This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Maafkan Aku (2)



Maafkan Aku (2)

0Otak Vasile yang telah dipenuhi kebahagiaan langsung mengalami arus listrik pendek ketika disambar oleh asupan berlebih dari kemanisan dan keindahan sosok Toma.     
0

Vasile membutuhkan beberapa saat untuk bisa kembali berpikir jernih hingga ia tidak bisa bergerak cepat ketika Daniel dan Daniela menggodanya.     

'Dasar anak-anak itu! Lihat saja nanti!' Degupan jantung Vasile bagaikan kereta ekpress, begitu mematikan untuk jantung tuanya.     

Agar Toma tidak menyadari keadaannya yang kacau, Vasile berusaha berekspresi senetral mungkin. Walaupun ia sangat ingin memeluk Toma sekarang juga tapi ia takut kehilangan kendali jadi untuk menenangkan kembali dirinya terlebih dahulu, ia berjalan memutar, menuju nakas.     

'Ok! Sekarang, Toma harus makan dulu! Setelah itu—'     

Ketika ia masih sibuk mengingatkan dirinya urutan perilaku yang benar, dua lengan kurus tiba-tiba memeluk pinggangnya erat. Dalam sekejap, punggungnya ditempeli tubuh yang hangat.     

"Vasile …." Suara Toma sedikit lirih dan teredam karena ia menggelamkan seluruh wajahnya pada punggung kokoh Vasile.     

Vasile dapat merasakan napas hangat yang meresap ke dalam kain pakaiannya, kembali meningkatkan pacu jantung yang telah mulai tenang hingga memekakkan telinganya. Tubuhnya menegang membuat Toma merasa sedang memeluk sebuah patung dibandingkan makhluk hidup.     

Alasan Vasile mematung adalah karena ia tidak mengantisipasi Toma akan mengambil inisiatif untuk memeluknya tapi Toma yang sudah dipenuhi aura negatif berpikir beda. Ia mengira Vasile membenci perilaku beraninya ini.     

Keadaan mental Toma yang telah buruk selama lima belakangan semakin jatuh. Ia sudah hampir terisak tapi ia tidak ingin menjadi seorang yang cengeng. Untuk memperjuangkan cintanya sekarang, ia harus sekuat baja!     

"Vasile! Aku minta maaf. Aku tahu kau pasti membenciku karena telah melukai keponakanmu. Aku juga membenci diriku sudah begitu mudahnya dikontrol. Tapi … tapi walaupun perasaanmu sudah berubah pun tidak masalah!"     

Vasile mendengar dalam kebingungan. Ia ingin menyela tapi pelukan Toma semakin erat ketika menyadari Vasile ingin membuka mulut. Ia takut mendengar penolakan Vasile sehingga tidak memberikan kesempatan kepada pria itu untuk berbicara.     

Dengan satu gerakan kuat, Toma membalikkan tubuh Vasile hingga keduanya saling bertatapan.     

Pandangan mereka bertemu. Tekad kuat di dalam sorot mata Toma mengalir kepada Vasile, membuat bulu kuduknya berdiri tegak.     

"Aku mencintaimu! Walaupun kau tidak menyukaiku lagi, aku yang akan merubah perasaanmu! Kali ini, aku yang akan mengejarmu dan membuatmu mencintaiku!" Setelah menyerukannya dalam satu hembusan napas, Toma melingkarkan kedua tangannya pada leher Vasile, berjinjit kecil, mencuri bibir Vasile.     

Vasile terbelalak kaget. Ia belum pernah berhadapan dengan Toma yang membuka dirinya secara utuh tanpa menutupi apa pun. Selama ini, Toma selalu berusaha membangun tembok di antara mereka, melindungi segala rahasia yang tidak ingin Toma perlihatkan kepadanya.     

Mata Vasile sedikit nyeri, menimbulkan beberapa butir air membendung di kelopak matanya.     

Meskipun Toma mengucapkan kata-kata yang berani, sekarang Toma memejamkan matanya dengan begitu erat, takut melihat perasaan Vasile. Tangan yang melingkari leher Vasile pun bergetar hebat.     

Toma terus melumat bibir Vasile yang tidak bergerak sedikit pun. Semakin lama, hatinya semakin hancur karena Vasile tidak memberikan reaksi. Air mata telah berkumpul di sudut matanya ketika Vasile melingkarkan tangannya pada pinggang Toma, menarik tubuh kurusnya hingga menempel erat pada tubuh Vasile.     

Toma tersentak. Matanya kembali terbuka lebar, bertemu dengan sepasang mata merah tua yang panas. Bibirnya segera diterkam oleh Vasile, begitu buas hingga Toma mulai pusing karena kekurangan oksigen.     

Toma segera menghirup seluruh udara di dalam ruangan ketika bibir mereka terpisah. Matanya yang berair dipenuhi kabut dan bibirnya bengkak.     

Vasile tidak melepaskan pelukannya. Sebaliknya, ia mengangkat satu tangannya, mendorong kepala Toma untuk bersandar pada bahunya lalu mendaratkan kecupan lembut pada rambut Toma. Aroma segar shampoo memasuki penciuman Vasile. Menyadari aroma shampoo itu merupakan aroma yang sama dengan yang selalu ia gunakan, ia tidak menghentikan dirinya untuk menangkat wajah Toma lalu mendaratkan ribuan kecupan pada wajah dan leher Toma.     

"!! Va … Vasile!!"     

Ketika ia tersadar, Toma sudah terdorong ke atas tempat tidur. Pakaian rapi yang ia kenakan telah lecek dengan beberapa kancing terbuka memperlihatkan kulitnya yang kemerahan.     

Kedua tangan Toma terletak pada dada Vasile, meremas kain pakaiannya erat. Beberapa jejak merah dan bekas gigitan tersebar di pipi dan leher Toma.     

Jantung Toma berdegup terlalu kencang hingga terasa akan meledak sehingga Toma membutuhkan waktu rehat sejenak untuk mengatur kembali dirinya.     

Namun, tidak ia sangka, Vasile akan tiba-tiba menampar pipinya sendiri.     

Toma buru-buru bangun dari tempat tidur, membungkus pipi Vasile dengan tangan. "Apa yang kau lakukan?!"     

Melihat ekspresi penuh kesakitan di wajah Toma, Vasile merasakan gairahnya yang telah mereda kembali membuncah lagi. Ia buru-buru menarik tangan Toma.     

"Vasile?" Toma mulai sedikit panik ketika Vasile menjauh darinya.     

Tahu bahwa Toma akan kembali berprasangka buruk, Vasile menepuk kepala Toma pelan. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang merah padam. "Jangan berpikir aneh-aneh! Aku tidak membencimu jadi tenanglah! Aku hanya menjauh karena jika tidak begini, aku akan kehilangan kendali. Dengan keadaan tubuhmu sekarang, aku hanya akan membunuhmu."     

Vasile telah mendengar bahwa Toma hampir tidak menyentuh makanannya beberapa hari ini. Tidak mungkin Toma dapat bertahan dalam kegiatan berguling di atas tempat tidur dengannya dengan keadaan perut kosong.     

Memahami maksud Vasile, Toma menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan malu. Meskipun begitu, kepanikan di dalam dirinya telah reda.     

"Jadi … jadi posisi pacar dan istri yang kau tawarkan padaku masih berlaku?"     

Tidak mendengar jawaban langsung dari Vasile, Toma menggigit bibirnya seraya memainkan jari jemarinya dengan gugup.     

Oleh karena Toma menundukkan kepalanya, ia tidak bisa melihat senyum lebar yang terlukis di wajah Vasile. Mungkin ini yang disebut keajaiban setelah badai. Tidak hanya Vasile bisa melihat berbagai ekspresi yang tidak pernah Toma perlihatkan kepadanya, ia pun mendapatkan kejelasan dan jawaban terhadap perasaan cintanya.     

Kebahagiaan yang telah membuncah langsung tersalur ke dalam tawanya.     

Toma buru-buru mendongak, tertegun mendapati Vasile yang tertawa begitu lepas.     

Biasanya, Vasile akan tersenyum seperti penipu professional atau tersenyum yang bercampur dengan rasa sedih. Tidak pernah Toma melihat wajah yang begitu bahagia diperlihatkan oleh Vasile.     

Toma ikut tersenyum lebar dan tertawa. Dilemma dalam hatinya telah hilang tanpa jejak.     

Tidak perlu Vasile ucapkan, Toma sudah tahu apa jawabannya.     

Akan tetapi, Vasile menolak untuk membiarkan Toma menerka-nerka maksudnya. Setelah mendaratkan sebuah kecupan hangat di bibir, Vasile berucap, "Tentu saja!"     

Toma membalas kecupan itu lalu memeluk erat leher Vasile. Vasile menepuk bahu Toma lembut seraya berkata, "Makanlah terlebih dahulu. Setelah itu kita akan bicara lagi, OK?"     

"Un!"     

*****     

Ketika Luca kembali bangun, hari sudah gelap. Liviu segera menyapanya dengan bahagia membuat Luca tersenyum walaupun sekujur tubuhnya lemah dan sakit.     

Albert memasuki kamarnya untuk mengantarkan makan malam. Oleh karena tubuh Luca yang lemah, ia tidak bisa menyuapi Liviu sehingga setelah memastikan posisi Luca cukup nyaman untuk menyendok makanannya, Albert membawa Liviu ke ruang makan. Liviu hanya bisa menatap Luca dengan cemberut sambil melambaikan tangan mungilnya. Luca membalas lambaian itu sambil berkata, "Setelah selesai makan, kau bisa kembali ke sini."     

"Da!"     

Pintu kembali ditutup.     

"Mm! Mm! Makanlah yang banyak! Jangan sampai Mihai kembali untuk melihatmu yang sekarat! Livi juga akan bersedih jika kau tidak bersemangat!" Liliane yang dari tadi hanya mengamati mulai terbang di sekeliling Luca, mengepalkan kedua tangan di depan dada lalu menggoyang-goyangkannya naik-turun untuk memberi Luca semangat walaupun ia tahu Luca tidak dapat mendengarnya.     

Ya. Seharusnya begitu. Seharusnya Luca tidak bisa mendengar suaranya, apalagi melihat sosoknya.     

Akan tetapi, ketika ia selesai berucap, Luca tiba-tiba mendongak, menatap lurus tepat di mana Liliane berada sekarang.     

Liliane menatap putranya dengan ragu. "Apa aku berhalusinasi?"     

Sorot mata Luca melembut. "Hampir saja aku lupa. Ibu … kemarilah."     

"..."     

Liliane mengerjap tiga kali. "Kau … tadi bilang apa?"     

"Ibu, kemarilah."     

"!!!!!!!!!!!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.