This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Hampir Saja



Hampir Saja

0"Oh ya … untuk apa kau datang ke Kota Kai? Bahkan harus memanjat dinding?" tanya En santai.     
0

"Itu karena aku dan—"     

Luca buru-buru menutup mulutnya. Oleh karena nada santai yang digunakan En, hampir saja Luca juga membeberkan tujuannya dengan santai.     

'Orang ini ….' Luca hampir saja lupa.     

Walaupun diingatannya, pria itu masih merupakan seorang tuan muda. Sekarang, Fuyuki En bukan lagi sekedar tuan muda. Ia adalah kepala keluarga klan rubah yang resmi sekarang.     

Kepada sosok paling tinggi di dunia inilah Luca hampir mengeluarkan rahasianya. 'Ini buruk … aku terlalu menurunkan kewaspadaanku.'     

"Karena?" En bertanya santai, pura-pura tidak menyadari pergolakan yang sedang terjadi di dalam diri Luca saat ini.     

Luca menenangkan dirinya, berperilaku seolah-olah tadi ia tidak melakukan kesalahan apa pun. "Karena aku mendengar kota ini aman untuk ditinggali incubus setelah kejadian pembantaian itu. Ternyata banyak sekali petugas keamanan di luar jadi aku tidak punya pilihan lain untuk memasuki tempat ini lewat dinding. Apakah informasiku salah?" Kedua alisnya ia kernyitkan sedalam mungkin untuk membuat aktingnya semakin meyakinkan.     

En diam-diam mengamati Luca dari atas hingga ke bawah, melakukan penilaian yang mendalam sebelum mengedikkan bahunya dengan santai. "Menurutmu?"     

"Kalian sudah berhasil menangkap pelakunya?" duga Luca pura-pura terlihat kaget kemudian sedikit menyesal. "Padahal baru saja aku bermimpi untuk hidup tenang di bawah perlindungan orang itu."     

En tertawa kecil. Sebenarnya ia menyadari akting yang begitu berlebihan dari Luca. Sepertinya kemampuan akting pria ini tidaklah bagus tapi ia memutuskan untuk terbohongi. "Selamat kalau begitu. Kami belum bisa menemukan pelakunya hingga sekarang. Sementara bawahan-bawahanku terus kehilangan nyawa. Hah … dia pasti bisa menjadi pelindungmu yang luar biasa."     

"Oh begitu kah?" Luca memaksakan sebuah senyum lebar – hal yang sudah lama tidak ia lakukan sehingga ia merasa ia akan mendapatkan pegal otot mulut setelah ini.     

En sepertinya tidak berbohong kepadanya dan mendengar dari bagaimana En mendeskripsikan pelaku pembantaian itu, sepertinya potensinya cukup besar untuk menjadi anggota rombongan Luca.     

'Hanya satu hal lagi yang harus aku pastikan ….'     

"Kau datang sendiri?"     

"Eh?" Pikiran Luca telah berenang ke tempat lain sehingga ia tidak memperhatikan En.     

En mengulang pertanyaannya.     

"Mengapa kau ingin tahu?" Luca tidak begitu suka berdusta apalagi kepada pria yang telah berbuat baik kepadanya dulu. Jadi, ia mengembalikan pertanyaan En dengan pertanyaan lain.     

En hanya tersenyum.     

Melihat En tidak bermaksud menjelaskan apa-apa, Luca juga tidak berpikir untuk memanjangkan pembicaraan ini. Ia harus segera menyelesaikan tujuannya sebelum terlambat.     

"Kalau begitu aku pamit dulu. Terima kasih sudah membantuku tadi."     

"Tidak masalah. Oh ya! Sebelum kau pergi …."     

Langkah kaki Luca kembali terhenti. "Ya?"     

"Apakah kau pernah bertemu dengan para Pemburu Half-beast?"     

"Jika pernah, kau kira aku akan memberitahumu?"     

Keduanya saling bertatap satu sama lain untuk beberapa saat sebelum En mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. "Kau benar."     

"Kalau begitu aku pamit."     

Sosok Luca semakin menjauh dan menjauh hingga akhirnya hilang di belokan rumah tersebut. En duduk di salah satu teras rumah terbengkalai tersebut.     

"Sudah kuduga kau akan menemukanku di sini. Hah … aku tidak butuh omelanmu," gerutu En tanpa menoleh ke target bicaranya melainkan mendongak, menatap langit biru nan cerah.     

Dengusan kasar terdengar. Sesosok serigala bermantel coklat muncul dari bayangan rumah reyot itu. Shikida Rion telah bersembunyi di belokan lainnya dari rumah itu yang dilapisi bayangan pekat akibat arah sinar matahari.     

Tanpa mengucapkan apa pun, ia mengecek seluruh tubuh En sebelum yakin bahwa pria itu tidak terluka sama sekali.     

"Kau benar-benar sembrono. Sudah kubilang padamu, pria itu adalah salah satu anggota Pemburu Half-beast agar kau menjauhinya secepat mungkin ketika bertemu dengannya. Bukan menariknya ke tempat terpencil seperti ini! Jika dia membunuhmu baga—"     

"Tapi dia tidak melakukannya."     

Ucapan En membuat Rion tidak bisa berkata apa-apa lagi.     

Rion menendang tanah untuk melampiaskan sisa kekesalannya yang tidak bisa ia tumpahkan.     

Sejak munculnya para Pemburu Half-beast menjadi terkenal di tengah masyarakat, Rion sebagai tangan kanan En tentunya mencari tahu mengenai hal ini. Ia sendiri akhirnya berhasil menemukan identitas asli Pemburu tersebut secara kebetulan, bahkan memergoki betapa kejamnya orang-orang itu membunuh kaumnya.     

Namun, En yang mengetahui bahwa salah satu incubus teramah dan tercerdas yang pernah En temui, Vasile, juga merupakan bagian dari komunitas tersebut, En menyuruhnya untuk tidak segera bergerak dan untuk melihat keadaan.     

'Sementara kaum kita yang tidak berdosa ikut terbunuh?!'     

Rion sendiri tidak keberatan jika para Pemburu Half-beast memusnahkan musuh-musuh En tapi tidak jika mereka melibatkan half-beast yang tidak berdosa. Bahkan tanpa menyisakan jasad mereka karena setiap area yang didatangi Pemburu Half-beast akan diakhiri dengan pembakaran.     

"Aku memberinya kesempatan, Rion, tapi dia tidak menyerangku yang seharusnya merupakan target terbesarnya dalam rencana mereka. Firasatku mengatakan ada yang lebih dalam dari rencananya. Aku berharap kau bisa membantuku untuk memastikan itu."     

"Ha? Aku sudah melihat semua aksinya dan sudah kukatakan bahwa mereka haus darah dan tanpa ampun! Bisa saja ia tahu jebakanmu makanya ia tidak melakukannya. Aku yakin pria itu tidak bodoh."     

En juga sempat berpikir begitu tapi …. "Pria itu berterima kasih."     

"Ha?"     

"Pria yang seharusnya membenci half-beast sampai ke tulangnya itu berterima kasih kepadaku atas perbuatanku di masa lalu, Rion. Padahal dulu pria itu menatapku dengan penuh kebencian karena aku tidak berhasil menyelamatkan ibunya. Menurutmu apa maksudnya itu?"     

"Itu …." Rion tertegun sejenak. "… bisa saja itu adalah strateginya untuk menarik kepercayaanmu dan kemudian menusukmu dari belakang."     

En mengangguk. "Logis. Tapi aku ingin percaya bahwa ucapan yang aku dengar dengan telingaku sendiri itu adalah ucapan yang tulus."     

Tidak ada yang mengatakan apa pun lagi untuk beberapa saat.     

Rion tetap pada pendiriannya. En juga begitu.     

"Jika …." Wajah En penuh dengan tekad kuat. "… kau sudah yakin mereka adalah musuh dan tidak ingin memastikan pemikiranku lagi, biarlah begitu. Sebagai gantinya, kali ini, aku akan bergerak bersamamu untuk memantau pergerakan Pemburu Half-beast. Mari kita pastikan siapa yang benar."     

Alis Rion mengernyit dalam. Ia tidak setuju. Berada di dekat para pemburu itu tentunya sangat berbahaya, apalagi bagi Fuyuki En, seorang Tuan Muda yang walaupun cerdas dan banyak membaca tapi secara fisik lebih lemah dari anak lima tahun yang belajar bela diri, Fuyuki En adalah sasaran empuk.     

Rion pernah meminta En belajar bela diri agar tidak menjadi sasaran yang mudah dijatuhkan tapi setelah mengajari En selama seminggu, Rion tahu kepala keluarga klan rubah ini terlalu buruk dalam kegiatan fisik yang berat. Jangankan olahraga ringan, tubuh pria itu terlalu kaku hingga ia seperti bayi yang baru lahir ketika mengikuti pergerakan Rion.     

Akhirnya, Rion terpaksa menyerah dan bersumpah akan melindungi tuannya itu.     

Namun, untuk kali ini saja, Rion telah termakan emosinya – hal yang begitu jarang terjadi melihat klan serigala telah melatih diri mereka untuk membunuh emosi mereka. Ia ingin memberitahu En kenyataan sebenarnya dan membuktikan bahwa seluruh dugaannya lah yang benar.     

Jadi, seberapa besar ketidaksetujuannya, akhirnya Rion menerima tantangan itu. "Jika aku menang, aku menuntut tindakan cepat untuk membereskan para pemburu itu."     

"Baiklah."     

*****     

Luca berjalan menyusuri Kota Kai sambil menghindari para petugas keamanan. Dengan tudung besar menutupi wajahnya, ia berjalan di dalam bayang-bayang sambil celingak-celinguk. Mata merah gelapnya terus mencari sosok yang familiar.     

Ketika ia memutari sebuah rumah kosong lainnya (entah sudah berapa banyak rumah kosong yang ia temukan), ia menemukan secarik kertas di bawah batu, tersembunyi dengan sangat baik hingga orang lewat tidak akan sadar bahwa ada kertas di bawah batu tersebut.     

Setelah membaca isinya, Luca segera menuju ke tempat yang tertera di dalam kertas ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.