This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Janji?



Janji?

0Setelah sosok Carme menghilang di udara kosong, Luca membawa Mihai ke salah satu sisi paviliion. Ia mendudukkan Mihai pada pagar rendah lalu ia duduk di sampingnya tanpa melepaskan genggaman.     
0

"Mihai … lihat aku," pintanya lembut.     

Mihai dengan patuh mendongak. Bibirnya mengerucut, masih tidak senang dengan semua ini.     

Melihat wajah cemberut yang menggemaskan, Luca mencubit pipi Mihai hingga pria itu mengeluh kesakitan.     

"Apa yang kau lakukan?! Ugh …." Mihai mengelus-elus pipinya yang sepertinya sudah bengkak sekarang. Air mata bergantung di sudut matanya yang segera dihapus Luca menggunakan jari.     

Tanpa aba-aba, Luca mendaratkan ciuman pada kening Mihai, kemudian turun ke batang hidung, lalu berhenti di bibir. Setelah beberapa saat, Luca menjauh. "Kau tidak perlu khawatir. Aku bisa menjaga diriku selama satu tahun. Kerjakan tugasmu dan aku akan menunggu."     

Bukannya terbujuk, cemberut di wajah Mihai semakin kentara. Rasa frustasi yang sudah ia pendam selama dua kehidupan segera meledak.     

"Bagaimana aku tidak khawatir?! Aku tahu sifatmu Luca! Jangan pikir aku tidak mengenalmu! Aku tahu kau mulai berpikir untuk mengubah Kota Rumbell lagi agar bisa menjadi tempat yang aman dan damai untuk aku tinggali sebagai mixed blood. Tanpa memori pun, kau tetap mengulang kembali impian yang berbahaya itu. Kau bermaksud pergi ke pertemuan besar incubus selanjutnya untuk mengusahakan perubahan peraturan bukan? Kau tahu betapa banyak yang melihatmu sebagai musuh dan menginginkan nyawamu? Sekarang setelah kau memiliki batas hidup selama satu tahun saja, dengan kekeraskepalaanmu itu aku hanya bisa membayangkan dirimu yang tetap pergi ke pertemuan itu dan tetap mengusahakan semuanya untukku dan menggunakan nyawamu sebagai taruhan. Aku … aku tidak mau kehilanganmu lagi! Aku tidak mau ketika aku kembali enam bulan kemudian, aku hanya melihat sebotol abu dan batu nisan yang terukir namamu—"     

Luca menarik lengan Mihai dengan kuat, menyentak tubuhnya ke dalam pelukan Luca. "Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan sebodoh itu lagi." Merasakan perlawanan di dalam pelukannya, ia melepaskan Mihai kemudian menarik dagu pria itu untuk menatap matanya.     

"Aku sudah bukan anak muda seribu tahun yang lalu. Aku sudah mengalami begitu banyak dan aku tahu lebih dari siapa pun risiko apa yang akan aku dapatkan dalam setiap langkah yang aku buat. Ketika aku ingin memberikan dunia yang damai bagimu, aku tidak berpikir untuk menggunakan nyawaku sebagai bayarannya seperti seribu tahun yang lalu. Aku bukan lagi anak muda yang begitu idealis. Apalagi sekarang aku punya keluarga yang begitu manis dan berharga untuk aku lindungi dan sayangi. Aku tidak mungkin meninggalkanmu setelah mengalami seribu tahun yang begitu hampa dalam penantian."     

Jari jemari Luca menyisir helaian rambut yang tersebar di pipi Mihai, merapikannya sebelum menyapunya ke belakang bahu.     

"Memang aku berpikir untuk memberikan tempat yang aman untukmu tinggal sebagai mixed blood tapi jika aku terancam untuk meninggalkanmu karena usaha itu, aku tidak akan melanjutkannya. Jika memang dunia yang kutinggali menolak keinginanku maka aku lebih memilih membuang dunia itu daripada meninggalkanmu."     

Mata Mihai berkaca-kaca. Hatinya tersentuh tapi ia tetap meneguhkan dirinya untuk tidak behambur ke dalam pelukan Luca.     

Otaknya tidaklah cemerlang sehingga ia gampang dikelabui oleh kata-kata manis. Oleh sebab itu, Mihai menahan diri sambil mencerna satu demi satu kalimat Luca. Matanya mengamati tatapan Luca, berusaha mencari setitik pun kebohongan di dalamnya.     

"Apa pun yang terjadi kepada kaum mana pun di Kota Rumbell, kau janji tidak akan membiarkan nyawamu terancam? Walaupun masalah dengan Lauren adalah hal yang menjadi tanggung jawabmu untuk menyelesaikannya, tapi apa pun yang terjadi, walaupun kau melihat mayat yang berserakan pun, kau janji tidak akan melawan Lauren dan lari untuk menyelamatkan nyawamu?" Mihai menatap Luca penuh harap.     

Luca menahan keinginannya untuk tertawa dan mencubit pipi Mihai dengan gemas, tidak ingin Mihai memprotes dan menuduhnya tidak menganggap Mihai dengan serius.     

Jika itu adalah Luca seribu tahun yang lalu, mungkin Luca akan menolak. Ia tidak ingin melihat begitu banyak nyawa hilang di depan matanya sementara ia kabur dengan tak tahu malu.     

Akan tetapi, Luca bukanlah sosok muda yang baik hati lagi.     

Setelah melihat kedinginan dunia begitu lama, akhirnya ia menemukan kehangatannya. Ia ingin terbalut dalam kehangatan itu lebih lama lagi.     

Untuk itu, ia akan menjadi seseorang berhati baja, egois dan dingin. Apa pun dan siapa pun tidak akan mengubah pendiriannya itu.     

Luca mengangguk. "Aku janji," ucapnya tegas.     

Senyum lebar kembali tersungging di wajah Mihai. Kali ini, ia tidak lagi menahan diri dan langsung membuang dirinya ke dalam pelukan Luca. Kedua tangannya melingkari pinggang Luca dengan erat, begitu erat hingga Luca sedikit sesak napas tapi Luca tidak keberatan. Ia membalas pelukan Mihai sembari mengelus kepala Mihai dengan lembut. Bibirnya mendarat pada pangkal kepala Mihai, memberinya beberapa ciuman hangat di sana.     

Entah berapa lama berlalu tapi tiba-tiba, Mihai mulai menggeliat di dalam pelukan Luca.     

"Ada apa?" Luca melepaskan pelukannya, menatap Mihai dengan bingung.     

Sementara itu, kemerahan di langit kembali memekat. Permukaan air mulai bergetar lembut, menghasilkan beberapa gelombang air secara acak. Di sekitar paviliun, bunga teratai mulai bermekaran, menghasilkan aroma harum yang memabukkan bagaikan sebuah afrosidiak.     

Jantung Luca bergetar.     

Ragu-ragu, Mihai menarik ujung lengan pakaian Luca. Mulutnya terbuka mengeluarkan suara yang semakin lama semakin kecil, "Kita akan terpisah cukup lama jadi … itu … aku tahu ini di alam bawah sadar tapi apa kita bisa … melakukan … itu …." Mihai menggigit bibir bawahnya. Kepalanya semakin tertunduk dalam.     

Jantungnya berdegup begitu kencang hingga terasa akan meloncat keluar dari tenggorokan. Mihai harus menelan ludahnya beberapa kali dengan susah payah untuk menahan jantungnya.     

Tidak mendengar jawaban dari Luca membuat Mihai bergeliat-geliat tidak tenang. Jari jemarinya mulai terkait dengan satu sama lain, tidak yakin apakah Luca akan mengabulkan permintaannya.     

"?!!"     

Sepasang tangan yang kokoh mengangkat Mihai tanpa aba-aba. Mihai memekik. Pandangannya berputar sebelum punggungnya menabrak tiang pondasi paviliun dan mendudukkannya kembali di atas pagar yang berada di dekat tiang. Sebelum Mihai dapat mengatakan apa-apa, ucapannya telah termakan oleh bibir Luca.     

Luca melumat, menyedot, dan menggigit bibir Mihai dengan ganas. Dalam sekejap, napas Mihai telah tersedot habis, membuat membuka bibirnya dengan susah payah untuk menarik napas. Luca tidak membiarkannya beristirahat begitu lama dan segera melumat bibir Mihai lagi. Bunyi-bunyi basah menggelitik telinga keduanya, membuat Mihai mengabaikan bunyi kain pakaiannya yang hampir robek karena Luca yang terlalu bersemangat.     

Dalam sekejap, tubuh berotot pas terekspos. Sepasang puting merah muda terlihat sangat lezat membuat Luca menjilat bibirnya. Beberapa bekas luka, bukti sejarah kepremanan Mihai di kehidupan keduanya, terukir jelas di beberapa bagian tubuh.     

Luca mengangkat tubuh Mihai hingga sekarang tubuh pria itu melayang. Takut akan jatuh, Mihai langsung melingkarkan kakinya pada tubuh Luca.     

Satu tangan Luca menahan tubuh Mihai di bagian bokong, meremas bokong montok itu hingga Mihai menangis beberapa kali dalam kenikmatan sementara satu tangannya lagi membelai punggung Mihai.     

Aliran listrik seperti mengalir dari ujung jari jemari itu membuat punggung Mihai tersentak ke depan, membentuk setengah lingkaran sempurna.     

"Agh!"     

Mihai ingin membantu Luca membuka pakaiannya juga tapi tangannya hanya bisa berhenti dan meremas pakaian Luca ketika bibir Luca menyusuri setiap sudut tubuh Mihai, mendaratkan kecupan dan melumatnya bagaikan Mihai terbuat dari permen.     

Bagian bawah Mihai telah basah oleh cairan yang keluar dari benda tegangnya tapi Luca dengan tanpa ampun merangsangnya lebih hingga akhirnya tanpa mendapatkan milik Luca di dalam lubang belakang, ia telah mencapai klimaks sekali.     

Dengan napas terengah-engah dan wajah yang merah padam, Mihai cemberut. Tangannya mencubit bahu Luca untuk memprotes.     

"Auw! Mihai!" keluh Luca tidak tahu harus menangis atau tertawa.     

Mihai mendengus kesal. "Jangan hanya melayaniku. Kau juga harus menikmatinya!" Dengan satu tarikan, Mihai menarik tangan Luca ke belakang punggung lalu duduk mengangkang di atas paha pria itu. Menggunakan kemampuan alam bawah sadarnya, ia memproduksi tali yang dengan kuat mengikat lengan Luca.     

Melihat Luca ingin memprotes, Mihai langsung membungkam ucapan Luca dengan ciuman. Kedua tangannya dengan lihai membuka kancing pakaian Luca.     

'Hoo … jadi kau ingin mengambil kontrol? Biar kulihat ketangguhanmu.'     

Luca menggerakkan mulutnya dengan intens, mengambil alih kuasa Mihai. Setiap gerakan Luca berhasil menaikkan gairah Mihai membuat Mihai yang semakin tidak sabar langsung merobek sisa kancing pakaian Luca.     

Menyadari bahwa Luca telah nakal, Mihai menjauhkan wajah. "Jangan nakal," tegur Mihai dengan suara serak. Kedua tangannya kembali mencubit bahu Luca membuat Luca menangis.     

Puas, bibir Mihai menyusuri leher Luca lalu turun ke puting susunya. Sebagai hukuman akan kenakalan pria itu, Mihai menggigit puting susu Luca tanpa ampun.     

"Auw! Mihai!" Luca tidak habis pikir Mihai akan melakukan hal yang begitu berani. Walaupun ia kesakitan, senyum di wajahnya menjadi semakin lebar, menggoda Mihai yang semakin lama bertumbuh semakin mesum. Luca tidak sabar melihat teknik apa yang Mihai punya beberapa tahun ke depan untuk merangsang Luca lebih dari ini.     

Mihai tidak menyadari hal itu. Ia masih berfokus untuk membuka celana Luca, mengeluarkan benda panas yang besar dari sana lalu perlahan-lahan memasukkannya ke dalam lubang belakang Mihai.     

Belum sempat Mihai mengeluarkan erangan nikmat, tiba-tiba pandangannya kembali berputar.     

Ketika pandangannya kembali jelas, Mihai telah berbaring di atas meja batu di tengah paviliun. Kedua kakinya di angkat oleh tangan Luca dan Luca mulai mengayunkan pinggulnya.     

"Ah! Bagaima—ah!" Mihai bingung mengapa Luca bisa lepas tapi gerakan Luca semakin cepat. Benda panas itu masuk begitu dalam dan menabrak bagian nikmat. Mihai tidak lagi dapat mempertahankan akal sehatnya.     

Menginginkan benda itu semakin dalam lagi, Mihai menggunakan kekuatannya untuk setengah bangun dari meja. Kedua tangannya berhasil menggapai pinggang Luca dan dengan menancap kuku-kukunya pada kulit Luca, ia menahan pinggang itu dan memaksanya untuk tidak mengeluarkan benda panas itu melainkan masuk lebih dalam lagi.     

Tangis Mihai pecah. Matanya berkabut oleh kenikmatan.     

Luca merasa disambar oleh petir. Istrinya benar-benar begitu pandai memprovokasinya.     

Tangisan semakin keras hingga tak terkendali lagi. Angin lembut membelai kedua sosok yang saling tumpang tindih dan terus tersentak tanpa henti.     

Mihai tidak tahu telah mencapai klimaks berapa kali. Seluruh tubuhnya lengket. Ketika setitik akal sehatnya kembali dan matanya menangkap kekacauan itu, ia menjadi sedikit malu dan mengharapkan tempat itu menjadi gelap sehingga Luca tidak bisa melihat keadaan kacau ini dengan jelas.     

Pikiran itu hanya terlintas sekilas sebelum tersapu oleh kenikmatan. Namun, Luca menyadari langit yang tiba-tiba berubah menjadi malam. Hanya sinar bulan dan bintang yang menyinari paviliun itu membuat Mihai tertutup oleh bayangan tubuh Luca.     

Binar nakal terlintas di mata Luca.     

Ia tahu pergolakan di dalam hati Mihai dan ia semakin tergelitik untuk menggoda Mihai.     

Dengan satu sentakan, tubuh Mihai kembali terangkat tapi Luca tidak mengeluarkan bendanya dari Mihai. Mihai yang sudah hampir mencapai klimaks dipaksa berhenti.     

"Mmh!!" protes Mihai yang cemberut dan tidak nyaman.     

Pergerakan Luca membuat bendanya mengenai Mihai tapi momentumnya tidak begitu kuat untuk Mihai mencapai klimaksnya.     

Melihat Luca tidak menghiraukan protesnya, Mihai semakin kesal. "Luca!" Mihai berusaha menggerakkan pinggulnya sendiri tapi Luca menghentikannya.     

"jangan nakal," tegurnya seraya duduk di salah satu pagar yang paling banyak terkena cahaya bulan. Kali ini, Luca duduk membelakangi cahaya sehingga Mihai yang berada di posisi lebih tinggi tersinar oleh cahaya bulan, membuat Luca dapat melihat keadaan kacau Mihai dengan jelas.     

Mihai akhirnya menyadari langkah nakal pria itu dan tidak bisa berhenti mencubit Luca. "Kau benar-benar!" Padahal ia ingin menutupi dirinya dalam bayangan malam tapi sekarang, di bawah cahaya bulan, seluruh detail tubuhnya terekspos jelas.     

Luca tidak peduli dengan protes Mihai dan mulai menggerakkan bendanya tanpa ampun. Mihai kembali tenggelam dalam gairah.     

Keduanya melakukannya beberapa kali lagi di bawah cahaya bulan yang lembut ….     

*****     

"Aku harap Livi baik-baik saja …."     

Mihai yang telah mengenakan kembali pakaiannya mendongak, menikmati pemandangan bulan purnama. Wajahnya masih bersemu merah dan bibirnya bengkak. Punggungnya bersandar pada dada bidang Luca yang duduk di belakangnya, memeluknya erat.     

Setelah puas bercumbu, menggunakan kemampuan alam bawah sadar, mereka membersihkan tubuh dan mengembalikan pakaian mereka dalam keadaan bersih.     

Baru saat itulah Mihai sadar bahwa Luca juga memiliki kontrol terhadap alam bawah sadar ini.     

Alam bawah sadar ini terbentuk dari koneksi mereka melalui tanda janji. Hal ini menjelaskan mengapa Luca bisa muncul di sini dan bahkan melepaskan tali dari tangannya dengan mudah.     

Sekarang, keduanya duduk di tangga pintu masuk pavilion, saling berbagi kehangatan tubuh sambil menatap pemandangan bulan.     

"Aku yakin dia sudah menangis tersedu-sedu. Dia melihat aku ditusuk secara langsung."     

Mendengar itu, binar mata Mihai meredup. "Sakit?"     

"Hm?"     

"Tusukan itu. Sakit?"     

Luca ingin mengatakan tidak tapi Mihai akan tahu bahwa ia berbohong jadi ia mengangguk dengan jujur. "Sakit," gumamnya seraya membenamkan wajahnya pada ceruk leher Mihai, mencium aroma tubuh Mihai yang segar.     

Mihai tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengelus kepala Luca.     

Setelah hening yang lama, Mihai berucap, "Ketika kau bangun, sampaikan pesanku kepada Livi bahwa aku akan segera kembali jadi jangan bersedih."     

"Nn." Luca mengangguk. "Kau juga hati-hati. Jangan membahayakan dirimu di sana."     

"Aku tahu."     

Keduanya kembali diam, menikmati detak jantung masing-masing yang entah mengapa sangat menenangkan.     

Entah berapa lama telah berlalu ketika Carme kembali muncul di tengah udara kosong. Melihat sepasang suami-istri itu, Carme kembali mengingat keduanya yang saling berguling di dalam paviliun, membuatnya berdehem malu.     

Bukannya ia ingin mengintip tapi karena ia telah berada bersama Mihai cukup lama, ia memiliki sedikit koneksi dengan Mihai sehingga walaupun ia tidak ingin tahu, ia tetap akan tahu.     

"Sudah waktunya," ujar Carme setelah berhasil mengembalikan keseriusan di wajahnya.     

Mihai dan Luca menatap satu sama lain, berat untuk berpisah tapi mereka tidak punya pilihan lain.     

Setelah berciuman singkat, keduanya mengambil sedikit jarak. Mata mereka penuh dengan tekad ketika mereka mengangguk pada Carme.     

Carme membalas anggukan.     

Cahaya putih mulai menyelimuti tempat itu, semakin lama semakin besar, melahap mereka. Sebelum Mihai kehilangan kesadaran, ia mendengar Luca berbisik, "Satu tahun lagi …."     

Mihai tersenyum lembut. "Ya. Enam bulan lagi …."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.