This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Bawakan Aku ….



Bawakan Aku ….

0"Kami ingin merekrutmu menjadi anggota kami," ucap Luca dengan santai sementara rombongannya masih diam seribu bahasa, tidak bisa mengikuti alur yang bergerak begitu cepat.     
0

'Bukankah lebih baik kita menjelaskan dulu apa yang kita lakukan? Apa yang menjadi tujuan kita sebelum mengundangnya?'     

Namun, sepertinya hal itu memang tidak perlu dijelaskan karena si pria jangkung mengetahuinya dengan jelas.     

"Kalian ingin memusnahkan half-beast agar kota ini dapat menjadi tempat tinggal yang aman bagi kaum kita bukan? Tapi sayang sekali, aku tidak punya ambisi seekstrim kalian jadi aku menolak." Si pria jangkung melambaikan tangannya, mengusir mereka pergi seraya bermaksud melanjutkan pekerjaannya.     

Luca tentunya tidak menyerah semudah itu. "Lalu apa ambisimu membunuh para penguasa kota Kai? Aku mengira kita punya tujuan yang sama?"     

Si pria jangkung mendengus. "Aku membunuh penguasa kota ini karena kami semua menderita di bawah penguasa itu. Aku membenci half-beast penguasa kota ini tapi bukan berarti aku memiliki tujuan semulia dirimu dan rombonganmu untuk membentuk dunia yang aman bagi kaum kita tinggali, apalagi berjuang untuk orang-orang yang bahkan tidak aku kenal. Tujuan utamaku hanya keluargaku di kota ini tidak lagi menderita, itu saja. Selama kami bisa tinggal dengan aman dan nyaman di kota ini, aku tidak butuh yang lain."     

"Tapi para petugas keamanan masih berusaha mengambil alih kota ini. Cepat atau lambat, jika kalian tidak memusnahkan semua half-beast, mereka akan kembali mengambil tempat tinggalmu yang aman dan nyaman ini."     

"Ha! Aku tinggal membantai mereka seperti yang sudah aku lakukan sebelumnya. Mereka tidak akan bisa mengambil alih kembali kota ini selama aku masih hidup!"     

"Dan jika kau terbunuh? Bukankah itu hanya bentuk keegoisanmu? Bagaimana mereka yang kau tinggalkan? Jika kau memusnahkan semua half-beast, ketika kau mati pun, para incubus tidak akan mengalami kesengsaraan lagi."     

Si pria jangkung tidak lagi bisa membantah. Hal ini membuatnya jengkel tapi ia tetap kukuh pada pendiriannya. "Pokoknya aku tidak punya keinginan membunuh dan memusnahkan semua half-beast!"     

Luca melirik rombongannya. Rombongannya juga membalas tatapan itu dalam diam. Mereka terlihat ingin membujuk Luca untuk menyerah saja tapi Luca tetap tidak ingin menyerah. Pandangan matanya penuh tekad kuat.     

Vasile ingin menarik Luca pergi tapi Luca sudah berucap terlebih dahulu, "Kau sepertinya sangat tidak menyukai ide memusnahkan seluruh half-beast. Boleh aku tahu alasanmu?"     

Pria jangkung mendecak kesal. "Kau masih tidak mau menyerah? Sudah kubilang, aku tidak punya ambisi sebesar itu untuk menyusahkan diriku memusnahkan seluruh half-beast demi orang-orang yang tidak aku kenal!"     

"Tapi kau tahu dengan begitu, kaum kita termasuk orang-orang yang kau kenal akan mendapatkan hidup lebih baik."     

Pria jangkung tidak menjawab. Ia tidak lagi ingin menjawab dan memutuskan untuk mengabaikan Luca sampai mereka mau pergi.     

Tapi Luca tidak menyerah. Ia terus merecoki si pria jangkung dengan pernyataan, "Aku tahu kau punya alasan lain. beritahu aku!"     

Pada akhirnya, pria jangkung mencapai ambang batas kesabarannya. "Arghhh! Baiklah! Aku punya orang yang berharga bagiku termasuk salah satunya dari kaum half-beast. Jika aku mengikuti kalian berarti aku harus membunuhnya juga bukan? Aku tidak sekejam itu untuk bisa melakukannya. Lagi pula, semua kaum punya sisi jahat dan baiknya. Jika kau berpikir semua half-beast itu buruk, kau salah! Aku sudah melihat berapa banyak incubus jahat yang mengkhianati kaumnya sendiri dan beberapa sosok half-beast yang mau membantu kaum kita jadi aku tidak merasa membunuh semua half-beast adalah jalan yang benar." Ia mengucapkan seluruhnya dengan satu tarikan napas.     

Tidak ada yang menjawab untuk beberapa saat. Hanya napas terengah-engah milik si pria jangkung yang terdengar di dalam ruangan.     

"Kau puas?!" seru si pria jangkung setelah berhasil mengatur kembali napasnya. "Kalau begitu keluar dari sini sekarang! Aku tidak punya apa pun lagi untuk diucapkan dengan kalia—"     

"Kalau begitu, kau tidak perlu membunuh orang yang berharga bagimu."     

Si pria jangkung terbelalak. Ia menoleh pada Luca yang sedang menatap lurus padanya. 'Kau waras?' tertulis jelas di wajah pria jangkung.     

Tidak hanya si pria jangkung, rombongannya juga terbelalak kaget. Wajah Lauren bahkan menggelap dan aura menyeramkan mulai menguar dari tubuhnya.     

Terlepas dari suasana tidak menyenangkan di sekelilingnya, Luca tidak merubah sedikit pun ekspresi seriusnya. Tatapannya tulus tanpa adanya kebohongan. "Aku bilang kau tidak perlu membunuh orang yang berharga bagimu. Aku mengajakmu bekerja sama karena aku butuh kekuatanmu tapi bukan berarti aku bosmu. Kau punya prinsipmu sendiri dan aku akan menghargai prinsipmu. Jika kau bergabung, kau bisa memperjuangkan hakmu, hak keluargamu, dan juga menjaga orang-orang berharga bagimu. Kau juga tidak perlu membunuh ketika kau tidak mau. Aku rasa kau mendapatkan cukup banyak keuntungan dengan bergabung dengan kami?"     

Si pria jangkung menatap Luca cukup lama. Ia mendengus, membuka mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu tapi kembali menutup mulut setelah menatap Luca cukup lama. Alisnya mengernyit dalam.     

"Baiklah. Tapi kau harus melakukan sesuatu untukku. Jika kau bisa memenuhinya maka aku akan menjadi anggota rombonganmu."     

Luca mengangguk. "Katakan."     

"Aku mendengar beberapa hari ini terdapat orang penting dari klan tingkat atas yang memasuki Kota Kai. Setelah kuselidiki, seharusnya itu adalah kepala keluarga klan rubah dan klan serigala. Bawa mereka kepadaku tanpa melukai mereka sedikit pun malam ini! Jika kau gagal membawanya atau berhasil membawanya tapi dalam keadaan terluka, aku tidak akan menjadi anggota Pemburu Half-beast, camkan itu!"     

"Baiklah," jawab Luca tanpa pikir panjang.     

Si pria jangkung mengangguk puas. "Siapa namamu lagi?" tanyanya seraya mengulurkan tangan.     

"Luca," jawab Luca seraya membalas jabatan tangan.     

"Victor."     

Luca berjanji akan memenuhi syarat tersebut sebelum berbalik badan untuk pergi. Pada saat itulah, ia kembali menatap rombongannya yang memiliki beragam ekspresi. Tidak aneh karena kali ini Luca mengambil keputusan tanpa memikirkan rombongannya sama sekali jadi ia bersedia menerima konsekuensi apa pun.     

Lauren sudah menggertakkan giginya begitu keras. Wajahnya suram dan ia terlihat akan meledak kapan saja.     

Luca mencengkeram bahu Lauren kuat-kuat, mengisyaratkan bahwa ia akan menjelaskan setelah mereka keluar dari sini jadi jangan ucapkan apa pun.     

Rombongan itu juga menerima sinyal tersebut dan segera berbalik untuk pergi.     

"Hai."     

Tiba-tiba seorang anak kecil sudah berdiri di belakang mereka – tubuhnya mungil dan pendek tapi ia berekspresi tenang seperti orang dewasa sehingga banyak yang akan kesulitan memprediksi umurnya.     

Semuanya terlalu terkejut oleh kemunculan anak itu hingga tidak ada yang bisa mengucapkan sepatah kata pun.     

Anak itu menatap mereka dengan bosan. "Apa aku sudah bisa masuk sekarang? Kalian menghalangi pintu," gerutunya dengan malas.     

"Oh! Oh iya! Silakan!" Vasile buru-buru menarik rombongannya menjauh. Ia bahkan tanpa sadar berlaku sangat sopan seperti sedang menghadapi atasannya.     

Anak itu tidak lagi menghiraukan para rombongan aneh tersebut dan memasuki rumah.     

"Lonel, kau menemukannya?" tanya Victor ketika menyadari rekannya telah kembali.     

Lonel, si anak itu, meletakkan makanan yang ia dapatkan dari penduduk kota di atas meja dengan malas. Ia juga menjawab dengan kemalasan yang sama. "Tidak. Dia berhasil kabur. Kakinya terlalu cepat."     

"Kau yang terlalu lemah," koreksi Victor.     

Lonel, terlepas dari umurnya yang hampir mencapai 17 tahun, bertubuh kecil layaknya anak berumur 13 tahun, bukan hanya karena malnutrisi tapi juga karena kemalasannya berolahraga. Walaupun ia budak yang dipaksa bekerja di pabrik yang membutuhkan banyak kekuatan otot, Lonel lebih sering dihukum cambuk karena bolos kerja dibandingkan menyusahkan dirinya untuk membawa barang-barang berat. Hal paling giat yang ia lakukan hanyalah meneliti racun – ilmu yang diturunkan oleh ayahnya yang secara diam-diam mempelajari berbagai jenis racun.     

Berkat racun yang Lonel produksi jugalah Victor dapat dengan mudah membinasakan keluarga majikannya yang tiran. Tentunya tidak banyak yang mengetahui kenyataan ini dan banyak orang yang mengira Lonel adalah anak haram Victor dari hubungannya entah dengan siapa. Ide itu tentunya membuat Victor hampir muntah.     

Dengan siapa ia pernah bercinta? Di tengah pabrik yang sesak oleh pria. Ia bahkan jarang bisa berinteraksi dengan budak wanita yang bekerja terpisah dari mereka.     

"Siapa mereka?" tanya Lonel seraya mengunyah makanan. Ia bahkan terlihat sangat malas untuk mengeluarkan energinya untuk makan.     

Victor menjelaskan singkat.     

"Kau yakin ingin bergabung dengan mereka?" tanya Lonel yang sangat tahu kasih sayang Victor terhadap tuan muda keluarga majikannya. Hanya kepada tuan muda itulah Victor dapat bersikap lembut kepada kaum half-beast.     

Victor memunggungi Lonel, mengeluarkan secarik kertas lusuh yang diam-diam diberikan Luca kepadanya. Ia kembali membaca tulisan yang sedikit kacau itu kemudian mengangkat bahunya dengan cuek. "Kita lihat saja hasilnya nanti," ucapnya singkat seraya membakar kertas tersebut hingga menyisakan abu-abu halus yang terbawa bebas oleh udara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.