This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Pemandangan yang Diimpikan



Pemandangan yang Diimpikan

0Kehidupan di bukit berangsur-angsur membaik. Setelah satu bulan berlalu, para incubus sudah mulai terbiasa dalam berkebun, memasak, menyuci, dan melakukan segala kegiatan sehari-hari untuk bertahan hidup.     
0

Tidak hanya itu, melihat kesulitan yang dialami para incubus serta perilaku mereka yang ramah, para half-beast pun sedikit demi sedikit menghangat kepada mereka. Hingga sekarang, kedua kaum itu mulai bisa bertukar pendapat mengenai berkebun dan para incubus sering meminjamkan sihir mereka agar kebun para half-beast juga lebih cepat matang.     

Mengambil kesempatan ini, Albert juga memperluas klinik kecil yang ia buka, dari yang hanya dikunjungi oleh para incubus yang sakit hingga dikunjungi oleh half-beast serta beberapa mixed blood muda yang telah diselamatkan oleh Steve dan lainnya. Sementara mixed blood yang sudah lama tinggal di Bukit Luito tetap menutup hati rapat-rapat dan menolak untuk memiliki interaksi dengan kaum lainnya.     

Menurut Sara, mixed blood ini sudah tinggal di kedalaman area kiri bukit sejak seribu tahun lalu. Mereka sangat pandai menutupi hawa keberadaan mereka hingga Sara sendiri tidak pernah mendeteksi keberadaan para mixed blood.     

Ketika Ioan ketahuan telah memiliki hubungan dengan Steve, Sara dan Eugen diserang oleh para half-beast. Oleh karena tempat tinggal mereka sudah tidak aman lagi, Sara dan Eugen tidak punya pilihan lain untuk memasuki ke kedalaman hutan dan di situlah mereka menemukan keberadaan kelompok mixed blood tersebut. Sejak saat itu, Sara dan Eugen tinggal bersama kelompok tersebut dan sepertinya karena hilangnya mereka, para half-beast pun percaya bahwa mereka sudah meninggal.     

Luca, duduk bersandar pada sebuah pohon, menebar pandangan ke sekeliling.     

Tanah-tanah yang tertutup oleh sayuran hijau dan buah-buah segar. Incubus dan half-beast yang berkeringat, saling bercanda dan tertawa, juga berdiskusi mengenai area tanah yang bermasalah.     

Tidak jauh dari sana, sebuah tenda dibuat dan terdapat antrian orang-orang sakit dari berbagai kaum. Awalnya antrian itu selalu dipenuhi orang-orang yang sudah sulit berdiri tapi sekarang, banyak juga yang cukup sehat mengantri di sana untuk meminta suplemen harian yang Albert berikan untuk mengatur gizi tubuh mereka. Dalam antrian itu pun, berbagai kaum bercampur, saling berbincang dan bertukar pendapat mengenai obat yang mereka dapat, juga mengenai kehidupan sehari-hari mereka.     

Dari dalam tenda, Damian yang membantu Albert sambil belajar ilmu baru dari dokter terbaik di kota itu keluar untuk memanggil pasien berikutnya dan sekelompok gadis muda pun buru-buru masuk ke dalam.     

'Oh … itu kelompok baru yang menjadi fans Albert ….'     

Tidak lama kemudian, Lonel memasuki tenda itu dengan hentak kaki yang kuat.     

Luca tertawa kecil ….     

Albert akan dalam masalah lagi …. Kecemburuan Lonel ternyata setinggi gunung jadi akan sulit bagi Albert tidur dengan tenang juga malam ini.     

Luca menghela napas lega. Ia mendongak, menatap langit biru yang cerah. Hari ini pun cuaca sangatlah bagus. Kekacauan yang terjadi sebulan lalu terasa seperti sebuah halusinasi belaka.     

Senyum hangat menghiasi wajahnya. Meskipun kedamaian ini hanya akan bertahan selama setahun tapi kedamaian tetaplah kedamaian. Ia bahkan bisa melihat apa yang ingin ia lihat sejak seribu tahun lalu.     

Sekarang, jika Mihai ada di sampingnya, semuanya akan seperti yang ia impikan ….     

'Apa yang kau lakukan sekarang?' Tanyanya dalam hati meskipun tahu tidak akan ada jawaban yang bisa ia dengar.     

Setelah merenung untuk beberapa saat, Luca mengeluarkan sebuah kotak kayu dari kantong tidurnya. Di saat yang bersamaan, Steve berjalan mendekati.     

"Apa yang ingin kau buat hari ini? Perlu bantuan?" Melihat kotak kayu di tangan Luca, Steve bertanya seraya duduk santai di samping Luca. Ia termasuk salah satu yang di blacklist Victor dari ladang jadi setelah membantu Albert sejenak, ia pergi mencari Ioan tapi pada akhirnya diusir Ioan karena pria itu sedang sibuk di ladang. Steve yang kesepian dan luang akhirnya pergi mengganggu Luca.     

Luca tidak keberatan dengan gangguan Steve karena ia tahu pria ini hanya menjadi menyebalkan ketika bersama istrinya.     

Tidak … ternyata Luca salah karena detik berikutnya, Steve tersenyum menggoda, berkata, "Panggil aku Ayah."     

"Enyahlah!"     

Steve tertawa terbahak-bahak.     

Luca hanya bisa menggeleng. Dengan gerakan lambat, ia membuka kotak kayu. Manik-manik kecil berwarna warni tersebar di dalam kotak. Tidak hanya itu, beberapa alat untuk membuat perhiasan seperti gelang juga terletak di dalamnya. Kotak itu memiliki beberapa sekat dan di salah satu ruang sekat, terletak hasil karya Luca yang belum jadi. Luca mengambilnya lalu mulai melanjutkan karyanya tersebut. Ini telah menjadi kesehariannya sejak Steve mengajarkannya cara membuat kerajinan tangan sebulan lalu.     

Steve melirik hasil karya tersebut dengan senyum hangat.     

Kotak kayu ini adalah milik Steve sebelumnya yang selalu ia simpan dalam ruang penyimpanan sihir yang ia miliki. Jikalau suatu waktu ia ingin melaksanakan hobinya, ia akan mengeluarkan kotak tersebut.     

Melihat Luca yang tidak bisa melakukan pekerjaan berat di kebun, ia memberikan kotak ini untuk Luca menghabiskan waktu luangnya. Tidak ia sangka, Luca akan membuat ….     

"Hehe …."     

Luca melirik Steve dengan kernyitan lembut. "Apa yang kau tertawakan?"     

"Tidak ada. Aku hanya senang Mihai menemukan pasangan yang tepat. Viorel juga sudah menemukan pasangan yang baik juga. Jika Cezar bisa menemukan pasangan yang tepat, aku akan tenang."     

Mengerjap beberapa kali, Luca tersenyum jahil. Ia mengedarkan pandangannya sebelum menemukan sosok yang ia cari. Mengedikkan dagunya ke arah sosok tersebut, Luca berkata, "Bukankah dia sudah menemukannya?"     

Steve mengikuti arah pandang Luca dan wajahnya langsung diselimuti awan hitam.     

Di tengah ladang, agak terpisah dari kerumunan lainnya, berdiri Cezar yang sedang mengemburkan tanah. Di sampingnya, sesosok pria jangkung berkulit sawo matang dan berambut putih yang diikat tinggi ke belakang sedang mengucapkan sesuatu kepada Cezar. Alisnya mengernyit dalam dan beberapa kali pria itu memalingkan wajahnya dengan kesal tapi bagaikan kakinya melekat di tanah, ia tidak pernah bergerak menjauh dari Cezar. Malahan, jika diperhatikan baik-baik, pria itu bergerak semakin dekat!     

"Sialan! Lagi-lagi Adrian sialan itu!" Steve langsung meloncat bangun lalu berlari sambil berteriak.. "ADRIAN! SUDAH KUBILANG AKU TIDAK AKAN MEMBERIKAN PUTRAKU KEPADA PLAYBOY SEPERTIMU!"     

Diteriaki tiba-tiba, pria berambut putih itu, Adrian Udrea bengong untuk beberapa saat sebelum warna merah menyelimuti seluruh kulit wajah dan lehernya. "Su—sudah kubilang aku tidak mendekati dan menyukai putramu!"     

"APA KAU BILANG?!" Steve malah semakin tersinggung. "APA YANG KURANG DARI PUTARKU HAH?! TAHU DIRI!"     

"HAH?!"     

Kelompok lain yang menonton perkelahian itu hanya tertawa-tawa sambil bergumam, "Lagi-lagi mereka melakukannya."     

Ya … hampir setiap hari Steve akan meneriaki Adrian jika pria itu berada dalam radius dua meter dari Cezar.     

Cezar menggeleng pasrah. Entah berapa kali ia harus mengatakan kepada ayahnya bahwa ketika ia dan Adrian bertemu, yang terjadi hanyalah adu mulut dan tidak ada rasa cinta di antar mereka tapi ayahnya benar-benar tidak mau mendengar.     

Setelah melakukan keributan, pada akhirnya, Ioan dan Cornelia, ibu Adrian, yang harus turun tangan. Ioan menendang pantat Steve sementara Cornelia menegur putranya yang telah mempermalukan Cezar.     

Yang lainnya masih menonton sambil tertawa-tawa, bagaikan itu adalah sebuah pertunjukan teater yang menghibur.     

Luca juga tertawa kecil. Tangannya dengan pelan melanjutkan karyanya.     

"Aya!" seru sebuah suara kekanakan. Liviu tiba-tiba muncul di depan pandangannya. Kedua tangan mungilnya memegang tangan Luca, sepasang mata merahnya bercahaya penuh permohonan.     

Luca menatap putranya sejenak lalu melihat Horia dan beberapa anak kecil dari tiga kaum berdiri tidak jauh dari mereka, masih bermain dengan riang. Beberapa dari mereka masih memanggil Liviu untuk kembali ikut bermain.     

"Kau sudah puas bermain?"     

Liviu menatap kumpulan anak itu, mengernyit kecil, sebelum mengangguk kuat. "Da!"     

Luca tahu Liviu masih ingin bermain tapi anak kecil ini memikirkannya yang sendiri dan ingin menemaninya dengan alasan membantunya membuat kerajinan tangan. "Kau yakin?"     

Liviu menggigit bagian bawah bibirnya. "D—da …."     

"Livi …." Luca mengelus kepala putranya lembut. "Kau tahu kau tidak perlu memikirkan Ayah. Jika aku ingin main, mainlah sampai puas. Setelah itu, baru bermainlah dengan Ayah, ok?"     

Liviu masih ingin bersikeras tapi panggilan teman-temannya membuat tekadnya goyah. Akhirnya, ia mengangguk. "Da! An-i?" tanyanya seraya mengacungkan jari kelingking.     

Luca melingkari jari itu dengan kelingkingnya. "Janji."     

Liviu berteriak riang lalu terbang kembali ke gerombolan anak-anak itu. Luca pun melanjutkan pekerjaannya ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.