This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Cinta Pertama



Cinta Pertama

0Pertama kali Mihai dapat melihat, sebuah sosok samar-samar memasuki pandangannya. Satu hal yang paling melekat di memorinya adalah warna putih. Sosok itu terbalut oleh banyak hal yang berwarna putih dan sangat hangat.     
0

Kedua kali Mihai melihat, ia menemukan sebuah wajah yang menarik tapi dipenuhi kesuraman dan kesedihan. Secara insting ia langsung tahu bahwa ia menyukai pemilik wajah itu dan ingin selalu bersamanya.     

Akan tetapi, pemilik wajah itu memiliki seseorang yang berharga baginya dan sepertinya sedang sedih karena masalah orang berharganya itu.     

Mihai tidak suka melihatnya terus bersedih jadi ketika pemilik wajah itu mendekatinya, ia, dengan gerakan yang kaku dan tidak terorganisir, berusaha mendorong sudut bibir orang tersebut hingga terangkat. Mihai ingin pria itu bisa terus tersenyum saja.     

Sebaliknya, pria itu malah tiba-tiba menangis. Mihai jadi ikut sedih dan menangis juga. Hatinya sakit karena telah menyakiti pria itu. Namun, di luar dugaannya, sejak kejadian itu, pria tersebut tidak lagi bersikap dingin kepadanya. Mihai menjadi senang dan semakin menyukai pria tersebut.     

Ingatan Mihai menjadi samar kembali. Ingatan yang tertinggal selanjutnya adalah api. Kobaran api yang besar.     

Suhunya sangat panas tapi Mihai tidak mengkhawatirkannya.     

Ia mengkhawatirkan pria itu.     

Orang yang berharga bagi pria itu tiba-tiba tidak lagi bergerak, diselimuti cairan merah yang tidak Mihai ketahui namanya. Wajah pria itu menjadi menyeramkan dan tiba-tiba api keluar darinya dan membakar seluruh area tempat mereka berada.     

Mihai terus memanggilnya tapi sepertinya pria itu tidak bisa mendengarnya.     

Pria itu berjalan pergi, meninggalkan Mihai di tengah kobaran api yang terus menyebar.     

"Aa … aaa …."     

Tubuh orang yang berharga bagi pria itu telah dilahap oleh api merah tapi tubuh itu tetap tidak bergerak. Mihai samar-samar menyadari bahwa orang berharga itu telah pergi, itulah mengapa pria itu terlihat sangat sedih.     

Mihai cemas. Ia ingin menghibur pria itu seperti biasanya tapi sosok pria itu tidak lagi terlihat.     

Api terus berkobar, menyebar semakin luas dan semakin ganas. Anehnya, api itu tidak menjalar ke tempat Mihai tergeletak.     

*****     

Di saat yang bersamaan, penduduk di Kota Hanju berlarian penuh ketakutan.     

Area kiri Bukit Luito terbakar seluruhnya tapi anehnya, api tidak menyebar menuju area kanan sama sekali. Tidak hanya bukit itu, kediaman terbesar yang berdiri di pusat kota milik klan rubah juga dilahap api.     

Kediaman klan rubah sangatlah luas dan api begitu besar hingga penduduk yang tinggal di sekitarnya segera mengungsi.     

Angin yang kencang hari itu memperparah kobaran api dalam hitungan detik tapi anehnya juga api itu tidak menyebar ke area kediaman lain, seperti api itu sengaja muncul hanya untuk menyerang klan rubah.     

Dari dalam kediaman, teriakan histeris saling saut menyaut membuat orang-orang yang menonton di sekitar merinding.     

Namun, tidak ada yang berani mendekat apalagi berusaha menyelamatkan penghuni di dalam kediaman. Bukan berarti mereka tidak punya hati. Hanya saja, beberapa saat yang lalu, ada yang berusaha membantu dan ingin mendobrak pintu masuk kompleks kediaman tapi hanya menyentuh pintu masuk itu saja membuat seluruh tubuh penolong itu dilahap api. Yang lain terlalu takut untuk bertindak gegabah lagi setelah itu.     

Tidak ada yang tahu berapa lama waktu berlalu.     

Ketika kobaran api mulai padam, kediaman klan rubah telah terbakar habis, menyisakan tiang-tiang pondasi yang hitam legam. Salju di sekitarnya hampir berubah hitam karena tercampur oleh abu-abu sisa pembakaran ….     

*****     

Api amarah menggerogoti hati Luca.     

Samar-samar ia bisa mendengar teriakan tapi ia terlalu marah untuk benar-benar menyadari apa yang terjadi.     

Ketika ia benar-benar tersadar, ia telah berdiri di tengah puing-puing kediaman klan rubah. Di sekitarnya tergeletak ribuan mayat gosong, semuanya merupakan anggota klan rubah yang tinggal di kediaman tersebut – dari penjaga hingga petinggi.     

Seluruh area kompleks kediaman itu telah runtuh. Yang tidak terbakar hanyalah area kediaman para budak yang tinggali kaum incubus.     

'Apa yang terjadi? Mengapa aku ada di sini?'     

Luca linglung. Ia tidak tahu mengapa ia berdiri di tengah mayat gosong dan mengapa tempat ini terbakar.     

Ingatannya terputus ketika ia masih berada di bukit … menyaksikan kematian gadis tercintanya ….     

"Emilia!"     

Teringat akan gadis itu, Luca langsung mengabaikan seluruh tanda tanya di kepalanya. Ia berlari menyusuri jalanan Kota Hanju yang entah mengapa sangat sepi, padahal biasanya walaupun matahari sudah lelah dan pergi berisitrahat pun, para penduduk masih memiliki banyak energi untuk bermain dan berpesta. Tidak Luca ketahui bahwa semua penduduk terlalu ketakutan untuk menetap di kota dan mengungsi di suatu tempat yang lebih jauh.     

Luca juga tidak peduli. Ia hanya terus fokus berlari dan berlari. Jantungnya hampir meloncat keluar dari mulutnya ketika ia melihat sisi kiri Bukit Luito yang hitam legam, gersang dan kering. Asap masih mengepul dari tempat itu.     

Buru-buru, ia berlari menaiki bukit dan memasuki area terbakar, menuju rumah reyot yang ia tinggali dalam satu bulan ini.     

"Emilia! Emilia!"     

"Aa! Aaaaa!" Teriakan bayi tiba-tiba terdengar.     

Jantung Luca berdegup semakin kencang. Ia mempercepat larinya, menguak pepohonan di sekelilingnya yang ranting-rantingnya langsung patah karena terlalu rapuh.     

"Emilia!"     

Ia berhasil mencapai rumah reyot. Rumah itu berada dalam keadaan yang sama dengan kediaman klan rubah, hanya tersisa puing-puing. Pandangannya tersebar ke seluruh area itu dan berhenti pada sebuah sosok yang hitam legam.     

Jantungnya berhenti berdetak. Matanya terbelalak hingga hampir keluar dari soketnya.     

'Tidak!' Hatinya menjerit.     

'TIDAK! TIDAK!'     

Ia tidak ingin menerima kenyataan ini.     

Kakinya langsung berlari membawanya mendekati sosok hitam legam itu. Tangannya bergemetar hebat, terulur pada tubuh kaku di hadapannya.     

Air mata tak sanggup lagi ia bendung.     

Ia menarik tubuh kaku itu, memasukkannya ke dalam pelukannya. "EMILIA!!!"     

Ia menangis meraung tanpa henti.     

"Tidak! Jangan pergi! Siapa saja tolong jangan ambil dia dariku!!"     

Luca tidak bisa menerima ini. Mengapa mereka harus mengalami semua penderitaan ini? Apa kesalahan mereka?     

Emilia telah pergi ….     

Lalu ia harus bagaimana?     

"… a … aaa …."     

Samar-samar, seruan seorang bayi memasuki telinga Luca yang linglung. Ia begitu emosional hingga kesadarannya hampir hilang.     

'Bayi? … mixed blood itu ….'     

Sebuah ide terlintas di dalam benaknya ….     

Bahwa bayi itu telah membunuh Emilia! Ia dan bayi itu telah membunuh gadis ini!     

Jika Luca tidak bersikeras mempertahankan bayi ini, Emilia tidak akan merenggut nyawanya sendiri. Luca telah memilih jalan yang salah!     

'Aku akan membunuhnya dan setelah itu aku akan membunuh diriku!'     

Hanya cara itu yang bisa Luca pikirkan untuk menebus rasa bersalahnya ini. Lagi pula, ia tidak tahu lagi cara hidup di dunia ini tanpa Emilia.     

Luca berdiri dari posisinya, menyeret kakinya menuju tempat bayi itu berada.     

Bayi itu tergeletak tidak jauh dari mereka, terbungkus di dalam kain tebal. Kain itu penuh noda hitam tapi bayi itu sendiri tidak memiliki luka yang fatal. Hanya sedikit lecet dan Luca yakin itu bukan luka yang terbentuk karena kobaran api.     

Luca tertawa miris. 'Mengapa Emilia terlahap api hingga gosong tapi kau yang berada tidak jauh darinya tidak terluka?'     

Semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa semua ini tidak adil.     

Dibandingkan Emilia, bayi ini lebih pantas mati! Bayi hina yang terlahir di antara dua kaum … bayi yang membuat Emilia menderita … bayi yang tidak diinginkan ….     

Kebencian terpancar pekat di mata Luca. Gigi-giginya bergemertak keras.     

Kedua tangannya segera menyerbu leher bayi itu dan mencekiknya. "Mati! Mati!" serunya terus menerus.     

Sudut matanya memerah dan saraf-saraf terlihat jelas. Cekikannya semakin erat hingga wajah bayi itu mulai membiru.     

"A … a … …."     

Bayi itu terus berusaha mengulurkan kedua lengan pendeknya dengan susah payah, seperti ingin meronta bebas dari Luca tapi ia terlalu mungil untuk melawan kekuatan Luca.     

"Mati! Mati!" Luca masih terus menyerukan kata itu. Pandangan matanya semakin menggila.     

"Aa … …."     

Tangan mungil itu tiba-tiba meremas lengan pakaian Luca yang memiliki bercak darah. Itu bukanlah darah Luca melainkan milik Emilia tapi bayi itu tidak tahu.     

"Aa …."     

Air mata jatuh membasahi wajah mungil bayi itu yang menyiratkan kecemasan. Di tengah kesesakan, bayi itu masih dengan susah payah menggenggam lengan pakaian Luca, menatapnya dengan penuh kekhawatiran.     

"Aa … aaa …." Bayi itu berusaha mengucapkan sesuatu tapi langsung terbatuk-batuk.     

Luca tidak bisa mempercayai apa yang telah ia lihat.     

'Aku … apa yang telah aku lakukan?'     

Ia mencekik bayi yang bahkan baru berumur satu bulan tanpa ampun, terus menyuruhnya mati tapi bayi ini masih mengkhawatirkannya, menangis hanya karena mengira dirinya terluka.     

"Mengapa …?"     

Air mata Luca mengalir semakin deras. Cekikannya mengendur seketika.     

"Mengapa kau begitu …."     

"Aa! Ohok ohok!"     

Luca mengangkat bayi itu ke dalam pelukannya, mengelus punggungnya pelan ….     

Bayi itu buru-buru menghapus air mata Luca dengan kedua tangan mungilnya tanpa menghiraukan dirinya sendiri yang masih terus terbatuk-batuk.     

Hati Luca semakin tersayat-sayat, sakit tanpa ampun.     

'Mengapa kau begitu baik? Aku jadi tidak sanggup membunuhmu ….'     

Ia terpaksa harus membawa rasa bersalahnya terhadap gadis itu seumur hidupnya dan terus memilih pilihan yang salah ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.