This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Dokter Incubus



Dokter Incubus

0Sambil membawa Luca di belakang punggung Vasile, rombongan itu buru-buru memanjat dinding, keluar dari Kota Kai.     
0

Sebenarnya mereka bisa saja keluar dari gerbang depan karena En dan Rion bersama mereka. Namun, tentunya hal ini akan membawa pandangan curiga dari para petugas keamanan dan tidak hanya kedua kepala keluarga saja yang tidak ingin memancing rumor, Pemburu Half-beast juga tidak ingin dikenali wajahnya karena bergerak bersama kedua sosok besar.     

Mereka berlari melewati beberapa petugas yang telah tertidur selama menjaga area luar dinding lalu memasuki hutan lebat yang mengelilingi Kota Kai.     

Hingga dua bulan yang lalu, hutan ini masih digunakan sebagai tempat pembuangan limbah pabrik dari Kota Kai. Jadi, tanah-tanah di sekitar hutan tersebut kotor penuh dengan sampah dan air sungai yang mereka lewati pun terlihat keruh.     

"Kau yakin dokter itu ada di sini, Tuan Muda?" tanya Vasile yang mulai meragukan ucapan En. Bukan berarti ia ingin berpikir En yang baik hati itu berusaha menjebak mereka tapi melihat lingkungan yang begitu kotor, Vasile ragu ada dokter yang cukup waras untuk memilih tempat ini untuk menyembuhkan seseorang.     

Rion dapat merasakan keraguan Vasile. Alisnya mengernyit tidak suka. Bibirnya hampir melontarkan ancaman tapi berhenti ketika melihat tangan En yang terangkat santai, masih sambil berlari.     

"Tentu saja. Beberapa petugasku terluka parah ketika melawan pembantai yang sedang bersama kita sekarang dan mereka yang berhasil lolos berlari ke hutan untuk mengungsi. Dari mereka lah aku mendengar keberadaan dokter itu."     

"Ha?! Pantas saja aku melihat beberapa wajah yang sudah kubunuh masih begerak dengan santainya di kota! Ternyata ada yang membantu mereka di sini?! Aku pasti akan memberikan pelajaran kepada half-beast ini! Membuatku menyia-nyiakan energi saja!" Victor menggerutu tanpa henti.     

Lonel juga diam-diam menyimpan dendam. Lagipula, racun yang ia buat juga menjadi sia-sia padahal mendapatkan bahannya tidaklah gampang.     

En tertawa kecil. "Jika kukatakan dia adalah incubus, kau tetap mau membunuhnya?"     

"Tentu saja! Lebih parah lagi jika dia adalah incubus! Seharusnya dia tahu anggota kaumnya sedang berjuang di balik dinding itu dan dia malah menyelematkan musuhnya. Tidak bisa dipercaya!" seru Victor tanpa pikir panjang.     

Rion mengernyit semakin dalam. 'Apa dia lupa bahwa terdapat dua kepala keluarga klan atas di sini? Berbicara dengan begitu bebas tentang pemberontakannya!' Geramnya dalam hati. Tangannya sudah gatal untuk menangkap semua orang ini karena ia masih yakin bahwa orang-orang ini tidak bisa dipercaya.     

'Akan tetapi ….'     

Rion melirik En yang berlari di depannya.     

'Tuan pasti akan menghentikanku ….'     

"Hah …."     

"Incubus yang adalah seorang dokter?" Di sela-sela helaan napas, Rion dapat mendengar Steve yang berada di samping bergumam pelan.     

Ia menyadari pria itu buta. Akan tetapi, keempat indra lain milik Steve sangatlah tajam. Rion cukup kagum melihat Steve yang dapat berlari di jalanan hutan yang begitu sulit dan penuh tantangan dengan santai tanpa perlu menggunakan indra penglihatannya.     

Melihat kernyitan di dahi Steve, Rion bertanya, "Ada yang aneh?"     

Steve terlihat kaget, tidak mengira gumaman kecilnya akan terdengar oleh Rion – lupa bahwa indra pendengaran half-beast lebih tajam dibandingkan incubus. "Tidak. Hanya saja, untuk menjadi seorang dokter memerlukan pendidikan yang cukup tinggi. Aku mendengar Tuan mengatakan bahwa ia handal dan seorang incubus. Dari mana seorang incubus yang bahkan untuk makan saja masih kesulitan untuk mendapatkan buku medis dan mempelajarinya?"     

"Kita sudah sampai! Di sini," ujaran En menarik kembali seluruh fokus kepadanya.     

Di hadapan mereka, terdapat sebuah area yang tertata dengan lebih rapi dibandingkan area hutan yang baru saja mereka lewati tadi. Pohon-pohon tinggi nan lebat yang tumbuh dengan liarnya telah dipangkas, tergantikan oleh rumput-rumput pendek dan bunga-bunga indah. Sampah-sampah pun telah dibersihkan sehingga tidak ada bau busuk yang tercium. Tepat di tengah area tersebut, berdiri sebuah rumah sederhana dari kayu yang kokoh.     

Area kecil ini bagaikan dunia lain yang tidak akan pernah dibayangkan ada di sana setelah melihat kondisi hutan yang mengenaskan. Jika mau diumpamakan, kondisi ini mirip dengan oasis di tengah padang gurun.     

"Apakah ada orang di dalam?" Vasile berteriak sembari mengetuk pintu rumah.     

Seruan seorang pria segera terdengar dari dalam rumah. Dalam hitungan detik, pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria incubus berambut pirang. Sepasang mata merahnya menyala penuh semangat dan senyumnya sangat lebar hingga menyilaukan. Proporsi tubuhnya sangat baik untuk ukuran seorang incubus, menandakan kehidupannya yang lebih baik dari kaumnya.     

Dokter itu langsung menangkap sosok Luca di punggung Vasile. Tanpa mengatakan apa-apa, ia membuka pintu lebar-lebar. Walaupun senyumnya masih lebar, sinar matanya menjadi lebih serius.     

"Letakkan dia di atas tempat tidur."     

Tidak perlu bertanya tempat tidur yang mana karena hanya ada satu tempat tidur di dalam rumah sempit itu. Vasile buru-buru meletakkan Luca di sana dan sang dokter membuka dinding lipat, menutupi tempat tidur dari pandangan yang lainnya.     

Rombongan tersebut tidak mengatakan apa-apa dan hanya berdiri secara acak di dalam rumah, menunggu sang dokter memeriksa keadaan Luca. Saking cemasnya, mereka lupa menutup pintu hingga Rion menyadarinya beberapa saat kemudian.     

Beberapa menit telah berlalu setelah dokter pirang itu membuka kembali dinding lipat. Vasile yang duduk di samping tempat tidur terlihat pucat.     

"Bagaimana keadaannya?" tanya Steve tepat ketika ia mendengar bunyi pergerakan. Ia tidak bisa melihat ekspresi Vasile tersebut sehingga ia masih menyimpan harapan tinggi.     

Yang lainnya telah sadar bahwa keadaan tidaklah begitu baik.     

Dokter itu diam-diam menghela napas. Senyum telah sirna dari wajahnya. "Untuk sekarang aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Aku sudah melakukan yang terbaik tapi dengan kemampuanku sekarang, aku tidak tahu apakah ia akan bangun dalam waktu dekat. Dan luka yang ia miliki terlalu parah. Katakan ia sadar pun, luka yang ada di tubuhnya akan membekas seluruhnya kecuali ada mukjizat yang terjadi."     

Suasana ruangan sangatlah berat. Tidak ada juga yang ingin mengucapkan apa pun untuk meringankan suasana tersebut.     

"Mari kita lihat keadaan. Aku tetap akan berusaha sebisaku untuk membuatnya sadar," tambah dokter, berusaha menenangkan kekhawatiran mereka.     

"Terima kasih, dokter …." Alis Vasile terangkat, menatap dokter tersebut.     

"Albert. Panggil aku Albert saja. Lagipula, aku tidak punya ijin praktek."     

Vasile mengangguk. "Terima kasih, Albert. Bolehkah kami menginap di tempatmu hingga keponakanku siuman? Kami akan berusaha untuk tidak mengganggumu."     

"Tidak masalah. Anggap saja tempat ini rumahmu." Albert kembali tersenyum lebar. "Aku akan membuatkan beberapa obat untuknya. Jika kalian butuh minum, kalian bisa mengambilnya di dapur." Pria itu menunjuk pada area kecil di sudut rumahnya dengan dagu.     

Yang lainnya ikut menggumamkan terima kasih lalu mendekati tempat Luca beristirahat. Lauren terus tertunduk dalam, diam seribu bahasa. Ketika ia melihat keadaan Luca, bibirnya terkatup rapat. Penyesalan tergores di wajah pucatnya.     

Vasile yang ingin menegurnya bahkan tidak sampai hati untuk mengeluarkan ucapannya. Ini pertama kali dalam hidupnya melihat Lauren berekspresi seperti itu.     

Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menelan kembali teguran tersebut lalu mengalihkan perhatiannya pada Victor, Lonel, dan para half-beast di sana. Untuk sementara, ia harus menangani keadaan yang kacau ini menggantikan keponakannya.     

"Aku berharap kalian semua bersedia berada di sini sampai keponakanku bangun. Victor, kau masih memiliki kesepakatan dengan kami."     

Victor mengangguk. "Aku juga berutang padanya jadi aku tidak menganggap masalah ini sebagai masalah orang lain," ujarnya, diam-diam melirik pada Claudiu yang masih terlihat ingin menangis.     

Lonel juga mengangguk. Biasanya ia akan kesal karena tidak bisa melanjutkan eksperimen racunnya tapi rombongan Luca entah mengapa menarik perhatiannya.     

Vasile mengangguk puas lalu mengalihkan perhatiannya pada rombongan half-beast. "Tuan Muda dan temannya juga aku harap tidak keberatan tetap berada di sini."     

"Tentu saja!" En menerima tanpa pikir panjang.     

"Tuan?!" Rion ingin memprotes tapi dengan satu pandangan dari En sudah cukup untuk membuatnya menelan kembali seluruh protes tersebut.     

Tidak mungkin Vasile dan yang lainnya bersedia melepaskan En dan Rion pergi sekarang, ketika Luca dalam keadaan tidak sadar seperti ini. Memang Vasile mempercayai En tapi siapa yang akan tahu jika En berubah pikiran dan melaporkan keberadaan pemburu half-beast untuk menangkap mereka. Dengan keadaan Luca yang seperti ini, mereka tidak dapat berpindah dengan cepat.     

Pilihan mereka hanyalah tinggal. Jika tidak, nyawa mereka adalah taruhannya.     

Rion juga akhirnya tersadar dan kembali diam seribu bahasa.     

Claudiu juga tidak keberatan. Semua ini terjadi karena kesalahannya. Ia telah bergerak terlalu gegabah tapi di matanya, Lauren lah yang jahat. Lauren yang menyerang mereka terlebih dahulu sementara serigala yang Claudiu tidak tahu namanya itu telah sangat dermawan. Serigala itu merawatnya dan bahkan memberinya makanan. Itulah mengapa tubuhnya secara otomatis bergerak ketika melihat serigala itu dalam bahaya tapi ia lupa bahwa ia hanya orang biasa sementara serigala itu dan Lauren memiliki kekuatan misterius yang tidak pernah ia lihat.     

"Claudiu, jangan menyalahkan dirimu, mengerti?" pesan En setelah ketiganya keluar dari rumah dan berjalan di sekitar halaman rumah dokter tersebut.     

Claudiu mengangguk lemah. Kedua telinganya masih tertekuk dalam.     

Tiba-tiba, bunyi gemerisik tertangkap telinga mereka.     

"Bocah." Sebuah panggilan lirih menarik perhatian Claudiu. Ia mengenali suara itu. Buru-buru, ia mencari sumber suara tersebut.     

"Ke sini!" Perintah suara itu setengah berbisik lalu Claudiu merasakan adanya pergerakan kecil di semak-semak. Ia sudah mau mengikuti suara itu tapi En buru-buru menahannya.     

En dan Rion saling menatap satu sama lain. mereka mengamati halaman yang hanya terdapat Victor dan Lonel di sana. Keduanya ditugaskan untuk menjaga ketiga half-beast agar tidak kabur. Namun, Victor dan Lonel tidak mengamati mereka dengan seksama. Terutama Victor yang entah karena rasa bersalahnya kepada Claudiu masih begitu kuat atau bagaimana, tapi ia tidak berani menatap ketiga half-beast itu begitu lama.     

"Kita dekati suara itu pelan-pelan. Jangan sampai kedua orang itu menyadari kita bergerak secara aneh, mengerti?" bisik En yang langsung mendapat anggukan dari Claudiu – En dan Rion lebih tinggi dari Claudiu sehingga Victor tidak dapat melihat pergerakan Claudiu dengan jelas.     

Kedua orang dewasa mendekat ke semak yang menjadi sumber suara itu lalu berhenti ketika mereka sudah hampir memasuki semak sementara Claudiu yang tertutup badan jangkung keduanya diam-diam memasukinya. Ketika melihat sosok yang tidak asing, wajah Claudiu mendapatkan kembali sedikit kecerahannya.     

"Kau serigala yang tadi!" seru Claudiu dengan suara tertahan.     

Rion yang dapat mendengar itu tiba-tiba mengernyit dalam. Wajahnya sangat serius membuat En penasaran tapi ia tidak bertanya. Rion terlihat geram karena tidak dapat melihat dengan jelas sosok yang memanggil Claudiu. Mereka tidak bisa mendekat lebih dari ini jika tidak ingin menarik kecurigaan.     

Setelah beberapa saat, Claudiu kembali. Sementara sosok yang memanggilnya sudah akan pergi.     

Rion buru-buru berseru dengan suara tertahan, "Tunggulah di Kota Kai! Kita harus berbicara ketika aku kembali, mengerti?"     

Sosok itu berhenti sejenak sebelum berlari pergi, menghasilkan gemerisik yang kuat.     

"Apa itu?" tanya Victor yang mulai menemukan keanehan.     

"Oh! Claudiu menjatuhkan barangnya di semak-semak," seru En, membuat Victor kembali terdiam. Jika itu ada hubungannya dengan Claudiu, Victor menjadi kikuk dan tidak tahu harus berbuat apa jadi ia akhirnya diam saja.     

Claudiu terlihat berbicara sesuatu kepada En dan Rion sebelum berlari menuju halaman belakang rumah.     

"Apa kita harus mengikutinya?" tanya Lonel.     

"Biarkan saja," balas Victor. Ia yakin Claudiu tidak akan lari dan berlaku yang tidak benar.     

*****     

"Dokter!"     

Albert mengangkat pandangannya dari panci kecil berisi obat seduhannya. Dari kejauhan, terlihat Claudiu yang berlari mendekat.     

"Ada apa?" tanya Albert ramah. Ia tidak terlihat membenci maupun jijik terhadap Claudiu.     

Ketika sudah berada di dekat, Claudiu menarik lengan baju incubus itu agar ia membungkuk kecil dan mendekatkan telinganya. Albert mengikuti dengan patuh.     

"Tolong masukkan cairan ini ke dalam obatmu," bisik Clauidu, memperlihatkan sebuah botol kaca kecil berisi cairan hitam legam misterius ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.