This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Pembawa Chainsaw (2)



Pembawa Chainsaw (2)

0"Aku rasa sudah waktunya kau memberitahuku, dari mana kau mendapatkan kekuatanmu itu?"     
0

Steve terus menyantap makanannya tapi fokusnya mulai beralih pada percakapan kedua orang itu.     

Vasile menatap tajam Lauren. Lauren juga membalas tatapan itu dengan sengit. Kata 'aku membencimu' terpampang jelas di wajahnya.     

"Hmph! Sudah kukatakan, kau tidak perlu tahu!"     

Vasile telah merecokinya dengan pertanyaan itu sejak pertama kali mereka bertemu. Lauren berkali-kali tidak mau menjawab tapi Vasile benar-benar sangat gigih hingga menjengkelkan.     

Mendengar jawaban yang isinya begitu konsisten, Vasile mengernyit dalam. "Lauren, kau tahu bahwa kita …."     

"Aku tahu. Lalu kenapa? Apa hubungannya denganmu, ha? Kau ingin bilang aku melanggar janji?" Senyum miring menghiasi wajahnya tapi kedua mata merah Lauren gelap.     

Bulu kuduk Vasile berdiri tegak tapi ia tidak menciut. "Bisa dibilang begitu," jawabnya tegas.     

Senyum Lauren sirna dalam sekejap. Ia mencondongkan tubuhnya pada Vasile, berucap dengan suara yang sangat rendah. Geraman terdengar di setiap ucapannya. "Aku tidak pernah berjanji dan tidak akan pernah. Aku tidak akan mematuhi perjanjian brengsek itu seperti kalian yang begitu lemah!"     

"Lalu untuk apa kau menyayangi anak dari kakakku yang lemah di matamu?"     

Lauren melirik Vasile sejenak sebelum mengalihkan pandangannya pada jendela. Senyum miring kembali merekah. "Aku tidak menyukaimu tapi kakakmu cukup menarik. Tentunya aku ingin membantu anaknya bukan? Lagipula tujuan kami sama."     

Vasile membuka mulutnya tapi kembali ia tutup.     

Melihat Vasile tidak lagi berkata-kata, Lauren kembali mendengus seperti menggerutukan kecerewetan pria tersebut.     

Vasile kembali membuka mulut tapi kali ini, ia dipotong oleh gerutuan anak kecil.     

"Aku lapar! Steve curang makan duluan!"     

"Steve curang!"     

Daniel dan Daniela berhambur masuk ke dalam kedai dan tanpa basa basi, menyundul perut Steve dengan kepala mereka.     

Steve yang tidak bisa mengantisipasinya langsung memuntahkan suapan makanan yang baru saja memasuki perutnya.     

"El! Ela! Itu sangat berbahaya!" tegur Vasile tegas.     

Daniel dan Daniela menyesal. Mereka hanya ingin bermain dengan Steve tapi sekarang Steve menderita karenanya. Namun, karena gengsi, kedua kembar pura-pura tidak peduli dan menentang Vasile.     

Vasile menjadi geram tapi belum sempat mengatakan apa-apa, Ecatarina sudah menegur kedua anaknya dan memaksa mereka meminta maaf. Di belakang Ecatarina, Luca juga berjalan masuk dalam diam.     

Melihat Luca, wajah Lauren kembali cerah. Ia buru-buru menarik kursi di sampngnya dan melambai. "Luca, duduk di sini!"     

Luca duduk tanpa mengucapkan apa-apa. Diam-diam, ia melirik Vasile dan mengangguk kecil. Vasile menerima sinyal itu lalu meneguk kembali minumannya.     

"Kau ke mana saja?! Lama sekali!" Lauren langsung mengeluarkan keberatannya. Bibirnya melengkung dengan tidak senang dan ia terlihat sangat menderita karena harus bergerak bersama Vasile dan Steve.     

Luca tertawa kecil. "Maaf. Aku menyelidiki rumah-rumah kosong di tepi kota sebelum ke sini. Aku mengira ada sesuatu yang aneh di sana karena terlalu banyak yang kosong. Sepertinya kekosongan itu hanya karena para incubus pindah ke rumah para pejabat di tengah kota. Aku telah membuang terlalu banyak waktu."     

"Ecatarina juga?" tanya Vasile cuek.     

Ecatarina melirik Vasile singkat. Walaupun terdengar cuek, Ecatarina menyadari bahwa pria itu sedang menyelidikinya.     

Wanita itu menjawab jujur, "Tidak. Daniel dan Daniela menemukan seorang anak muda. Dilihat dari siluetnya, seharusnya itu adalah half-beast. Jadi, kami mengejarnya tapi pada akhirnya kehilangan jejak. Ketika kami akhrnya berjalan menuju tengah kota, kami bertemu dengan Luca di pertengahan jalan."     

Luca mengangguk setuju untuk menyetujui bagian akhir dari cerita Ecatarina.     

"Begitu. Apakah itu petugas keamanan?" tanya Steve yang langsung mendapatkan gelengan dari kedua kembar.     

"Dia tidak berseragam!" jelas Ela.     

"Dan sekilas ketika aku melihat pakaiannya, walaupun kotor tapi bahannya berkualitas tinggi," tambah El.     

Keheningan kembali melanda meja tersebut. Masing-masing dari mereka sibuk dengan pikiran mereka sendiri.     

Beberapa dari mereka mulai memesan makanan karena lapar dan setelah semuanya kenyang, mereka membahas langkah berikutnya.     

"Jika Tuan mereka tidak ingin bertemu dengan kita, tidak ada pilihan lain. Kita yang akan mendatanginya," ujar Luca santai setelah mendengar cerita dari Vasile mengenai percakapannya dengan pemilik kedai.     

Bagaimana mereka bisa mencari si Tuan itu yang akan menjadi sedikit rumit.     

Dari cerita yang mereka dengar, seluruh korban akan ditemukan dalam keadaan terpotong-potong.     

"Senjatanya haruslah sesuatu yang bisa memotong hingga ke tulang …."     

Mereka kembali merenung.     

Jika pelaku itu menggunakan pedang, tentunya pedang yang digunakan pun harus yang sangat tajam. Jika bukan pedang ….     

Rombongan Luca membayar sejumlah uang kepada kepala kedai dan menanyakan apakah ada penginapan di sana. Tentunya tidak ada tapi mereka bisa tidur di rumah kosong mana pun yang mereka mau jadi mereka tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun yang tentunya menguntungkan bagi mereka.     

Sebelum mereka pergi, Vasile menanyakan mengenai respons dari Tuan si kepala kedai tapi si kepala kedai belum bertemu dengan sang Tuan hari ini jadi ia belum dapat memberikan jawabannya.     

*****     

"Menurutku dia menggunakan senjata selain pedang," usul Luca ketika mereka sedang berjalan menuju ke area yang lebih sepi.     

Rombongannya celingak celinguk mengamati setiap rumah yang terhampar di sekeliling mereka. Beberapa rumah telah diambil karena terdapat plat nama di sana sementara ada yang masih kosong tapi kerusakannya cukup besar.     

"Aku juga berpikir begitu." Ecatarina menyetujuinya.     

Walaupun mereka belum pernah melihat jenazahnya secara langsung jadi mereka tidak bisa begitu percaya diri dengan asumsi ini, mendengar cerita dari orang-orang yang mereka tanyai selama perjalanan mencari rumah yang bisa mereka tinggali, sepertinya akan cukup sulit menghasilkan jenazah terpotong-potong yang cukup banyak hanya dalam kurun waktu singkat.     

Dari berbagai cerita yang mengagung-agungkan sang tuan ini, bahkan ada yang menceritakan mengenai puluhan petugas keamanan yang terbunuh dalam hitungan detik. Saksi matanya mengatakan bahwa ia hanya meninggalkan tempat untuk pipis di semak-semak dan ketika ia kembali, ia mendengar suara samar suatu mesin. Tatkala ia mencapai ruangan, seluruh rekannya sudah terpotong-potong.     

Jika cerita itu benar, pedang tentunya bukan senjata yang tepat. Apalagi, dikatakan terdapat suara mesin ….     

"Ah! Dia yang tadi!"     

Daniel dan Daniela memekik seraya menunjuk ke depan. Luca mengikuti arah jari mereka dan menemukan sesosok pemuda yang buru-buru berbelok ke gang kecil. Kali ini, mereka semua dapat melihat jelas bahwa sosok itu adalah rubah putih.     

Melihat telinga dan ekor rubah mengingatkan Luca pada Mihai sejenak.     

"Tunggu!" Daniel dan Daniela buru-buru mengejarnya.     

"El! Ela! Tunggu!" Ecatarina ingin menghentikan mereka tapi keduanya sudah melesat pergi.     

Yang lainnya buru-buru ikut mengejar.     

Sosok pemuda itu dengan lincah berbelok beberapa kali lagi.     

"Tunggu!" Kedua anak kembar mempercepat larinya sehingga para dewasa juga buru-buru mempercepat lari mereka. Luca sampai harus memapah Steve di punggungnya karena terlalu sulit untuk mengikuti kecepatan lari ini dengan indra lainnya.     

Samar-samar bunyi mesin tertangkap telinga mereka, semakin lama, bunyinya semakin kuat.     

Pemuda itu tiba-tiba berhenti sebentar di sebuah rumah kecil, memandangnya sejenak, lalu berlari memasuki semak-semak.     

"Ah! Tunggu!"     

"Kalian yang tunggu!" Kali ini Ecatarina berhasil menangkap kedua anaknya dan mencegah mereka untuk berlari lebih dari ini.     

Semuanya sudah ngos-ngosan tapi bukan kecapekan ini yang menjadi alasan mereka untuk berhenti.     

Gerak gerik pemuda itu terlalu mencurigakan dan bagaimana ia berhenti sejenak untuk menatap rumah di hadapan mereka itu seperti ia sedang memancing mereka ke tempat ini.     

Dari dalam rumah, suara mesin terdengar sangat jelas. Terdapat tumpukan-tumpukan kayu yang telah terpotong rapi di halamannya.     

Mereka saling menatap satu sama lain, berdiskusi apakah mereka harus masuk atau tidak melalui tatapan mata.     

Namun, sebelum mereka benar-benar sepakat, Luca telah berjalan maju.     

"Lu—Luca?"     

Luca membuka pagar rumah itu seraya berseru, "Permisi!"     

Suaranya teredam oleh suara mesin yang begitu kuat. Pada akhirnya, Luca melangkah masuk tanpa ijin. Yang lainnya segera mengikuti.     

Mereka berjalan melewati tumpukan-tumpukan kayu di halaman, mencapai ambang pintu masuk rumah yang terbuka lebar.     

Percikan api tertangkap sudut mata Luca. Ia buru-buru menoleh, langsung menangkap sesosok pria jangkung yang sedang memotong kayu dengan sebilah chainsaw.     

Tepat ketika Luca melihat bilah tajam yang sedang berputar kencang itu, sebuah pikiran segera memenuhi benaknya.     

'Aku menemukan si tuan!'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.