This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku Datang untuk Menambah Poin



Aku Datang untuk Menambah Poin

0Setelah hujan deras mengguyur kota tersebut, awan hitam suram tidak lagi menutupi cahaya dari bulan sabit yang tergantung di atas langit malam. Layaknya sebuah pesta, bintang-bintang kecil berbondong-bondong menjadi tamunya, mengelilingi bulan sabit dengan kilapan penuh semangat.     
0

Di tengah pemandangan indah tersebut, dua sosok sedang duduk santai pada cabang pohon yang kokoh. Satunya lebih jangkung dan hanya memiliki tanduk sementara yang lainnya sedikit lebih pendek dan memiliki tanduk beserta telinga rubah di atas kepalanya.     

Mereka adalah Luca dan Mihai.     

Ketika Mihai tiba-tiba muncul di depan Luca di tengah kota, Luca buru-buru menarik Mihai ke area di luar kota yang dipenuhi pepohonan lebat. Luca tidak ingin kejadian di tengah kota siang tadi kembali terjadi.     

Setelah keduanya mendarat di atas cabang pohon tersebut, Luca langsung menarik wajah Mihai mendekat. "Bagaimana lukamu?"     

Luca menggerak-gerakkan wajah Mihai ke berbagai arah. Ketika ia menemukan beberapa lebam ungu di sana, Luca mengernyit semakin dalam.     

Tidak berhenti di wajah saja, Luca juga menarik lengan Mihai. Sudut bibirnya bergerak semakin turun.     

"Maafkan aku." Luca sangat menyesali perbuatannya siang tadi.     

Biasanya, mereka hanya akan beradu mulut dan jika Luca terpaksa harus beradu tinju dengan Mihai, ia selalu menahan diri agar tidak meninggalkan luka parah. Yang penting, Lauren dapat teryakinkan dengan akting mereka.     

Hanya saja, siang tadi, Mihai membicarakan mengenai Emilia dengan begitu kurang ajar dan emosi Luca tersulut. Meskipun tidak pernah diasuh oleh Emilia, setidaknya Mihai tetap lahir dari perut gadis itu. Cara Mihai berucap tidaklah patut. Amarah memenuhi kepala Luca saat itu juga hingga ia lupa untuk menahan diri.     

Melihat wajah yang penuh penyesalan, Mihai merasa sangat bersalah. Ia buru-buru menggeleng sembari menarik lengannya dari genggaman Luca. Sebagai gantinya, Mihai menggenggam erat lengan Luca.     

Luca mendongak, langsung bertemu pandang dengan sepasang mata emas bulat yang memancarkan keseriusan.     

"Luca," panggil Mihai. Suaranya terdengar lebih dalam dari biasanya.     

Jantung Luca meloncat tinggi. Suara rendah nan dalam milik Mihai menggelitik telinganya membuat ia ingin menaikkan bahu untuk menyembunyikan telinganya.     

Mihai tidak menyadari perubahan itu, tetap menatap serius pada Luca. Luca bahkan dapat melihat bayangan dirinya terpantul pada kedua bola mata emas itu beserta rasa penyesalan yang dengan jelas terpancar darinya.     

"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku terpancing emosi dan tidak berpikir panjang."     

Mihai menghilangkan ekspresi suramnya lalu tersenyum lebar. Kedua alisnya berkerut tinggi.     

"Luka-luka ini …," ujar Mihai seraya menaikkan kedua lengannya, memperlihatkan lebam ungu. "Aku pantas mendapatkannya." Setelah mengatakan itu, Mihai terkekeh kecil.     

Entah mengapa, Luca merasakan kesedihan tercampur di dalam kekehan itu. Bagian dadanya menjadi sesak.     

Luca ingin menyangkal pernyataan Mihai tapi ia tahu Mihai tidak akan mengalah dan pada akhirnya, mereka hanya akan beradu mulut mengenai siapa yang salah dan siapa yang benar. Waktu mereka terbatas dan Luca tidak ingin menyia-nyiakan waktu langka dimana mereka dapat bertemu dan bercakap-cakap jadi Luca tidak memperpanjang topik tersebut.     

"Apa yang kau lakukan berada di kota ini?" tanya Luca mengulang pertanyaannya ketika mereka bertemu di dalam area kota.     

"Aku ingin meminta maaf mengenai ucapanku siang tadi dan …." Mihai menatap ke atas langit seraya terbatuk kecil. Tangannya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Dalam keremangan malam, Luca menangkap semburat merah mulai menghiasi pipi Mihai. "… aku ingin melihat wajahmu …." Mata Mihai bergerak semakin jauh dari Luca.     

Luca hampir tersedak ludahnya sendiri. Ucapan Mihai menggelitik hatinya membuat dirinya refleks mengangkat pandangan ke arah yang berlawanan dari Mihai. "Bu—bukannya kau sudah melihat wajahku siang tadi?" Mendengar suaranya yang tidak stabil, Luca tidak bisa tidak memerah.     

Sebenarnya ia tahu apa yang ingin dikodekan oleh Mihai tapi Luca pura-pura bodoh. Luca masih tidak tahu harus bagaimana menghadapi hal ini. 'Dan dia pasti akan cemberut sekarang ….'     

Benar apa yang dipikirkan Luca. Mihai sudah menghentikan perilaku menggaruk tengkuknya dan sekarang, anak muda itu menatap Luca dengan bibir mengerucut dalam. Ia mendengus kecil.     

Luca masih bepura-pura mengagumi pemandangan langit sambil mendengar pergerakan Mihai dengan seksama. Mihai tidak terlihat akan mengucapkan apa pun memberikan Luca sedikit kelegaan. Ia sudah lupa bahwa anak muda yang ia asuh sejak kecil itu tidak pernah menjadi anak yang mudah menyerah.     

Tiba-tiba, lengan Luca ditarik, memaksanya mendekat ke arah Mihai.     

"!!"     

Luca kembali bertemu pandang dengan Mihai. Anak muda itu masih cemberut. Ketika ia membuka mulutnya, entah mengapa Luca merasa perilaku Mihai itu sangatlah imut.     

"Aku datang untuk menambah poin diriku di hatimu. Aku tahu kau tidak lupa mengenai pengakuan cintaku dan aku tidak akan pernah menyerah membuat kau menyukaiku seperti yang sudah aku katakan."     

Luca kehilangan kata-kata.     

Hatinya kacau. Ia tidak tahu harus merespon seperti apa.     

Benar kata Mihai. Anak asuhnya itu entah sejak kapan memiliki perasaan melebihi kasih sayang keluarga kepada Luca dan anak itu tanpa basa-basi menyatakan perasaannya di malam hari pertama mereka bertemu kembali.     

["Aku sudah 18 tahun, sudah dewasa. Aku tidak ingin kakak melihatku sebagai anak kecil lagi. Aku tahu di hati kakak ada ibuku tapi apakah aku tidak bisa menempati tempat ibuku di hati kakak?"]     

Saat mendengar itu, otak Luca mengalami konslet.     

["Aku mencintai kakak, selalu mencintai kakak. Ini bukan cinta sebagai keluarga ataupun saudara. Aku ingin kakak menjadi milikku saja dan punya sebuah keluarga yang hangat dengan tiga? Atau lima anak yang lucu-lucu. Semakin ramai semakin baik. Anak-anak itu punya campuran karakteristik antara kita berdua. Aku ingin punya hubungan seperti itu dengan kakak."]     

Luca ingin mengutuk otaknya karena entah mengapa ia bisa membayangkan keluarga yang dideskripsikan oleh Mihai. 'Kau mabuk?! Mihai adalah anak asuhmu! Anak Emilia!!! Demi Tuhan! Kau tidak mungkin menyukai anaknya!' Luca merasa seperti seorang kriminal.     

["Aku tidak meminta jawaban kakak secepatnya. Tapi aku ingin kakak berusaha melihatku sebagai seorang Mihai, bukan sebagai anak asuh ataupun anak ibuku. Aku ingin kakak memandangku sebagai seorang pria dewasa bernama Mihai tanpa embel-embel apa pun selain seorang pria yang telah menyatakan perasaannya kepada kakak. Aku akan berusaha membuat kakak menyukaiku. Benar … aku akan berhenti memanggil kakak dengan panggilan kakak juga karena aku tidak ingin dilihat sebagai anak atau saudara ke depannya."]     

Dan itulah permulaan dari Luca yang selalu kehilangan napasnya setiap kali mendengar Mihai memanggil namanya. Semua ini menggelitik hatinya, memberinya rasa tidak nyaman tapi bukan berarti Luca membenci perasaan tersebut. Luca benar-benar tidak paham dan tidak memiliki petunjuk sama sekali nama apa yang cocok untuk melabeli perasaan ini.     

Setelah dua tahun berlalu pun, Luca masih tidak dapat mendeskripsikan perasaannya.     

Selama itu, setiap ada kesempatan, Mihai akan diam-diam datang menemui Luca hanya untuk memperdalam hubungan mereka. Mihai akan berusaha mendekatkan tubuhnya, melontarkan godaan, dan bahkan beberapa kali mengecup pipi Luca.     

Awalnya Luca tidak merasakan terlalu banyak. Mihai kecil juga pernah memberinya kecupan dan Luca merasa ini adalah kedekatan yang normal sebagai seorang keluarga tapi Mihai akan selalu mengingatkannya pada pernyataan cinta itu, mengetuk otaknya untuk sadar bahwa keadaan telah berubah.     

Mihai bukan lagi anak kecil mungil yang selalu berada di dalam pelukan Luca bertahun-tahun lalu. Mihai telah menjadi pria dewasa tampan. Luca dapat merasakan dada bidang pria itu yang hangat setiap kali Mihai memeluk lehernya dari belakang dan merasakan kontur wajahnya yang tegas setiap kali Mihai menggesekkan wajahnya pada pipi Luca. Setiap kali Mihai berbicara, suara yang muncul bukan lagi suara tinggi kekanakan melainkan suara bernada sedang yang ringan dan asyik di telinga.     

Tubuh Luca mulai panas dingin setiap kali Mihai mendekat dan jantungnya berpacu semakin cepat.     

Akan tetapi, Luca tidak percaya ia dapat melihat Mihai melebihi anak asuh. Ia ingin Mihai berkeluarga bahagia dan itu juga mengapa ia memperjuangkan untuk mengubah dunia ini sekarang. Akan tetapi, di dalam benak Luca, yang berdiri di samping Mihai dan mendapatkan senyum penuh cinta dari Mihai bukanlah dirinya!     

Namun, Luca harus dikejutkan lagi oleh benaknya karena bayangan tersebut pun mulai berubah menjadi keluarga bahagia yang Mihai gambarkan sejak Luca memimpikannya beberapa hari lalu.     

Berhadapan dengan Mihai yang kembali mengucapkan mengenai cinta, Luca tidak sanggup menatap wajahnya begitu lama. Dalam hitungan detik, Luca merasa akan mati karena sesak napas jika tidak memalingkan wajahnya.     

Batinnya tanpa sadar berucap, 'poinmu sudah terlalu tinggi ….'     

"?!!!!!!"     

Luca merah padam, tidak percaya dengan pikirannya sendiri.     

'APA YANG KAU PIKIRKAN?!!!!'     

Mihai tidak menyadari pergulatan dan segala jeritan di dalam hati Luca. Melihat Luca tidak mau menatapnya, Mihai semakin cemberut.     

Tidak mau menyerah, Mihai mendekatkan wajahnya. Dengan sengaja, ia membuka sedikit kerah pakaiannya agar tulang belikatnya dapat terlihat.     

Luca menangkap garis tegas tulang tersebut melalui sudut matanya. Ditambah dengan napas panas yang menyapu leher, Luca merasa akan mati karena jantungnya meledak.     

Berdehem, ia mendorong Mihai menjauh agar memberinya sedikit ruang kosong untuk bernapas. "Aku tahu. Aku paham jadi jangan mendekat lebih dari ini. Kau tahu aku tidak meremehkan pernyataanmu dan memikirkannya dengan serius."     

Mendengar itu, telinga dan ekor yang loyo segera berdiri tegak. Wajah Mihai mendapatkan kembali sedikit kecerahan. "Aku tahu! Aku akan menunggu," serunya penuh antisipasi.     

Ia selalu tahu Luca menghadapinya dengan penuh keseriusan. Hanya saja, terkadang Mihai tidak memahami apa yang sedang Luca pikirkan sehingga ia menjadi ragu. Mendengar Luca mengucapkannya secara jelas, Mihai kembali mendapatkan keyakinannya.     

Melihat Mihai yang berlaku seperti anjing – mengibaskan ekornya ke sana kemari, Luca tidak bisa menahan tangannya. Ia mengelus kepala Mihai lembut, mengacak helai demi helai rambut yang kuat dan sedikit kasar, sangat mencerminkan kepribadian Mihai yang keras kepala.     

Setelah berbincang untuk beberapa menit, Mihai akhirnya berpamitan. Tidak lupa ia mendaratkan kecupan di pipi Luca.     

Walaupun Mihai selalu melakukan itu, Luca tetap saja tidak terbiasa. Setelah Mihai kabur, wajah Luca sudah merah padam. Bagian yang baru dikecup Mihai terasa seperti kesemutan.     

Luca duduk diam di batang pohon untuk beberapa menit lagi, membiarkan wajah panasnya didinginkan oleh angin malam.     

"Sudah waktunya," gumam Luca seraya berdiri, hendak terbang kembali ke kota untuk bertemu dengan Ecatarina.     

Ia telah mengambil terlalu banyak waktu. Otaknya berputar untuk mencari alasan yang tepat jikalau Ecatarina curiga ketika tiba-tiba, dedaunan pada pohon yang tumbuh di sebelahnya bergetar. Sebuah sosok muncul dari balik bayang-bayang.     

"E—Ecatarina?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.