This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Gerbang Dimensi



Gerbang Dimensi

0"Mihai."     
0

Mihai tersentak kembali dari alam bawah sadarnya. Masih sambil mengatur aliran energi di dalam tubuhnya, ia pelan-pelan membuka mata. Cahaya pagi segera berlomba-lomba memasuki pandangannya, memaksanya kembali menutup mata untuk beberapa saat sebelum kembali membukanya lagi.     

Hal pertama yang ia lihat adalah kedua kakinya yang terlipat. Rasa kram yang sebelumnya terus menyiksanya kini tidak pernah lagi ia rasakan meskipun ia harus bersila di atas tanah selama tiga hari tanpa henti.     

Menoleh ke belakang, ia menemukan Yuki yang seperti biasa, berpakaian serba putih. Yang berbeda dari biasanya adalah keberadaan sebuah tas kain yang tersampir di punggungnya.     

"Sudah waktunya," ujar Yuki singkat lalu berbalik pergi.     

Mihai mengerjap beberapa kali, berusaha mencerna maksud perkataan tersebut. Beberapa detik kemudian, ia meloncat berdiri dengan mata berbinar bahagia. "Kita akan pergi ke dimensi para beast?!"     

Tanpa menoleh, Yuki mengangguk.     

Mihai langsung berlari kecil, mengejar pria itu. Jantungnya berdebar kencang dan kakinya tidak bisa berhenti meloncat kecil di setiap langkah.     

Ia tidak pernah menghitung berapa lama ia berada di dalam dimensi ini tapi setidaknya tiga bulan sudah lewat. Mihai terus berlatih dan berlatih, bertanya kapan ia bisa ke dimensi para beast itu dan segera kembali ke sisi Luca.     

Akhirnya, hari yang ia nantikan sudah tiba!     

"Berapa lama waktu berlalu di luar sana?" tanya Mihai ketika mereka sudah kembali ke rumah dan bergabung kembali dengan Alex.     

Alex menyerahkan tas kain berisi beberapa pakaian dan snack yang sudah ia rapikan untuk Mihai. Mihai buru-buru menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.     

"Jika dihitung dari alur waktu di Kota Rumbell, kira-kira sekitar satu minggu telah berlalu sejak kau menghilang." Yuki mengangkat tangannya, memutarnya beberapa kali sembari mengucapkan sesuatu yang tidak Mihai pahami.     

"Sesingkat itu?" Mihai hampir tidak percaya akan pendengarannya.     

Yuki tidak menjawab. Sebuah portal muncul di depan tangannya dan ia segera masuk ke dalam. Alex menggumamkan 'ayo' lalu mengikuti Yuki. Sebelum portal itu tertutup, Mihai buru-buru mengikuti mereka.     

Mihai tidak dapat melihat, mendengar, mencium, maupun merasakan apa pun untuk beberapa detik sebelum sebuah rumah yang sangat sederhana.     

Rumah itu hanya terdiri dari satu ruangan, terbentuk seluruhnya dari kayu pohon. Beberapa bagian rumah itu bahkan memiliki batang pohon hidup sebagai penopangnya secara langsung diikuti dengan tanaman jalar yang tumbuh meliliti beberapa perabotan di sekitarnya.     

Perabotan yang dimiliki pun tidaklah banyak. Hanya sebuah meja di tengah-tengah ruangan yang dilapisi taplak merah dan sebuah kursi. Di sudut terjauh terdapat dapur dan meja panjang sementara dinding-dindingnya terpasang rak buku, menjulang tinggi hingga memiliki tangga melingkar di sekitarnya. Tangga-tangga itu pun terbentuk dari batang pohon asli yang telah diukir.     

Yuki berjalan mendekati kursi kosong di tengah ruangan. Ia melirik meja yang memiliki berbagai buku berserakan di atasnya serta sebuah buku kosong yang terbuka dengan pen bulu yang tergeletak begitu saja hingga sisa tintanya merembes, menodai kertas kosong di buku itu. Alisnya mengernyit dalam.     

"Theo!"     

Alex menyebarkan pandangannya, tidak terlihat terkejut tapi juga tidak terlihat familiar.     

"Tempat apa ini?" bisik Mihai. Tempat ini tidak memiliki gaya bangunan mana pun yang ada di Kota Rumbell.     

"Ini … seharusnya adalah tempat tinggal Kelinci Hitam Penjaga Gerbang."     

"Kelinci HItam Penjaga Gerbang?"     

Alex mengangguk. Ia belum pernah bertemu dengan kelinci itu tapi Yuki pernah menyinggung keberadaan makhluk tersebut beberapa kali, bahwa makhluk itu bertugas untuk menjaga gerbang antar dimensi. Jika mereka ingin berpindah ke dimensi lain, mereka harus mendapatkan ijin dari makhluk tersebut dan pergi melalui pintu yang tersedia di tempat tinggal makhluk tersebut.     

Mihai mendengar penjelasan Alex, sedikit takjub. Ia mengira Yuki akan membuka portal dan melalui portal itu mereka sudah akan sampai di dimensi para beast.     

"Ah … hahaha …." Alex menggaruk pipinya canggung saat mendengar ucapan Mihai.     

Tidak tahu mengapa Alex merespons seperti itu, ia ingin bertanya tapi langsung dipotong oleh suara seorang pria yang terasa dalam tapi terasa akan hilang seperti angin lembut.     

"Ya. Kau tidak perlu ijinku. Semua makhluk di kedua dimensi ini terlalu semena-mena sampai aku hampir menjadi pengangguran."     

Tepat di seberang dapur, sebuah pintu yang awalnya tidak ada di sana terbuka dan seorang pria bertelinga kelinci hitam berjalan masuk. Ia menguap beberapa kali sambil mengusap mata hitamnya. Rambutnya yang juga hitam legam acak-acakan dan tubuh jangkungnya masih terbalut satu set piyama lengan panjang berwarna biru langit dengan motif ikan paus mungil.     

Menatap Yuki dengan ekspresi 'kau mengganggu', ia duduk di kursi. Meskipun ia sudah susah payah bangun, tepat ia bertemu dengan meja, tanpa menghiraukan pen bulu dengan tinta yang sudah mengering di hadapannya, ia segera menimpa pen itu dengan kedua tangannya lalu membenamkan wajahnya, kembali mendengkur halus.     

Yuki menghela napas pasrah. Terakhir kali ia bertemu dengan kelinci ini, ia masih bisa melihat kerapian dan keformalan yang dimiliki kelinci hitam lainnya tapi sekarang ….     

"Theo, kirimkan aku ke dimensi beast!" pinta Yuki sembari menusuk punggung si kelinci sekuat tenaga.     

Tidak merasakan sakit sedikit pun, Theo menggeliat malas. Dengan penuh keberatan, ia menaikkan sedikit wajahnya, memperlihatkan setengah bagian matanya dari balik lengan yang terlipat di atas meja. "Kau bisa pergi ke sana dengan kemampuanmu sendiri." Kemudian ia kembali tertidur lagi.     

Yuki mulai kehilangan kesabaran.     

Jika Alex tidak menahannya, ia mungkin sudah membalikkan meja itu.     

Mihai menonton seluruhnya dengan bingung. "Bukankah dia penjaga gerbang? Mengapa dia meminta Paman untuk pergi sendiri? Paman bisa membuka gerbang itu?"     

"Umumnya tidak. Namun, pintu gerbang yang dijaga Theo masih terlalu muda. Pada saat itu, dimensi yang awalnya satu baru dipisah menjadi dua dan pintu ini baru dibuat, belum cukup stabil. Namun, Lauren sudah mengganggu hubungan dimensi ini dengan dunia atas. Pada akhirnya, pintu itu menjadi gampang terbuka. Bahkan terkadang, pintu tersebut bisa terbuka dengan sendirinya dan menarik orang yang tidak tahu menahu tentang pintu tersebut dari dimensi beast ke Kota Rumbell ataupun sebaliknya."     

"Un …," gumam Theo. "Orang biasa dengan sihir biasa saja bisa membuka paksa pintu dimensi bodoh itu apalagi Tuan Yuki yang sudah naik ke atas. Kau tidak perlu memintaku bekerja, aku mau tidur."     

Urat-urat timbul di kening Yuki. Dengan satu ayunan tangan, BAM! Seluruh benda di atas meja beserta Theo meloncat naik beberapa meter sebelum mendarat kembali. Seluruh buku jatuh berserakan ke atas lantai. Hanya Theo yang mendarat kembali di atas meja dengan posisi yang sama persis, tetap tertidur pulas.     

Mihai dapat mendengar bunyi kertakan gigi yang sangat kuat hingga ia merasa giginya sendiri ngilu.     

"Theo!!!!! Aku tahu aku sudah banyak melanggar prosedur dan membuka gerbang tapi kau tidak perlu begitu dendam bukan? Aku datang hari ini untuk memintamu membuka gerbang meskipun aku tahu aku bisa membukanya, kau tahu maksudku bukan?!"     

Theo kembali mengangkat setengah wajahnya, menampilkan setengah mata mengantuk yang dipayungi sepasang alis terangkat tinggi. "Hmm …."     

Yuki menggeram tanpa henti. Pada akhirnya, ia memaksa dirinya mengeluarkan kata-kata yang sulit sekali muncul dari bibirnya sejak dulu, "Aku minta maaf ok? Aku sudah melanggar perjanjian kita! Jadi aku mohon, bukakanlah pintunya, ok?"     

Yuki merasa mulutnya pahit. Jiwa tsundere-nya terlalu mandarah daging hingga ia merasa akan muntah darah karena minta maaf.     

Alex yang tidak bisa menahan tawa langsung mendapatkan hantaman siku yang mematikan dari Yuki. Mihai refleks menutup perutnya dengan ngilu, juga menutup mulutnya rapat-rapat. Apa pun yang terjadi, ia bersumpah tidak akan tertawa.     

Theo menatap Yuki sejenak, diam-diam tersenyum dari balik tangannya. "Baiklah."     

Asap putih tiba-tiba menyelimuti tubuh kelinci itu dan detik berikutnya, kelinci itu telah terbalut oleh kemeja hitam dengan luaran panjang berlengan lebar yang diikat dengan obi. Ornament-ornamen yang terlihat antic menyelimuti beberapa bagian pakaiannya, menambah kemewahan dalam kesederhanaan pakaian tersebut. Pada salah satu matanya tergantung monocle berbingkai emas dan rambut yang awalnya acak-acak sudah tersisir rapi ke belakang, membuat garis rahangnya terlihat jelas dan tegas. Senyum tipis tergores di wajah dinginnya.     

Tangannya yang terbalut sarung tangan hitam diayunkan sekali dan tiga kertas muncul di depan mereka bersama dengan pen bulu. "Isi identitas kalian di sana dan jangan lupa bubuhkan tanda tangan kalian. Setelah itu, ikuti aku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.