This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kasus Pembunuhan Half-Beast (2)



Kasus Pembunuhan Half-Beast (2)

0"TIDA—mmph! Mmph!"     
0

Setelah ditarik paksa masuk ke dalam bangunan toko, pemilik toko mesum itu terus menyeret gadis incubus hingga ke lantai dua. Terdapat lorong panjang yang terdiri dari beberapa pintu kamar. Sepertinya, toko ini membuka kedai dan penginapan di malam harinya.     

Pemilik toko membuka salah satu pintu kamar dan melempar gadis itu ke atas tempat tidur.     

Hal selanjutnya yang terjadi sudah pasti bisa dibayangkan.     

Pria half-beast itu merobek paksa pakaian lusuh yang dikenakan gadis incubus. Kata nafsu tertulis jelas di wajahnya.     

Gadis itu panik. Wajahnya pucat pasi dan air mata mengalir jatuh oleh karena ketakutan besar. Ia berusaha meronta dan berteriak untuk meminta tolong tapi pemilik toko menutup mulut gadis incubus.     

Caranya mencegah gadis incubus meronta hingga mengundang kecurigaan dari luar sangatlah lihai. Setiap orang yang melihatnya akan tahu bahwa ini bukan pertama kalinya pemilik toko tersebut melakukan hal tak senonoh ini. Entah berapa banyak korban perempuan yang telah dimangsanya dan memikirkan ke mana mereka dan bagaimana nasib mereka sekarang, pandangan gadis incubus semakin kosong.     

'Tidak ada harapan … aku akan ….'     

Srek!     

"Si—siapa ka--!"     

Tersentak kaget oleh suatu bunyi, gadis incubus buru-buru membuka matanya hanya untuk melihat warna merah.     

Tiga buah pisau kecil menancap dalam di dada pemilik toko. Darah terciprat darinya dan tubuh kokoh itu segera jatuh terkulai lemas, tidak lagi memuat nyawa. Cairan merah gelap terus menyebar, mengotori seprai yang baru saja diganti oleh staff toko.     

Gadis incubus hampir memekik tapi buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangan. Siapa pun itu yang telah membunuh half-beast tersebut, pastinya orang itu berusaha menolong sang gadis. Jika ia berteriak sekarang, ia hanya akan membahayakan penyelamatnya.     

"Ganti pakaianmu dan ikut aku keluar," pinta suara seorang pria, tidak begitu dalam tapi juga tidak begitu ringan. Setiap katanya diucapkan dengan jernih dan terdengar merdu di telinga.     

Suara itu berasal dari arah belakang. Buru-buru, gadis itu menoleh dan mendapati sebuah sosok yang duduk di kusen jendela. Sosok itu tertutup mantel bertudung besar sehingga gadis itu tidak dapat melihat visualnya dengan jelas.     

Satu set pakaian baru berbahan kasar dan mantel lusuh terulur ke arahnya.     

"Cepat!" Pria itu memperingatkan, segera menyadarkan gadis itu.     

"Ba—baik!"     

*****     

"Kawan, apa kau melihat Lena?"     

Steve menusuk pelan lengan rekan kerjanya yang sedang sibuk mengangkut barang yang ingin dikirim majikan mereka.     

Rekan kerja yang terganggu itu terpaksa harus menghentikan pekerjaannya. Kotak yang ada di tangannya dijatuhkan dengan kasar. Steve menyadari bahwa rekan itu kesal karena gangguannya, lagipula pengiriman kali ini berjumlah besar jadi para budak harus bekerja cepat jika tidak ingin dihukum.     

"Mana kutahu keberadaan gadis lemah itu! Tanya yang lain!" ketusnya lalu memulai kembali pekerjaannya.     

Steve mengernyit dalam. Lena adalah budak baru yang dibeli majikan mereka, pemilik toko pakaian terbesar di area pasar itu, dua minggu yang lalu.     

Gadis itu agak kikuk dan kesulitan mengerjakan tugas barunya sehingga sering dimarahi dan dihukum majikan mereka. Untungnya majikan mereka adalah wanita jadi tidak ada hukuman yang mengarah ke seksual tapi Steve tetap kasihan padanya.     

Namun, Steve tidak bisa berbuat apa-apa.     

Majikan di toko ini sudah tergolong majikan yang baik karena wanita itu bahkan mau membeli Steve yang buta yang tentunya hanya akan melambatkan pekerjaan di toko.     

Steve tentunya tidak bermalas-malasan dan tentunya setelah bekerja hampir 6 tahun di toko ini, Steve sudah menghafal seluruh seluk beluk toko dan dapat bekerja dengan efektif. Akan tetapi, di awal masa ia bekerja di sini, ia seperti Lena, terus melakukan kesalahan dan mendapatkan hukuman dari sang majikan. Mungkin dari semua yang berada di dalam toko ini, tidak ada yang mendapatkan jumlah hukuman lebih banyak dari pada Steve.     

Steve akhirnya hanya bisa menemani gadis itu dan berusaha mengajarinya di saat-saat senggang. Steve merasa seperti memiliki seorang adik.     

Beberapa saat yang lalu, Lena dipanggil oleh salah satu pengawas yang bertugas mengawasi pekerjaan para budak, menggantikan majikan mereka. Namun, hingga sekarang, gadis itu belum kembali.     

'Ke mana perginya dia? Apa aku tanya pada pengawas saja?'     

Ketika ia sedang mempertimbangkan itu, seseorang menusuk lengannya.     

"?"     

Steve merasakan orang itu mendekat ke telinganya dan berbisik, "Jika kau mencari Lena, tadi pengawas Yu memanggilnya membeli sesuatu di toko yang belakangan ini 'terkenal' itu. Lebih baik kau mengeceknya ke sana karena kita semua tahu pengawas Yu sering menerima sogokan dan rumor pemilik toko 'terkenal' itu sangat buruk."     

Jantung Steve hampir copot. Ia lupa memberitahu Lena toko-toko yang harus gadis itu waspadai. Jika sampai Lena terjebak oleh tindakan busuk pemilik toko itu ….     

"Terima kasih. Aku akan segera menyusulnya." Steve buru-buru meminta ijin kepada pengawas yang sudah ia kenal dengan baik dan berlari keluar.     

Ketika ia membeloki pertigaan yang akan membawanya ke area toko yang disebut, ia tidak menyadari sosok yang juga bergerak dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan. Keduanya segera bertabrakan. Sosok itu bertubuh lebih kecil dan lebih lemah sehingga langsung terpental dan jatuh terduduk di tanah sementara Steve masih bisa mempertahankan posisi berdirinya.     

"Auw!"     

Keluhan seorang gadis tertangkap telinga Steve. Mata kosongnya terbelalak lebar.     

"Lena?!"     

"Ka—Kak Steve!" Menemui orang yang ia kenal, gadis incubus itu, Lena tidak lagi bisa membendung perasaannya.     

Gadis itu memeluk Steve erat dan menangis tersedu-sedu. "Huaa! Kak Steve, aku takut!" serunya di sela-sela tangisan.     

Steve tidak tahu apa yang terjadi tapi ia segera menghibur Lena.     

Di saat yang sama, dari arah tempat toko 'terkenal' itu berada, Steve dapat mendengar keributan. Ada yang mengatakan seperti 'pembunuhan' dan 'cari pelakunya'.     

Hati Steve mendingin. Firasat buruk memenuhinya.     

"Lena … kau tidak …."     

Lena masih menangis ketika mendengar pertanyaan yang penuh keraguan itu. "Eh?"     

Awalnya ia tidak paham apa yang dimaksud Steve tapi detik berikutnya, ia ikut mendengar teriakan dan keributan tersebut. Ia mematung di tempat.     

Steve tidak bisa melihat wajah Lena tapi ia yakin sekarang Lena berwajah pucat. Buru-buru, ia menarik Lena pergi sejauh mungkin dan berhenti di sebuah lorong buntu yang terkenal sepi. Kedua tangannya menggenggam bahu Lena dengan erat. "Apa yang telah kau lakukan? Kau membunuhnya?"     

Lena buru-buru menggeleng sebelum menyadari bahwa Steve tidak akan bisa menangkap pergerakannya. Ia segera membuka mulutnya, "Bu—bukan aku! itu …."     

*****     

Mihai tidak tahu telah duduk berapa lama tapi ia benar-benar duduk dengan patuh. Kedua kaki pendeknya berayun ke atas dan ke bawah dengan bosan.     

"Kakak lama sekali," gumamnya. Dari balik tudung, telinga rubahnya terkulai lemas.     

"Cepat cari pelakunya!"     

"Kalian ke sana!"     

"Jangan biarkan pelaku itu kabur!"     

Keributan tiba-tiba meledak. Mihai menoleh menuju sumber keributan dan mendapati toko yang pemiliknya membuli gadis incubus tadi. Segerombolan petugas berlari keluar masuk dari toko itu dan ada yang membawa sebuah tandu berisi sebuah sosok yang terlentang kaku. Mihai hanya bisa melihat pakaian sosok itu yang familiar.     

Itu seharusnya yang dipakai pemilik toko kasar itu tadi.     

Namun, ada yang berbeda. Pakaian itu berwarna kuning terang tapi sekarang, ada bagian dari pakaian itu yang memiliki bercak merah.     

Melihat kondisi pemilik toko, memori masa lalu mengenai Emilia kembali terputar.     

Mihai tidak mengetahuinya dengan jelas tapi samar-samar, Mihai paham bahwa ada yang kehilangan nyawa.     

"Ini sudah ke berapa kali?"     

"Menakutkan."     

Beberapa half-beast wanita melewati Mihai. Telinga tajamnya berhasil menangkap percakapan mereka yang penuh kekhawatiran.     

"Ini sudah yang kelima kalinya 'Pemburu Half-Beast' itu beraksi."     

"Dari yang aku lihat, dia selalu menargetkan mereka yang memperlakukan budak-budak itu dengan kasar."     

"Sudah pasti pelakunya incubus!"     

"Dasar makhluk rendahan! Apa salahnya cara kita memperlakukan para budak itu? Kita bahkan sudah memberikan mereka tempat tinggal dan makanan. Mereka seharusnya bersyukur dan menerima dengan lapang dada! Lagipula, siapa mereka hingga membutuhkan perlakuan yang setara."     

Semakin Mihai mendengar, Mihai semakin tidak paham arah pembicaraan mereka. Ia cukup paham apa itu half-beast dan incubus tapi ia tidak tahu apa itu budak.     

"Mihai."     

"!!"     

Saking seriusnya ia mendengar, Mihai tidak menyadari Luca yang telah kembali. Luca menggendong Mihai lalu segera berjalan pergi.     

"Ayo kita pulang."     

"Ok." Mihai mengangguk patuh.     

Sebenarnya, ia ingin bertanya ke mana Luca pergi tapi Luca terlihat tidak ingin membicarakan apa-apa.     

Samar-samar, Mihai bisa mencium bau amis menguar dari Luca. Sumber bau tersebut yang paling kuat adalah dari tangan Luca.     

'Ini … bau darah ….'     

Mihai menyadari apa yang telah terjadi tapi ia hanya tersenyum dan mulai menyerukan keingintahuannya pada benda-benda di sekitarnya lagi.     

Melihat itu, ekspresi wajah Luca berangsur-angsur melembut. Suasana hatinya menjadi ringan dan ia mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan Mihai hingga mencapai rumah kecil mereka ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.