This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Domba Putih (1)



Domba Putih (1)

0Luca, Steve, dan Vasile melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan luas berpernak-pernik mewah setelah dipersilahkan oleh staff tersebut. Sebuah meja pendek yang lebar terletak di tengah-tengah ruangan. Beberapa staff lain telah berada di sekitar meja seraya meletakkan cangkir berisi teh hangat dan piring kecil berisi snack dan manisan. Beberapa dari mereka juga mengambil bantal duduk yang ditumpuk di sudut ruangan lalu meletakkannya di sekitar meja sebanyak tiga buah.     
0

Setelah memastikan telah menyediakan seluruh layanan, para staff mengundurkan diri keluar ruangan lalu membungkuk dalam sebelum menutup pintu kembali dengan rapat.     

"Mereka sopan sekali," komentar Vasile setelah memastikan para staff itu telah pergi jauh dari bunyi langkah kaki mereka.     

Siapa pun yang melihat ketiganya akan tahu dalam sekejap bahwa mereka hanyalah pekerja rendahan tapi para staff itu masih melayani mereka layaknya tamu terhormat. Vasile tidak bisa untuk tidak mengagumi profesionalisme mereka.     

Ketiganya meletakkan tas-tas besar berisi pakaian yang telah dipesan di sudut ruangan kemudian duduk di sekitar meja seraya menikmati hidangan kecil yang telah disediakan. Tubuh yang telah diterpa angin musim dingin selama berjam-jam itu langsung kembali hangat. Tidak hanya itu, aroma bunga yang lembut dan harum dari teh tersebut memberikan efek relaksasi. Seluruh stress yang mereka dapatkan dari ketiga wilayah sebelumnya segera hilang tanpa jejak.     

"Tempat ini benar-benar seperti surga. Namanya tidak mengkhianati sama sekali." Vasile membuka jendela besar yang dimiliki ruangan itu dan tidak bisa menghentikan dirinya untuk tidak berkomentar kagum.     

Dari jendela itu, pemandangan di luar dapat terlihat jelas.     

Bangunan-bangunan tinggi yang memancarkan cahaya-cahaya lentera hangat. Para penghibur yang mengenakan pakaian berkualitas tinggi dan elegan. Bunyi permainan musik merdu yang samar-samar terdengar dari ruangan-ruangan tertutup. Hingga bagaimana sikap para penghibur untuk menggaet tamu sangatlah berkelas dan anggun.     

Jika ingin jujur, tempat ini yang paling mirip dengan distrik lampu merah di luar sana. Namun, bedanya, para penghibur yang bekerja di sini memiliki kelas yang sama dengan pelacur kelas tertinggi di distrik lampu merah. Cantik, anggun, berbakat dalam seni, dan bahkan gombalan yang mereka keluarkan sangat berkelas, diisi dengan puisi-puisi yang menggetarkan gairah.     

Suasananya terlalu damai dan hangat hingga siluet-siluet para tamu yang sedang melakukan hubungan intim dengan penghibur pesanannya yang terpampang jelas dari pintu kertas tidak akan mengganggu siapa pun. Bahkan, siluet-siluet itu terlalu indah hingga hanya akan meningkatkan gairah mereka yang melihatnya.     

Ditambah kain-kain sutra lembut berwarna warni yang mendekorasi seluruh tempat itu memberikan impresi bahwa mereka benar-benar berada di surga dan mereka sedang dipuaskan oleh para dewi-dewi di langit.     

Steve tidak dapat melihatnya tapi ketenangan dan keeleganan tempat itu dapat ia rasakan melalui indra-indranya yang lain. Kepalanya bahkan tanpa sadar mengangguk-angguk beberapa kali sebagai jawaban terhadap ucapan Vasile.     

Di sisi lain, Luca juga tidak bisa menyanggah Vasile. Namun, seberapa indahnya tempat itu dibuat, pelacuran tetaplah pelacuran. Mungkin para wanita itu tersenyum anggun dan melontarkan kata-kata bahagia kepada tamunya tapi tidak ada yang tahu berapa persen dari mereka yang benar-benar menikmati pekerjaan ini. Bisa saja mereka dipaksa ataupun dijebak.     

Tempat pelacuran ini seperti pemerkosaan yang dibenarkan dengan uang. Luca tidak menyukainya karena semua itu akan mengingatkannya pada Emilia.     

Bahkan, ia lebih memilih untuk mengurung dirinya berminggu-minggu ketika bulan baru daripada mengunjungi pelacuran untuk menenangkan dirinya. Ia merasa akan seperti si brengsek Arthur jika ia mengunjungi pelacuran.     

Tok! Tok!     

"Permisi."     

Suara seorang pria terdengar sebelum pintu geser terbuka. Sesosok pria jangkung berambut putih berlutut di depannya. Wajahnya yang indah membawa bayangan yang familiar tapi Luca dan Vasile tidak dapat mengingat siapa orang tersebut.     

Pria muda tersebut mengenakan pakaian berlapis enam dengan logo Tenkai-ya, sama seperti staff yang lainnya. Seulas senyum misterius menghiasi wajah berkulit sawo matangnya.     

"Mohon maaf karena Tuan Tanah sedang tidak berada di tempat. Pakaian-pakaian yang telah Anda bawa bisa Anda letakkan di sini dan para staff akan mengeceknya. Sambil menunggu para staff memastikan kesesuaian seluruh pesanan, tolong bawa tas kecil yang berwarna beda dan ikuti kami. Nona Domba Putih ingin langsung mencoba pakaian pesanannya."     

Tepat saat pria muda itu selesai berucap, para staff yang sepertinya dari tadi berdiri di belakang pria itu segera muncul dan membungkuk dalam sebelum memasuki ruangan untuk mulai mengecek pakaian-pakaian tersebut.     

Ketiganya mematung untuk beberapa saat, terkejut oleh nama Domba Putih yang tiba-tiba keluar dari mulut pria muda itu.     

Walaupun fokus mereka sempat teralihkan setelah mendengar bahwa mereka bisa bertemu sang Tuan Tanah, tujuan utama mereka datang ke sini adalah untuk menemui Domba Putih sesuai dengan rekomendasi Himijime.     

Sebelum sampai di Distrik, mereka telah berpikir keras bagaimana bisa menemui pelacur nomor satu Distrik itu tapi mereka masih tidak memiliki ide hingga sekarang. Tidak mereka sangka mereka akan memiliki kesempatan emas seperti ini.     

"Tuan-tuan?" panggil pria muda itu setelah tidak mendapatkan respons dari ketiganya.     

"Ah! ba—baik!"     

Vasile, Luca, dan Steve buru-buru berdiri. Tidak lupa mereka membawa tas paling kecil yang memiliki warna berbeda dari semua tas lainnya. Mereka segera berjalan mengikuti pria muda dari belakang.     

Keempatnya menyeberangi beberapa jembatan yang menyatukan satu bangunan dengan bangunan lainnya hingga mencapai bangunan termewah yang berada di bagian paling dalam lalu menaiki tangga menuju lantai paling atas.     

Di lantai-lantai sebelumnya, mereka akan menemukan lorong-lorong berisi pintu-pintu bermotif khusus. Ruangan-ruangan tersebut adalah ruangan pribadi setiap pelacur di Tenkai-ya. Setiap motif yang dipasang di depan pintu merupakan motif khusus yang merepresentasikan sang penghibur, sekaligus menandakan bahwa itu merupakan ruangan kepemilikan penghibur tersebut. Penghibur yang lebih tinggi kelasnya yang bertempat di lantai lebih atas akan memiliki ruangan yang lebih luas dan disekat menjadi beberapa ruangan untuk keperluan yang berbeda-beda.     

Sampai pada lantai paling atas, tepat setelah anak tangga terakhir, kain panjang tergantung dari langit-langit hingga ke lantai, dibordir dengan lambang domba yang indah.     

Melewati kain panjang itu, terdapat sebuah pintu dan ketika mereka membukanya, terdapat berbagai ruangan luas lagi di dalamnya. Seluruh ruangan itu adalah milik sang Domba Putih!     

Tidak heran bahwa wanita itu adalah nomor satu di Tenkai-ya. Fasilitas yang dimiliki Domba Putih berkali-kali lipat jauh lebih mewah dan luar biasa dibandingkan penghibur lainnya.     

Aroma dupa yang harum memenuhi tempat itu. Jika mereka mengamati seluruh sudut dengan seksama, mereka dapat menemukan berbagai tempat dupa berukir indah diletakkan di berbagai sudut ruangan, mengepulkan tali-tali asap putih. Seluruh tubuh ketiganya tiba-tiba memanas. Mereka langsung tersadar bahwa dupa-dupa itu memiliki afrodisiak ringan di dalamnya yang dapat membangkitkan gairah.     

Untungnya efeknya ringan sehingga mereka tidak akan kehilangan kendali diri hanya dengan menghirupnya. Namun, bagian bawah tubuh mereka tidak dipungkiri mulai memperlihatkan reaksi kecil.     

Pria muda di depan mereka berjalan menuju ruangan paling dalam yang didekorasi dengan bingkai merah menyala. Bunga-bunga hias berwarna pink kemerahan mengelilingi sekeliling pintu tersebut. Di tengah pintu kertas, terlukis ilustrasi seorang wanita bertanduk domba tanpa busana sedang melakukan hubungan intim dengan seorang pria, menandakan bahwa ruangan itu dikhususkan untuk layanan seks.     

Tanpa mengetuk, pria muda itu langsung membuka pintu lebar-lebar.     

Selain Steve, Luca dan Vasile refleks menutup mata dengan kedua tangan.     

'Apa yang dipikirkan pria ini?!'     

Sudah jelas kegunaan ruangan ini adalah untuk seks. Jika si Domba Putih ada di dalam sana berarti ia sedang melakukan hubungan tersebut!     

Bagaimana mungkin mereka bisa masuk tanpa ijin. Bahkan, membuka pintu begitu lebar. Mereka bisa menduga apa yang akan mereka lihat dari dalam ruangan itu dan tentunya keduanya tidak memiliki hobi untuk mengintip seseorang sedang melaksanakan hubungan intim.     

"Mama, aku sudah membawa mereka!"     

'Eh? Mama? Apa mereka tidak salah mendengar?'     

Orang yang memanggil mama itu memiliki suara yang sama dengan pria muda tadi. Steve bahkan mengernyit bingung. Ia seharusya tidak salah mengenali suara tersebut.     

Jika dipikir-pikir kembali, pria muda itu memiliki tanduk seperti domba juga.     

"Fufufu~ apa yang kalian lakukan berdiri di sana sambil menutup mata? Masuklah! Sangat disayangkan jika kalian tidak menikmati keindahan ini bukan?"     

Suara seorang wanita menyapa mereka. Suara itu mengayun naik turun dengan lugas, entah mengapa telinga mereka seperti sedang dijilat oleh suara itu dengan sangat-sangat ….     

Wajah ketiganya semakin memerah. Mereka tidak sanggup menggambarkan kemesuman otak mereka dengan kata-kata lagi.     

Takut-takut, Vasile dan Luca menurunkan tangan. Pada detik itu juga, mereka terkesiap.     

Mengkhianati bayangan mereka akan ruangan yang remang-remang dan wanita telanjang yang sedang dinaiki oleh pria-pria mesum, ruangan itu sangat terang, dihiasi oleh ribuan lentera yang indah di segala sudut.     

Sesosok wanita cantik berambut putih bersih, bertanduk domba, dan berkulit sawo matang yang mengkilat berbalutkan pakaian 6 lapis yang terbuka di bagian bahunya, memperlihatkan garis tulang selangka yang seksi. Wanita itu berbaring menyamping di atas kursi panjang malas. Satu tangannya memegang pipa rokok sementara yang lainnya menopang pipinya dengan malas.     

Sepasang mata merah gelapnya menyipit nakal pada ketiga tamunya seraya memanyunkan bibirnya, melayangkan sebuah ciuman.     

"Kalian membawa pakaian pesananku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.