This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Dilemma Hati



Dilemma Hati

0"Steve … aku membangunkanmu?"     
0

Luca tidak langsung membalas tawaran Steve. Steve juga tidak keberatan. Ia mengikuti alur pembicaraan sesuai keinginan Luca.     

"Tenang saja. Kau tidak membangunkanku. Aku terbangun karena ingin ke kamar kecil ketika aku menyadari kau sudah tidak ada di kamar. Jadi aku menduga kau sedang ada di sini untuk menikmati langit malam tapi dari berat nafasmu, aku menemukan keresahan. Tumben kau tidak lari ke tempat yang hijau di saat seperti ini."     

Luca tersenyum tipis melihat sahabatnya yang cukup mengenali kebiasaan Luca. Ketika Luca penuh dengan emosi negatif, biasanya Luca akan pergi ke tempat yang hijau, penuh dengan pemandangan asri untuk melegakan perasaannya. Bersatu dengan alam adalah pengalaman yang selalu menenangkan bagi Luca.     

Tertawa kecil, ia membalas, "Tentunya aku tidak akan pergi ke dalam hutan subuh-subuh begini. Jangankan melihat pemandangan asri, di tengah kegelapan ini, warna hijau daun pun sulit ditangkap."     

"Kau benar." Setelah beberapa saat berpikir, Steve mulai menertawakan dirinya sendiri.     

Hidup terlalu lama dalam keadaan buta membuat Steve mulai melupakan pengalaman ketika ia masih dapat melihat melalui mata. Sekarang, ketika ia 'melihat' melalui keempat indra lainnya, Steve tidak perlu pencahayaan untuk membayangkan objek tersebut sehingga ia lupa bahwa orang biasa akan kesulitan melihat di saat sumber cahaya begitu minim.     

Luca ikut tergelitik untuk tertawa sehingga keduanya tertawa untuk beberapa saat dengan suara tertahan karena tidak ingin mengusik penghuni lainnya.     

"Udara hari ini cukup sejuk untuk musim panas," komentar Steve tiba-tiba.     

Luca mengedikkan bahu. "Aku rasa ini hanya karena malam sudah larut. Tanah sudah mendingin setelah terlalu lama ditinggal matahari."     

"Mungkin juga." Steve mengangguk-angguk. Diam-diam, senyum jahil tersungging di wajahnya. Steve mencondongkan sedikit tubuhnya mendekati Luca, memonyongkan mulutnya hingga berada beberapa sentimeter dari telinga Luca, berbisik, "Jadi … apa yang sedang mengusik pikiranmu?"     

Setelah basa-basi sebelumnya, Luca mengira Steve sudah melupakan beban di hati Luca. Luca sendiri masih ragu untuk bercerita jadi ia merasa sedikit lega. Tidak ia sangka, Steve sengaja berbasa-basi untuk menjahilinya.     

"Kau!" Luca menonjok pelan lengan atas Steve.     

Mendapatkan pukulan yang hanya membuat kulitnya gatal itu, Steve tertawa terbahak-bahak. Ia merasa bisa melihat Luca yang sedang cemberut sekarang, membuatnya tidak bisa berhenti tertawa.     

Luca menonjoknya beberapa kali lagi, tentunya dengan kekuatan seperti digigit semut seperti sebelumnya. Ia tidak pernah bermaksud melukai Steve dan hanya ingin mengeluarkan protesnya atas kejahilan itu.     

Steve tertawa hingga puas sampai air mata tertinggal di sudut matanya. Setelah menghapusnya, Steve kembali berbicara dengan nada serius, "Tapi aku benar-benar serius mengenai pertanyaanku. Apa yang mengusikmu? Kau selalu mencariku untuk masukan tanpa aku tanya tapi sekarang kau menutupinya. Apa begitu serius? Atau sesuatu yang bahkan aku juga tidak boleh tahu?" Jika benar begitu, Steve tidak akan mengorek lebih dalam.     

Luca melipat kedua kakinya lalu memeluknya dengan kedua tangan seraya menggeleng pelan. Ia menghela napas dengan kasar sebelum menyadari bahwa Steve tidak akan bisa melihat gelengannya, jadi ia membuka suara. "Bukan begitu. Ini bukan sesuatu yang tidak boleh kau ketahui, hanya saja …."     

Melirik sejenak pada Steve, Luca mengalihkan pandangannya kembali pada kakinya. Setelah beberapa saat, Luca kembali melirik Steve lagi lalu melihat pada kakinya lagi. Begitu terus hingga beberapa saat sebelum sebuah tekad kuat timbul dalam sinar matanya.     

"Kau berjanji tidak akan berkomentar negatif?" tanya Luca masih menyimpan sedikit keraguan dalam nada suaranya.     

Sebaliknya, Steve tersenyum hangat. Ia tidak tahu komentar negatif macam apa yang dimaksud Luca tapi sejak kapan Steve pernah melontarkan komentar seperti itu kepada sahabatnya. Seberapa buruk perbuatan Luca pun, Steve tidak akan pernah melontarkan kata-kata yang begitu negatif dan menusuk hati – meskipun tentunya Luca belum pernah melakukan perbuatan yang begitu buruk selama Steve mengenali pria tersebut.     

"Tentu saja!" balas Steve tegas.     

Luca menggunakan beberapa saat untuk menilai ekspresi Steve. Setelah yakin ucapan sahabatnya itu tulus, ia mulai bercerita.     

Sumber kegalauannya adalah pernyataan cinta dari Mihai. Luca belum pernah menceritakan hal ini sehingga Steve pun sedikit terkejut tapi jika ia mengingat kembali bagaimana Mihai sangat menyayangi Luca sejak kecil, Steve tidak merasa aneh bahwa akan ada perasaan lebih yang terbentuk di dalam diri anak itu ketika sudah bertumbuh dewasa.     

Bahkan, Steve lebih heran bahwa Luca begitu terkejut hingga awalnya hampir tidak dapat mempercayai pendengarannya.     

Luca menceritakan bagaimana Mihai menggambarkan keluarga bahagia dengan lima anak bersama Luca dan bagaimana Luca dengan tak tahu malunya dapat membayangkan itu dengan jelas. Hatinya bahkan bergetar dan sesuatu yang aneh membuncah di dalam hati Luca, begitu asing hingga Luca tidak dapat mengenali identitas 'sesuatu' itu.     

"Tidak …." Luca tiba-tiba menolak ucapannya sendiri. Setelah bercerita kepada Steve, menggambarkan perasaannya melalui kata-kata yang keluar langsung dari mulutnya, Luca tersadar.     

Hal yang membuncah di dalam hatinya bukanlah sesuatu yang asing. Bahkan itu sebenarnya perasaan yang sangat Luca kenal ketika ia masih bersama Emilia dan ingin meminang wanita itu. Luca sangat mengenal perasaan ini dan selama dua tahun ini, Luca hanya berusaha menutup matanya, takut mengakui pengetahuan tersebut dan berpura-pura tidak paham.     

Pipi Luca bersemu merah. Jantungnya berdegup kencang bahagia tapi di saat yang sama, ia juga merasakan frustrasi yang luar biasa.     

Ia menyadari perasaan yang begitu besar membuncah di dalam hatinya, yang selama ini ia hindari untuk lihat dengan seksama. Sekarang, perasaan itu begitu besar hingga Luca merasa kewalahan.     

"Tidak mungkin! Aku benar-benar seperti kriminal!" Luca menangkup wajahnya dengan kedua tangan seraya menggeleng kuat, berharap dengan begitu ia bisa menyangkal dan menghapus seluruh perasaan tersebut.     

Cerita Luca baru setengah terucap ketika Luca mulai bergumul dengan dirinya sendiri lagi sehingga Steve tidak begitu paham apa yang menjadi masalah.     

"Mengapa kriminal? Dari yang aku rasakan, kau menyuka—"     

"Diam!" Bulu kuduk Luca berdiri semua. Kata 'menyukai' yang hampir keluar dari mulut Steve terasa seperti sebuah konfirmasi bagi Luca dan membuatnya tidak dapat lari dari kenyataan ini lagi sehingga Luca buru-buru membungkam mulut Steve dengan kedua tangan. "Aku tidak! Dia anak asuhku dan anak Emilia! Aku … aku berjanji akan mengasuh Mihai seperti anak sendiri jadi rasa seperti …."     

Luca merasa ingin menggali lubang dan masuk ke dalamnya.     

Di sisi lain, Steve mendapatkan pencerahan. Melepaskan tangan Luca dari mulutnya, sebuah senyum hangat bercampur geli tersungging di wajah. "Kau benar seorang incubus? Kriminal hanya karena memiliki 'sesuatu' terhadap anak yang hanya berbeda 18 tahun darimu, berarti hampir 90 persen makhluk hidup di dunia ini adalah kriminal." Steve menghindari mengatakan 'perasaan suka' karena tidak ingin dibungkam Luca lagi.     

Apa yang dikatakan Steve sangatlah logis. Tidak … lebih tepatnya, itulah kebenarannya.     

Selain manusia, half-beast dan incubus memiliki umur yang sangat panjang sehingga tidaklah jarang melihat pasangan yang umurnya terpisah 200 hingga 500 tahun. Jika dibandingkan dengan Luca dan Mihai, keadaan Luca sekarang jauh dari kata kriminal.     

Tidak hanya itu, Luca adalah seorang incubus. Kaum yang telah dilabel dengan dua kata 'iblis penggoda'. Kaum iblis penggoda yang terkenal berhubungan seksual dengan bebas tanpa memandang umur sekarang memiliki seorang keturunan bernama Luca Mocanu yang menjambak rambut dengan kedua tangan hanya karena memiliki perasaan terhadap seorang anak muda dengan jarak umur 18 tahun, seluruh leluhur mereka akan merangkak keluar dari kubur sambil muntah darah saking murkanya.     

Luca paham maksud Steve tapi bukan jarak umur itu yang membuat Luca frustrasi.     

"Steve, dia anak Emilia. Aku tidak bisa melihat anak yang sudah kuanggap darah daging sendiri dengan perasaan yang tidak pantas seperti ini."     

Bagaimana mungkin ia melihat anak Emilia dengan pandangan yang sama dengan bagaimana ia melihat Emilia sendiri? 'Apakah karena Mihai anak Emilia sehingga aku memiliki perasaan ini? Aku menggunakan Mihai sebagai pengganti Emilia karena kemiripan mereka?'     

Luca tersentak kaget. Ada yang salah dari pikirannya membuat ia merenung sejenak.     

Pikirannya tidaklah benar. Luca tidak pernah memandang Mihai mirip dengan Emilia, bukan karena ia berusaha menghindarinya tapi karena Mihai memang tidak memiliki kemiripan dengan Emilia! Sedikit pun tidak! Bahkan tidak ada jejak Arthur di sana bagaikan Mihai terbentuk dari wadah yang sama sekali berbeda dari Emilia dan Arthur.     

Luca mengernyit dalam. Akan tetapi, ia tidak memperpanjang renungannya karena ia segera terdistraksi oleh ucapan Steve.     

"Tapi dia bukan darah daingmu Luca. Darahmu tidak mengalir di dalam Mihai dan secara etika maupun hukum, memiliki 'sesuatu' terhadap Mihai bukanlah ketidakpantasan. Bahkan, jika kau tidak mengasuh Mihai ketika masih kecil, kalian bisa dibilang merupakan orang asing terhadap satu sama lain."     

"Kau …." Luca ingin membantah tapi tidak ada kata-kata yang bisa ia keluarkan dari tenggorokannya.     

Steve benar. Luca juga tahu itu hanya saja ia tidak ingin menerimanya. Bagi Luca yang telah bertahun-tahun lamanya menganggap Mihai sebagai anak sendiri, Luca sedikit kewalahan dengan dirinya yang bisa sangat mudah mulai membentuk perasaan cinta terhadap anak yang sudah ia anggap sebagai anak kandung.     

Apa pun logika dan kebenarannya, dengan persepsi Luca sekarang, ia sulit untuk mengakui perasaannya.     

Steve juga kira-kira mulai memahami alur pikiran Luca. Namun, menurut Steve, apa yang Luca khawatirkan, jujur saja, merupakan hal yang sangat-sangat sepele.     

"Aku paham kau sangat menjunjung tinggi kepantasan terlepas dari kenyataan bahwa kita adalah incubus. Mungkin ini efek dari menjadi budak untuk Klan Rubah sejak kecil. Ajaran mengenai segala kepantasan, kesucian, dan tata krama mereka telah begitu melekat pada dirimu sehingga berpikir untuk mencintai dalam konteks yang melibatkan seksual terhadap anak yang sudah kau asuh dan kau anggap sebagai anak kandung menjadi sulit untuk kau terima." Steve sendiri pernah bekerja dengan majikan lain sebelum dipindahkan ke Klan Rubah sehingga ia sudah melihat ketidakpantasan yang lebih ekstrim selama usia belianya.     

Merasakan pandangan tajam dari Luca, Steve yakin pria itu sedang berfokus pada ucapan Steve sehingga ia melanjutkan. "Tapi Luca, apa yang lebih penting? Segala kepantasan dan ketidakpantasan – yang sebenarnya bahkan tidak menjadi masalah tapi jika kau bersikeras – atau kebahagiaanmu ke depannya?"     

Mulut Luca terbuka tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Alisnya mengernyit dalam. Setelah beberapa saat, hanya satu kata yang bisa Luca ucapkan, "Aku …." Kemudian kembali terdiam.     

Steve tahu sulit untuk mengubah semua aturan yang telah terdoktrin di dalam diri seseorang sejak kecil jadi Steve tidak memaksa. "Aku tahu semua ini butuh waktu lama tapi pikirkan baik-baik Luca. Jangan sampai keputusanmu membuat dirimu menyesal. Usulanku hanya satu, coba bayangkan Mihai membentuk sebuah keluarga bersama dengan orang lain, bagaimana perasaanmu? Aku rasa perasaanmu itu akan menjadi jawaban yang paling jelas dibandingkan ribuan kata."     

Luca tidak menjawab. Steve juga tidak mengatakan apa-apa, hanya tersenyum seraya menepuk bahu Luca ringan. Setelah mengucapkan bahwa ia akan kembali tidur, Steve turun dari genteng lalu masuk kembali ke dalam penginapan.     

Hanya Luca yang tertinggal di atas atap genteng, masih memeluk kedua lututnya. Kedua matanya menerawang.     

Sebuah bayangan terbentuk di dalam benaknya. Sosok Mihai di sana. Di samping Mihai, seseorang yang Luca tidak kenal berdiri di sana dan keduanya saling tersenyum penuh kebahagian sambil dikelilingi beberapa anak kecil yang juga tertawa bahagia.     

Rahang Luca mengerat. Tangannya terkepal, gatal ingin menonojok sesuatu ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.