Lalu, dia membiarkan pria Onodera itu melangkah keluar dari kamar VIP usai pria itu berpamitan dengan semua yang ada di ruangan tersebut.     

"Tuan Ryuu sungguh menakjubkan yah, Rei-chan!" Runa mengalihkan kembali perhatian dia pada Reiko. "Dia begitu gagah dengan aura super power seperti superman!"     

Reiko menanggapi pujian sahabatnya dengan senyum kecil.     

"Huh! Hanya pria semacam itu saja sudah kau bilang gagah dan super power?" Yuza mendengus tak terima.     

"Tentu saja jika dibandingkan denganmu yang tak bisa apa-apa!" balas Runa.     

"Hei, hei, ini rumah sakit, bukan taman kanak-kanak tempat kalian bermain." Shingo segera melerai kedua muda-mudi yang hendak bertengkar seperti biasanya. Reiko tersenyum penuh rasa terima kasih atas tindakan Shingo.     

"Lebih baik kita biarkan Rei-chan istirahat." Bu Chiyo mengusulkan pada mereka semua. Orang-orang itu pun mengangguk setuju. Lagipula, ini memang sudah terlalu lama mereka 'mengganggu' Reiko. Sudah sepantasnya gadis pasien itu mengistirahatkan dirinya.     

"Benar, Ru-chan juga harus kembali ke asramamu, kan?" Reiko teringat ini bukan akhir pekan, Runa masih harus mengikuti kegiatan di kampus besoknya. Runa mengangguk dan mereka semua mulai keluar dari ruangan itu setelah mengucapkan pamit pada Reiko.     

"Aku pasti akan ke sini besok pagi-pagi sekali, Reiko-chan!" janji Yuza sebelum pergi.     

"Huh! Apa kau bisa bangun pagi?" ledek Bu Chiyo.     

"Baba, aku kan bisa tidur di tempatmu dan besok kau membangunkan aku, oke!" Yuza tak mau kalah.     

"Memangnya aku ini apa, heh? Jam wekermu? Tak sudi!" Ucapan Bu Chiyo ini ditimpali tawa kecil Runa yang puas melihat Yuza menatap putus asa ke neneknya. Sementara itu, Shingo hanya menatap datar dan melangkah lebih dahulu dari mereka.     

.     

.     

Malam itu, Reiko nyaris tak bisa tidur karena rasa sakit luar biasa di dadanya. Ia sampai menangis terisak lirih menahan rasa sakit tersebut. Mendapat luka tikam seperti itu, apalagi di dada, siapa orangnya yang tidak merasa sakit pasca kejadian, meski telah menjalani operasi.     

Trauma sakit itu tentu masih ada.     

Perawat datang dan memberikan obat pereda nyeri sehingga akhirnya Reiko bisa dengan tenang terlelap.     

Namun, ketika tengah malam Reiko terbangun karena ada perawat yang sedang bertugas mengecek tekanan darah dan berbagai hal di diri Reiko, gadis itu terkejut mendapati adanya Nathan Ryuu tak jauh dari ranjangnya. "Tu-Tuan Ryuu?"     

"Bukankah aku sudah katakan padamu untuk memanggil Ryuu saja?" Nathan Ryuu lantas mendekat ke ranjang Reiko dan menduduki kursi di sebelah gadis itu setelah perawat mengecek ini dan itunya dan pergi.     

"R-Ryuu ... kenapa kau ada di sini?" tanya Reiko, cukup kaget juga lelaki itu sudah berada di kamar rawat inapnya.     

"Kebetulan aku tidak memiliki kegiatan apapun, jadi aku ke sini saja, sekalian menjagamu." Pria itu begitu enteng mengatakan alasannya.     

Reiko ingin memercayai alasan itu, tapi rasanya susah. Lelaki sesibuk Nathan Ryuu mengatakan tidak memiliki kegiatan apapun? "Kau ... sudah berapa lama di sini?" Ia pun bertanya hal lain ketimbang memikirkan apakah pemuda Onodera ini tengah berbohong atau jujur dengan alasannya tadi.     

"Aku ... hm, mungkin sekitar satu jam atau dua jam lalu? Aku tak ingat." Onodera muda mengangkat bahu dengan cepat seolah-olah tidak perduli seberapa lama dia sudah menunggui Reiko begini.     

Gadis itu masih tidak percaya dirinya ditunggui dalam senyap oleh Nathan Ryuu, bahkan ruangan ini sudah digelapkan lampunya karena dia tidur. Jadi ... lelaki itu menunggui Reiko dalam keremangan ruangan? "Aku ... aku malah merasa tak enak sendiri kalau kau begitu, Ryuu."     

"Tak perlu merasa begitu. Sudah aku katakan bukan, aku sedang tidak memiliki kegiatan apapun dan rasanya datang ke sini adalah pilihan bagus." Betapa santainya lelaki ini! Tapi apabila dipikir-pikir, sebagai seorang pemilik grup perusahaan yang begitu besar dan berkuasa di Jepang ini, bahkan dia tidak perlu hadir di kantornya dan cukup menghubungi bawahan dia saja untuk menangani banyak hal di sana, bukan?     

Beginilah orang kaya dan memiliki kuasa seperti Nathan Ryuu. Ia bebas berkeliaran ke mana pun dia ingin dan uang akan tetap datang menghampiri dirinya, seakan uanglah yang membutuhkan dia, bukan sebaliknya.     

Di puncak hirarki seperti itu, seorang pengusaha sudah ditaraf: 'uang yang bekerja untuknya'.     

Setelah Reiko tidak memiliki celah lagi yang bisa dia sampaikan untuk menanyai Nathan Ryuu, gadis itu pun pasrah dan membiarkan pria itu duduk menunggui dia di sebelahnya. Mereka berbincang beberapa hal.     

"Reiko, jika kau sudah mengantuk, tidurlah lagi. Jangan memikirkan aku."     

"Bagaimana mungkin aku tidak memikirkanmu, Ryuu?"     

"Ohh, kau benar-benar memikirkanku? Betapa senangnya kalau begitu."     

Senyum Reiko mendadak lenyap mendengar perkataan lugas pria di sebelahnya itu, dan dia menyahut sambil menekan kegugupannya, "Aku ... aku tidak bermaksud begitu, Ryuu."     

"Ha ha, aku tahu. Aku hanya bercanda menggodamu saja. Nah, sekarang pejamkan matamu dan lanjutkan tidurmu atau aku akan merasa bersalah jika kau terus terjaga begitu." Ada nada pemaksaan dari ucapan Nathan Ryuu meski disampaikan dengan halus.     

Tidak punya pilihan lain, Reiko pun menekan rasa risih dan tak enak hatinya dan mencoba memejamkan mata untuk tidur. Dia memang sudah mulai mengantuk. Dan sepertinya perawat tidak akan datang lagi kecuali ketika pagi sudah menjelang. "Ryuu, aku tidur dulu, yah! Maaf merepotkanmu."     

"Tidak masalah. Tidurlah." Nathan Ryuu bangkit dari duduknya dan membetulkan selimut di tubuh Reiko agar benar-benar menutupi seluruh badan gadis itu hingga sebatas leher.     

Tak lama, Reiko pun lelap dan membiarkan lelaki di sisinya tetap terjaga menunggui dia. Tanpa dia sadari, dia merasa nyaman ditemani pemuda itu.     

-0-0-0-0-     

"Heh?! Kenapa ada Tuan Ryuu?" Yuza terpekik kaget ketika datang bersama neneknya pagi itu ke ruangan Reiko di bagian VIP.     

Bu Chiyo menampar punggung cucunya sambil berkata, "Tidak bisakah kau berbicara pelan saja? Ini rumah sakit, bukan rumahmu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.