This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Selamat Tinggal



Selamat Tinggal

0  "Tch! Terkutuklah insiden kebakaran itu! Merusak rencanaku saja!" Domba Putih memukul meja pendek yang rapuh dengan kuat, membuat jantung Vasile hampir copot.     
0

  "Ecatarina, kontrollah kekuatanmu! Jika kau merusak meja malang itu, mulai besok kita akan makan di lantai!" tegur Vasile buru-buru. Walaupun rapuh, meja itu sudah menemani keluarga kecil yang berisikan dua orang dewasa dan satu anak kecil itu selama tujuh tahun belakangan ini. Tanpa meja itu, mereka benar-benar harus meletakkan mangkuk-mangkuk makanan di atas lantai dan itu sangatlah tidak nyaman.     

  Domba Putih, yang setelah menyelesaikan rencana mereka akhirnya memperkenalkan diri sebagai Ecatarina Udrea, tidak menghiraukannya dan menjatuhkan satu pukulan lagi pada meja, kali ini dengan sengaja.     

  "Ecatarina!" pekik Vasile mendorong Ecatarina yang terkikik.     

  "Tenang saja Vasile, uang dibrankas Distrik Yomi ada di dalam tanganku. Kita bisa hidup mewah selama beberapa puluh tahun dengan uang ini, kau tahu itu?"     

  "Oh … ah …." Pipi Vasile bersemu merah malu. Ia lagi-lagi lupa bahwa mereka telah mencuri uang dari Distrik Yomi sehingga kemampuan finansial mereka sekarang bisa disamakan dengan keluarga-keluarga klan half-beast tingkat atas.     

  Lantaran, ia tidak begitu terbiasa dengan ide bahwa mereka telah menjadi kaya dalam satu malam.     

  "Walaupun kita punya uang, bukan berarti kau bisa merusak perabotan yang ada. Lagi pula, membeli perabotan baru hanya akan menjadi pengeluaran yang tidak perlu. Sebentar lagi kita akan meninggalkan rumah ini dalam jangka waktu yang lama." Luca membalas, membantu pamannya yang hanya bisa membuka-menutup mulutnya seperti mulut ikan.     

  Yang ia katakan memang benar. Mereka akan meninggalkan tempat ini setelah bulan baru lewat untuk melanjutkan rencana mereka selanjutnya.     

  "Kau menumpang di sini, bukan berarti ini rumahmu sendiri Domba Putih," timpal sesosok pria berbalut hitam yang duduk di samping Luca sambil menyeruput teh hangat murah pada gelas yang memiliki retakan kecil di beberapa bagiannya. Kulitnya pucat pasi seperti tidak ada darah yang mengalir melewati pembuluh darahnya dan kantung hitam yang berat bergantung di bawah kedua matanya yang merah menyala. Wajahnya yang biasanya tertutup kabut hitam sekarang dapat terlihat jelas, tirus dan cekung, terlihat tidak sehat.     

  Mendengar komentar pria itu, Ecatarina hanya mendengus dan tidak berkata apa-apa lagi.     

  Pria itu tersenyum puas dan mengalihkan perhatiannya kepada Luca untuk melanjutkan pembicaraan mereka. Luca membalas dengan senyum tipis.     

  Setelah rencana mereka menjatuhkan Distrik Yomi berjalan dengan sukses, Ecatarina beserta kedua anaknya menyatakan kesediaan untuk membantu Luca dengan impiannya membentuk dunia yang nyaman bagi para incubus hidup. Dendam mereka telah terselesaikan dan mereka tidak memiliki agenda lain lagi yang begitu penting. Jadi, tidak ada salahnya membantu Luca sebagai balas budi akan bantuan Luca dalam rencana mereka juga.     

  Tidak hanya itu, Ecatarina sendiri sudah membentuk sedikit rasa sayang kepada Luca yang masih muda tapi terlihat tangguh ini. Sifat keibuannya membuat ia tidak bisa membiarkan Luca sendirian, menanggung rencana yang begitu berat dan bahaya itu.     

  Dengan kekuatan yang ia dapatkan dari pria berkabut hitam itu, Ecatarina bisa menyumbang kekuatan yang besar dalam kesuksesan rencana Luca.     

  Walaupun begitu pemikirannya, Ecatarina tidak menyatakan semuanya secara blak-blakan. Kepada Luca, ia hanya mengatakan, "Rencanamu itu dapat menghilangkan kebosananku yang telah kehilangan tujuan hidupku."     

  Luca sendiri tidak keberatan. Ia malah sangat bersyukur dengan tawaran Ecatarina karena kekuatan Ecatarina benar-benar akan sangat membantu mereka. Meskipun begitu, Luca tidak menurunkan kewaspadaannya terhadap Ecatarina.     

  Ecatarina juga menyadari hal itu dan ia tidak keberatan. Ia lebih lega melihat Luca tidak langsung mempercayainya karena hal ini memperlihatkan bahwa Luca merupakan seorang pria yang kritis dan hati-hati. Sifat seperti ini sangat penting untuk kesuksesan rencana mereka.     

  Oleh karena Ecatarina dan kedua anaknya telah kehilangan tempat tinggal, mereka akhirnya menumpang di rumah Luca. Lagipula, tinggal berdekatan membuat komunikasi akan strategi ke depannya menjadi lebih mudah.     

  Di saat yang sama, Ecatarina juga memperkenalkan pria berkabut hitam itu.     

  Ketika pria itu bertemu dengan Luca, untuk pertama kalinya juga Ecatarina dapat melihat wajah pria itu dengan jelas – karena seluruh kabut yang menyelimuti pria itu telah hilang tanpa jejak.     

  ["Lauren?"] Saat itu, Vasile lah yang bereaksi pertama kali, menyebutkan nama yang bahkan Ecatarina tidak pernah dengar.     

  Pria itu tidak pernah memperkenalkan namanya kepada Ecatarina dan ketika nama itu disebut, pria itu langsung tersenyum lebar.     

  ["Lama tidak jumpa, Vasile."]     

  Sepertinya Vasile dan pria hitam, Lauren, merupakan kenalan lama. Tidak butuh waktu lama bagi Luca untuk menjadi akrab dengan Lauren juga dan menggunakan kesempatan ini, Vasile dan Luca juga memberitahukan nama asli mereka kepada Ecatarina dan kedua anak kembarnya.     

  Steve juga kerap kali berkunjung dan ikut menjadi akrab dengan Lauren. Seperti hari ini, pria itu juga ikut duduk di sekitar meja sebelum membantu Vasile menyiapkan makan malam.     

  Ecatarina sejujurnya bisa memasak tapi ia tidak mau ambil pusing dan hanya duduk diam sambil menyeruput tehnya lagi. Ia masih sedikit kesal karena kebenaran kasus di Distrik Yomi berhasil ditutupi oleh para penguasa klan tingkat atas dan reputasi Petre tidak rusak seperti yang dia inginkan.     

  Matanya melirik kedua anak kembarnya yang sedang bermain dengan mixed blood mungil yang sepertinya telah menjalin hubungan dekat dengan kedua anaknya. Walaupun anak kembarnya sebenarnya telah dewasa tapi sekarang keduanya bermain riang layaknya anak kecil sebenarnya.     

  Tanpa sadar, Ecatarina tersenyum tipis. Kekesalannya ia abaikan untuk sementara waktu, tergantikan oleh wajah bahagia kedua anak kesayangannya.     

  Kedua anak itu telah kehilangan masa kecilnya sejak Petre menghancurkan semuanya. Jadi, bertemu dengan teman kecil bernama Mihai itu dapat menebus sedikit kehilangan itu untuk Daniel dan Daniela.     

  Ecatarina mengamati Mihai yang juga tersenyum lebar.     

  Ketika pertama kali bertemu dengan Mihai, Ecatarina heran.     

  Luca sangat membenci half-beast dan ingin membentuk dunia yang sejahtera untuk incubus tapi pria itu membiarkan sesosok mungil mixed blood di sisinya.     

  'Bagaimana nasib anak ini setelah dunia itu berhasil Luca capai?' Ecatarina berusaha menerka jalan pikiran Luca.     

  Lagipula, Luca tentunya tidak senaif itu untuk mengharapkan para incubus mau menerima mixed blood ini.     

  "Mm?"     

  Ecatarina menyadari perubahan kecil pada ekspresi wajah Mihai. Anak itu tiba-tiba terlihat cemas dan takut. Kulit wajahnya menjadi pucat.     

  Wanita itu mengikuti arah pandang Mihai yang ternyata jatuh pada Lauren. Pria hitam itu tersenyum lebar sambil berbincang dengan Luca. Ketika Luca tidak memperhatikan, Lauren akan melayangkan pandangannya kepada Mihai dan senyumnya semakin lebar – terlihat sangat licik di mata Ecatarina.     

  Yang tidak Ecatarina sadari adalah tangan Lauren yang terangkat di belakang punggung Luca, mengeluarkan benda tajam dari gumpalan asap hitam di tangannya ….     

  *****     

  Matahari dengan cepat tenggelam, berganti dengan langit yang dihiasi bulan cembung. Makan malam sederhana dihidangkan dan setelah acara makan selesai, Luca membawa Mihai ke kamar tidurnya.     

  Sudah mejadi rutinitas bagi keduanya untuk menghabiskan waktu di dalam kamar tidur hingga Mihai tertidur pulas. Barulah setelah itu, Luca akan bergabung dengan penduduk rumah lainnya untuk membahas persiapan rencana mereka.     

  Mihai mengangkat pandangannya, menatap wajah Luca dengan ragu-ragu. Kedua tangan mungilnya terkepal erat, seperti sedang berusaha memberinya kekuatan tambahan.     

  Luca yang menyadari bahwa ia telah dipandang cukup lama ikut menurunkan pandangannya, menatap Mihai dengan penuh tanda tanya. "Ada yang kau inginkan?"     

  Mihai buru-buru menggeleng tapi ekspresi wajahnya begitu serius, menyerukan dengan jelas bahwa ada masalah yang mengganggunya.     

  Luca tidak berusaha mengorek lebih dalam, hendak memasuki kamar Mihai ketika anak kecil itu menarik lengan pakaian Luca, menghentikannya.     

  "Aku ingin melihat bulan."     

  Luca mengikuti keinginannya. Musim semi sudah mulai menyapa sehingga walaupun malam hari masih sejuk, tidak lagi semenggigil sebelumnya. Seharusnya Mihai tidak akan sakit hanya karena diterpa angin sejuk malam ini. Walapun begitu, Luca tetap mengenakan baju luar yang tebal untuk melindungi Mihai sebelum mereka duduk di teras belakang rumah.     

  Di saat itu, Lauren juga tiba-tiba keluar dari dalam rumah.     

  "Yo!" sapanya santai dengan senyum lebar liciknya yang biasa. Ia menatap Luca dengan hangat tapi ketajaman yang dingin segera muncul di matanya ketika ia mengalihkan pandangan pada Mihai.     

  Tengkuk Mihai menggigil. Kepalan tangannya semakin erat.     

  "Kau ingin mengamati bulan juga?" tanya Luca membalas senyum Lauren dengan senyum tipis yang biasa.     

  Lauren mengangkat sebelah alisnya heran. "Juga?"     

  Luca mengangguk. "Mihai juga—"     

  Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, sesuatu yang tajam menembus kulit lengannya. Rasa nyeri dan sakit membuatnya mendesis. Secara otomatis, kepalanya berputar, bertemu dengan sepasang mata emas yang menatapnya tajam tapi berkaca-kaca.     

  Jantungnya serasa berhenti berdetak.     

  "Luca!" Lauren buru-buru menarik Luca menjauh sementara Luca masih tidak sadar apa yang telah terjadi padanya.     

  "Tanganmu!" seru Lauren lagi, kali ini berhasil menyadarkan Luca bahwa lengannya telah ditusuk oleh sebuah pisau kecil. Melihat banyaknya darah yang mengalir keluar, sepertinya tusukannya cukup dalam.     

  Luca merasakan dirinya terguncang hebat. Ia menatap tubuh mungil yang juga membalas menatapnya.     

  "Mihai … ini—"     

  "Ja—jangan pikir memperlakukanku dengan baik dua bulan ini bisa menghapus semua yang kau lakukan padaku selama ini! Aku benci kau! Kau dan semua rencanamu itu! Aku tidak mau melihat wajahmu lagi selamanya!"     

  Luca merasa seperti berada di dalam lautan luas. Seluruh tubuhnya melayang dan ia tidak dapat mendengarkan ucapan Mihai dengan jelas.     

  Sakit ….     

  Entah itu rasa sakit dari lengannya atau hatinya yang seperti telah dicabik-cabik.     

  Walaupun ia tidak bisa mendengarkan ucapan Mihai dengan jelas tapi sialnya ia tahu apa yang sedang diucapkan Mihai.     

  Setelah mengucapkan semua itu, Mihai berlari pergi dengan kecepatan tinggi.     

  "Mihai!"     

  "Luca! Untuk apa kau mengejar anak itu?! Dia sudah bilang tidak ingin melihat wajahmu!" Lauren melingkarkan tanganya dari bawah ketek Luca, mencegahnya berlari mengejar tubuh mungil itu.     

  Luca terlihat kacau. Ia terus meronta sampai ketika tubuh mungil itu sudah hilang tertelan lebatnya pepohonan gersang hutan itu, ia akhirnya berhenti, terduduk lemas di teras.     

  Dari dalam rumah, Ecatarina, Vasile, Steve, Daniel, dan Daniela berbondong-bondong keluar karena teriakan Luca.     

  "Apa yang terjadi?!"     

  Tapi Luca tidak menjawab. Ia seperti telah kehilangan nyawanya. Lauren yang membantunya menjelaskan apa yang terjadi.     

  Luca hanya menatap kosong ke arah di mana Mihai menghilang tanpa menghiraukan darah yang terus mengucur membentuk sebuah genangan ….     

  *****     

  Awan hitam menyelimuti langit malam itu dan hujan pun mulai jatuh padahal detik sebelumnya, bulan masih bersinar terang di langit yang sama.     

  DARR!!     

  Bunyi ledakan petir menggema langsung di atas kepala Himijime membuat seluruh bulunya berdiri tegak. Kedua telinganya menekuk dalam untuk mencegah suara menyeramkan itu kembali memasuki pendengarannya.     

  "Tch! Menyebalkan!" Ia tidak pernah menyukai hujan petir.     

  Sementara ia masih harus menyelesaikan perhitungan pembukuan tokonya, tangannya sudah bergemetar dan tidak mau mengikuti arahan otaknya.     

  Pekerjaannya sepertinya akan tertunda.     

  Tidak punya pilihan lain, Himijime meregangkan seluruh otot-otot tubuhnya tapi kembali membungkuk dalam karena bunyi ledakan petir kembali terdengar. Buru-buru, ia keluar dari ruang kerjanya dan hendak naik ke lantai dua menuju kamar tidurnya.     

  Lebih baik ia tidur daripada harus menderita mendengarkan ledakan-ledakan itu sepanjang malam.     

  Namun, ketika ia mencapai tangga, telinganya menangkap bunyi ketukan samar dari pintu belakang yang terletak tidak jauh dari tangga tersebut.     

  "Siapa malam-malam begini?" Sambil menggerutu, ia membuka pintu belakang.     

  Ia langsung terbelalak melihat identitas pengetuknya.     

  Sesosok tubuh mungil yang basah kuyup. Kedua lengan pendeknya mendekap tubuh menggigilnya dengan erat. Sepasang mata bulat emas yang basah menatap Himijime lekat-lekat.     

  "Bibi, bantu aku."


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.