This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kekuatan Misterius



Kekuatan Misterius

0"Apakah Kakak berhasil bertemu dengan … egh … domba … putih …?" tanya Mihai seraya memiringkan sedikit kepalanya, agak ragu apakah ia mengucapkan panggilan orang yang dicari Luca dengan benar.     
0

Luca yang sedang menyisir rambut Mihai mengangguk pelan. "Aku bertemu dengannya."     

"Oh …."     

Mihai sebenarnya ingin menanyakan kelanjutannya seperti apa yang mereka bicarakan dan bagaimana mereka akan melakukan rencana Luca menghancurkan Distrik. Akan tetapi, Mihai yakin Luca tidak akan menjelaskan apa-apa dengan alasan Mihai masih kecil dan tidak perlu memusingkannya.     

Ditambah Mihai sedikit takut. Dirinya merupakan satu-satunya di dalam keluarga ini yang tidak berasal dari kaum incubus. Sementara Luca ingin membentuk dunia yang aman bagi kaum incubus. Mihai tidak tahu apakah dirinya yang bukan merupakan bagian dari kaum tersebut termasuk dalam target rencana Luca.     

Jika Luca mengatakan bahwa ia tidak peduli apakah Mihai dapat hidup damai atau tidak setelah rencana itu berhasil … Mihai tidak ingin mendengar ucapan seperti itu.     

Ia hanya bisa terus berharap bahwa Luca memiliki sedikit tempat di hatinya untuk Mihai dan menunggu. Jika suatu saat ia bisa membantu Luca di masa depan, ia akan dengan senang hati melakukannya.     

Luca menjatuhkan pandangannya pada kepala Mihai yang sedikit tertunduk, terlihat sedih. Ia mengira Mihai masih memikirkan ucapan Himijime kemarin mengenai risiko rencana ini.     

Tersenyum kecil, Luca menepuk kepala Mihai pelan. "Jangan khawatir. Apa pun yang terjadi, aku akan memastikan semuanya berjalan lancar dan kembali dengan selamat," hiburnya.     

'Apa pun yang terjadi ….' Benar. Luca sejujurnya tidak tahu apakah bantuan Domba Putih akan memberikan kepastian bagi kemenangan mereka. Bahkan, ia bisa bilang bahwa ia ragu.     

Kemarin, Domba Putih memberitahunya sebuah rahasia yang menjadi kunci dari keberhasilan rencana ini. Namun, rahasia itu begitu luar biasa dan terasa tidak mungkin hingga Luca tidak sanggup menutupi keraguan dalam eskpresi wajahnya.     

Domba Putih hanya tertawa kecil dan mengucapkan, "Kau akan tahu aku tidak membual nanti."     

Ia juga memberi pesan bahwa hari ini, ia akan mengirim seseorang untuk memberikan Luca dan Vasile barang yang dibutuhkan untuk rencana mereka ke kediaman Luca di area terlarang Bukit Luito.     

Tok! Tok!     

Ketukan pelan di pintu menyadarkan Luca. Pergerakan tangan Vasile yang sedang memasak di dapur juga ikut terhenti.     

"Permisi!" Dua suara kekanakan dan riang terdengar setelah ketukan pintu.     

Alis Luca terajut dalam. 'Anak kecil?'     

Mihai juga heran.     

Masalahnya, jangankan anak kecil, orang dewasa bahkan tidak berani memasuki area ini karena rumor yang beredar. Anak kecil seperti apa yang begitu berani memasukinya dan bahkan bisa sampai ke rumah mereka?     

Rumah yang didirikan Luca bukan berarti berada di area yang dalam. Jika dibandingkan dengan luas area kiri Bukit Luito, rumah Luca masih sangat dekat dengan pintu masuk area terlarang.     

Yang membuat orang-orang sulit melewati area ini adalah karena area ini tidak terawat dengan benar. Jalanan yang dulunya dibuat telah terutup oleh akar pohon dan tidak ada lagi yang dapat membedakan apakah itu jalanan atau area yang ditanami pepohonan. Itulah mengapa, walaupun rumah Luca tidak berada di area yang begitu dalam, orang awam tetap akan kesulitan mencapai rumah mereka.     

Sepanjang ingatan Luca, ia hanya memberikan peta menuju rumahnya kepada si Domba Putih.     

'Tapi tidak mungkin kan ia mengirim dua anak kecil ke sini?' Jika iya, Luca tentunya mempertanyakan hati nurani wanita itu.     

Tok! Tok! Tok!     

"Permisi! Apakah Lucio dan Venti ada?!"     

Kedua anak itu kembali mengetuk setelah tidak mendapatkan respon dari penduduk rumah.     

Mendengar keduanya memanggil nama samaran Luca dan Vasile, mereka tidak punya pilihan lain untuk setuju bahwa kedua anak ini adalah utusan Domba Putih. Lagi pula, hanya majikan yang memberikan mereka pekerjaan, Himijime, dan Domba Putih yang mengetahui nama samaran mereka dan dari semua orang itu, hanya Domba Putih yang mengetahui di mana mereka tinggal.     

"Paman tetap memasak saja. Aku yang akan membuka pintu," pesan Luca seraya berdiri. Kedua alisnya masih terajut erat, bingung dengan karakter Domba Putih ini.     

Dari pertama kali bertemu dengannya, Domba Putih memang sosok yang misterius. Luca tidak dapat menebak apa yang sedang dipikirkannya. Luca menjadi kembali ragu apakah ia telah memilih partner in crime yang salah untuk misi kali ini.     

"Hm? Apakah tidak ada orang?"     

"Apa kita salah rumah? Atau waktunya yang tidak tepat?"     

Luca bisa mendengar percakapan kedua anak tersebut ketika ia mencapai pintu. Kali ini keduanya tidak berbicara secara bersamaan dan Luca bisa mendengarkan yang satunya merupakan suara perempuan dan yang satunya adalah laki-laki.     

"Tunggu sebentar!" seru Luca seraya membuka pintu.     

Di belakangnya, MIhai mengikuti dengan rasa penasaran. Ia tidak tahu apakah ia boleh ikut atau tidak tapi ia ingin melihat kedua anak itu.     

Sejak lahir, ia tidak pernah memiliki teman yang masih anak-anak seperti dirinya jadi tidak heran ia akan tertarik untuk bertemu keduanya.     

"Halo! Selamat pagi!" Kedua anak itu berseru tepat ketika pintu terbuka dan Luca muncul dari balik pintu.     

Luca mengamati kedua anak yang tersenyum lebar itu. Mereka bahkan hanya setinggi pinggul Luca!     

Keduanya memiliki rambut putih bersih dan berkulit sawo matang. Yang perempuan menguncir rambutnya menjadi dua sementara yang laki-laki menguncir rambutnya satu ke belakang. Mata bulat merah menghiasi wajah mungil mereka dan tanduk yang melingkar seperti milik domba tumbuh di atas kepala.     

Semakin dilihat, Luca merasa semakin familiar dengan mereka.     

"Kalian … apakah Domba Putih punya anak kembar lain?" Tanpa sadar Luca mengucapkan kebingungannya.     

Kedua anak langsung terkikik. "Mama hanya punya dua anak, betul El?"     

"Yup, Ela!"     

'El? Ela?' Otak Luca masih tidak dapat bekerja dengan baik. Di sudut memorinya, ia sempat mendengar dua anak kembar Domba Putih memanggil satu sama lain dengan sebuatan yang sama. Akan tetapi, keduanya seharusnya sudah dewasa!     

"Kalian … bagaimana …." Luca tidak tahu bagaimana mengucapkan seluruh kebingungannya dalam kata-kata.     

Melihat Luca telah menyadari bahwa kedua anak ini adalah orang yang sama dengan kedua orang dewasa yang berada di samping Domba Putih kemarin, keduanya tersenyum semakin lebar. Terdapat secercah kejahilan sekaligus keangkuhan. "Bagaimana? Kau sudah bisa percaya apa yang dikatakan Mama?" ucap keduanya dengan ritme dan nada yang sama persis. Ekor mereka bergerak ke kanan dan ke kiri secara seragam.     

Luca tertegun. Ia tidak tahu mengapa keduanya menjadi anak kecil tapi sepertinya fenomena ini memiliki hubungan dengan kekuatan yang dikatakan Domba Putih kemarin. 'Apakah ini benar? Mereka tidak merancang hal ini untuk membohongiku bukan?'     

"Ah! Kau meragukan Mama! Lucio jahat! Aku tidak akan memberikan benda itu untukmu!"     

"Jahat! Aku juga tidak akan memberikan benda itu kepada Venti!"     

Keduanya menggembungkan pipi mereka dengan kesal. Tidak ada yang boleh meragukan mama mereka yang menjadi sosok paling besar dan membanggakan untuk mereka.     

Luca menggaruk pipinya yang tidak gatal, bingung. Lagi pula, bukankah hal lumrah untuk meragukan hal yang tidak bisa dicerna secara logis?     

Kedua anak ini terlihat sangat dewasa kemarin. Mengapa mereka bersikap seperti anak kecil sekarang? Apakah berubah menjadi kecil membuat kapasitas otak mereka turun ke level anak-anak?     

Ketiganya mematung di depan pintu, tidak ada yang berusaha menghibur atau mengucapkan satu patah kata pun.     

Kedua anak itu menjadi kesulitan. Sebenarnya, tidak mungkin mereka tidak memberikan barang itu kepada Lucio dan Venti karena mama mereka pastinya akan marah. Namun, mereka terlalu gengsi untuk mengganti ucapan mereka.     

'Kau hanya tinggal meminta maaf dan kami akan memaafkanmu!'     

'Benar-benar! Hanya perlu minta maaf!'     

"Kakak? Kedua orang ini?"     

Di saat kecanggungan semakin pekat, Mihai yang merasa harus mencairkan suasana segera membuka suara. Ia sendiri sangat penasaran dengan identitas dua anak ini.     

Kedua kembar juga untuk pertama kalinya menyadari keberadaan sosok Mihai.     

Mihai sedikit lebih pendek dari keduanya dan pipi tembam anak itu membuat mata mereka berbinar. 'Lucunya!!'     

Keduanya segera menghambur ke arah Mihai. "Siapa namamu?!"     

"Kau umur berapa?!"     

"Apa makanan kesukaanmu?!"     

"Kau anak Lucio? Atau Venti?"     

"Kau …."     

"Kau …."     

Berbagai pertanyaan terus menghantam Mihai membuat anak itu panik.     

Tinggal bersama dua orang dewasa yang begitu pendiam, MIhai tidak pernah menghadapi orang-orang yang ribut dan cerewet. Dihantam oleh pertanyaan yang bertubi-tubi membuatnya mati kutu.     

"Kalian berhenti! Jangan menyulitkan Mihai!" Luca akhirnya masuk untuk menengahi. Dengan satu tarikan lembut, ia mengangkat Mihai dan memasukkan dalam pelukan.     

Kedua anak kembar tersadar bahwa mereka telah terlalu berlebihan. Pelan-pelan mereka mendekati Mihai dan mengangkat wajah mereka yang telah penuh dengan ekspresi bersalah. "Maafkan kami ya," ucap mereka bersamaan.     

Mihai menatap keduanya sejenak. Tangan mungilnya menarik pelan pakaian Luca, menandakan ia tidak apa-apa dan ingin turun dari pelukan. Luca tidak mengatakan apa-apa dan menurunkannya.     

Walaupun begitu, ketika melihat langsung kedua anak kembar itu di hadapannya, Mihai menjadi sedikit malu jadi ia memeluk kaki Luca dengan erat. "A—aku Mihai. Kalian siapa?"     

Luca melihat Mihai yang biasanya ceria dan penuh energi itu tiba-tiba menjadi anak pemalu. Sepertinya Mihai adalah tipe anak yang akan mengeluarkan sifat aslinya hanya pada orang-orang yang ia nyaman. Hari ini ia menemukan sisi baru yang imut dari anak ini.     

Mendengar pertanyaan Mihai, El dan Ela buru-buru mendekat.     

"Aku El!" seru yang laki-laki.     

"Aku Ela!" seru yang perempuan tidak mau kalah.     

Melihat kedua anak itu semakin mendekat dengan senyum lebar dan energi yang besar, Mihai mundur sedikit.     

"Ehem!" Luca berdehem untuk menyadarkan anak kembar itu.     

Keduanya buru-buru berhenti. Oleh karena tidak dapat mendekati Mihai yang seperti anak kucing itu, keduanya berusaha menarik perhatian Mihai dengan cara lain seperti melambai-lambaikan tangan, berjongkok sambil mengatakan bahwa mereka adalah orang baik.     

Setelah usaha beberapa menit, akhirnya Mihai mau keluar dari balik kaki Luca dan mendekati kedua anak itu.     

"Sa—salam kenal. Ngomong-ngomong, aku bukan anak Kak Lucio," jelasnya seraya menjabat tangan kedua anak kembar.     

"Oh!" El dan Ela dengan penuh semangat dan cerewet mulai berbincang dengan Mihai.     

Mereka telah melupakan perseteruannya dengan Luca dan bahkan mereka menghabiskan hampir seharian di rumah Luca sebelum akhirnya tersadar mereka belum melakukan tugas dari sang mama.     

Buru-buru, ketika semburat jingga telah mewarnai seluruh langit, mereka memberikan tiga buah kantung kepada Luca dan Vasile.     

"Yang satunya untuk Steve! Kalian bisa mulai dari besok!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.