This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Jantung yang Berhenti



Jantung yang Berhenti

1"LUCA!"     
0

Mihai berteriak hingga tenggorokannya sakit. Kedua kakinya ingin berlari menuju suaminya. Kedua tangannya ingin menarik pasangan hidupnya dan melindunginya dari pedang besi itu. Namun, tubuhnya tidak bergerak sesuai perintah.     

Ia tidak bisa merasakan tubuhnya sama sekali. Pandangan matanya mulai memburam.     

"Da! Da!"     

Teriakan Liviu adalah hal terakhir yang bisa Mihai ingat sebelum seluruhnya menjadi gelap.     

*****     

Jantung Luca berhenti berdetak tapi ia masih dapat melihat apa yang terjadi di sekelilingnya.     

Semua orang yang tadinya sedang menikmati acara pernikahan yang meriah sekarang dipaksa tengkurap di atas tanah oleh kekuatan misterius.     

"Tuan!"     

"Mihai!"     

Mereka berusaha bangun tapi tekanan itu terlalu kuat hingga untuk menggerakkan jari saja hampir membuat mereka kehilangan kesadaran.     

Liviu dengan tubuh mungilnya tidak dapat menahan tekanan yang begitu besar. Dalam hitungan detik, bayi itu sudah kehilangan kesadaran secara keseluruhan.     

Di sampingnya, tubuh Mihai mulai mendingin dan kaku.     

"Mi … ha …." Luca ingin segera menuju tempat Mihai berada, merangkulnya, dan menyembuhkannya tapi ia sendiri tidak dapat merasakan tubuhnya.     

Dirinya seharusnya abadi dan hampir tak terkalahkan tapi pedang yang menusuknya sekarang terbuat dari besi murni yang merupakan kelemahan seluruh kaum incubus. Dan pedang sialan itu menembus jantungnya.     

Tubuhnya tidak mampu beregenerasi dan ia dalam keadaan mati sekarang. Otaknya juga lumpuh dan sarafnya tidak dapat membawa sinyal apapun.     

Hanya kesadarannya saja yang ada di sana tapi ia tidak bisa bergerak layaknya orang mati.     

'Sial! Mihai!'     

Oleh karena tanda janji, mereka berbagi nyawa. Jika Luca bahkan merasakan kematian, Mihai sudah … Luca tidak ingin mengucapkan kata-kata itu.     

Di saat yang sama, potongan-potongan memori yang buram memenuhi benaknya, mengganggu fokusnya. Ia tidak tahu potongan apa itu yang ia lihat. Semuanya terlalu banyak dan kacau sehingga hanya memberinya sakit kepala.     

Bunyi langkah kaki yang bergesekan dengan rumput di tanah tertangkap telinganya. Sepasang kaki yang tidak terbalut sepatu terpampang di depan matanya.     

"Tusuk lagi!"     

Suara seorang wanita samar-samar terdengar. Luca tidak dapat menentukan apakah wanita itu ada di dekat atau jauh. Ada sihir yang menyamarkan suara tersebut sehingga jarak wanita itu pun menjadi tidak pasti.     

"AGH!"     

Mengikuti perintah itu, sosok di hadapannya kembali menusuk Luca di dada ….     

*****     

Detik ia melihat sosok yang menusuk Luca, dunia di sekelilingnya kehilangan warna. Seluruhnya hampa dan suara di sekelilingnya terdistorsi.     

Kedua matanya terbelalak lebar. Pandangannya memburam oleh cairan bening yang membendung di sekitar pelupuknya.     

Sebuah ingatan terputar kembali di benaknya ….     

Saat itu adalah 30 menit sebelum pesta pernikahan dimulai. Vasile kembali ke kediaman untuk mengambil barang yang kurang ketika ia menemukan burung merpati yang ia kirimkan ke kediaman David telah kembali.     

Namun, anehnya, ketika ia mengecek kaki burung itu, suratnya masih ada di sana, terikat dengan cara yang sama persis seperti tidak ada yang menyentuhnya hingga sekarang.     

Vasile menjadi khawatir. 'Mengapa Toma tidak menerima surat ini? Apa terjadi sesuatu?'     

Firasat buruk memenuhinya. Akan tetapi, Vasile memutuskan untuk tidak begitu cemas dan berusaha optimis. Lagipula, setelah acara, ia akan pergi menjemput Toma. Saat itu, ia bisa menanyakan Toma alasan mengapa suratnya tidak diterima.     

Begitulah yang ia pikirkan saat itu ….     

Tapi sekarang ….     

Sosok Toma berdiri di depan sang tuan, tidak henti-hentinya menusukkan bilah pedang dan pisau besi pada Luca. Setiap tusukannya lebih dalam dari yang lainnya, menerbangkan cipratan darah ke berbagai arah.     

Luca bahkan kesulitan mempertahankan kesadarannya lagi.     

"Tu … an!"     

Ecatarina di samping Vasile menatap Toma dengan penuh kebencian. Ia mengeratkan rahangnya, berusaha keluar dari sihir aneh yang menekannya. Namun, semakin banyak ia meronta, semakin kuat tekanan sihir itu.     

"Si—al!" Bahkan untuk berbicara saja, ia sudah sangat kesulitan.     

Para pelayan yang lainnya juga dalam keadaan yang sama. Para Keluarga Asaka pun tidak dapat melakukan apa-apa. Ioan sudah berusaha menggunakan apinya untuk menetralkan sihir ini tapi apinya juga berhasil ditekan. Ia tidak cukup kuat untuk membuat api yang dapat melahap seluruh kekuatan besar ini.     

Mereka dipaksa untuk menonton tuan mereka disiksa tanpa bisa mengatakan apa pun!     

"Ti … dak …." Air mata Vasile telah jatuh membasahi wajahnya tanpa henti. Sudut bibirnya berdarah akibat digigit terlalu kuat.     

'Tidak! Berhenti! Mengapa jadi seperti ini?'     

Ia yang telah mempertahankan Toma dan ia sangat yakin Toma akan berubah pikiran. Tidak, ia sudah merasa Toma pasti berubah dan bukankah cara Toma berperilaku terhadapnya belakangan ini juga menggambarkan hal yang sama?     

Apakah ia salah?     

'Ya! Ini semua kesalahanku!'     

Jika ia tidak membawanya masuk ke kediaman hanya karena perasaannya ….     

"TOMA HENTIKAN!!!"     

*****     

"Tusuk!"     

"Tusuk!"     

"Tusuk lagi! Hahahaha!"     

Suara wanita itu semakin sadis. Ia menggila! Setiap perintahnya membuat penyerangnya mengayunkan pedang atau pisau kepada Luca.     

Pandangan Luca sudah kabur seluruhnya tapi telinganya masih tajam dan menangkap seluruh ucapan wanita itu.     

Sepertinya Vasile dan yang lainnya tidak dapat mendengar suara wanita itu dan Luca tidak tahu mengapa ia bisa mendengarnya dengan sangat jelas.     

"TOMA HENTIKAN!!!"     

'Paman? Ah … dia menangis ….' Luca akhirnya menyadari identitas penyerangnya itu.     

Shikida Toma berdiri di hadapannya, sudah siap menusukkan pedang selanjutnya ketika pergerakannya berhenti.     

"Ada apa?! Tusuk! Tidak perlu mendengarnya!" Wanita itu kembali memberikan perintah tapi tusukan selanjutnya tidak kunjung Luca dapatkan.     

Luca tidak dapat menggerakkan tubuhnya jadi ia tidak bisa memastikan apa yang sedang terjadi pada Toma.     

"Ti … dak ….." Suara Toma terdengar dari atas kepala Luca. "Ti … dak mau … maaf … aku …."     

Kaki Toma melangkah mundur dua langkah sebelum berhenti. Salah satu kakinya berusaha bergerak tapi kekuatan yang tak kasat mata menghentikan pergerakannya.     

"Hah … tidak berguna! TUSUK DIA SEKARANG!" Perintah wanita itu semakin kuat.     

Kaki Toma mulai melangkah maju lagi.     

"Ti … dak! Tidak ma—"     

Tidak ada ucapan yang terdengar dari mulut Toma lagi. Sebagai gantinya, tusukan selanjutnya kembali menembus tubuh Luca.     

"AGHHH!"     

Luca tidak tahu berapa banyak bilah pisau yang melubangi tubuhnya. Pandangannya sudah gelap seluruhnya dan benaknya semakin kacau oleh potongan-potongan memori yang aneh.     

'Luca ….'     

"?!"     

Pandangan Luca menjadi gelap seluruhnya. Tidak … bukan karena ia pingsan tapi ia ditarik paksa menuju alam bawah sadarnya.     

'Luca ….'     

Panggilan itu terus terdengar. Suara itu sangatlah familiar dan Luca tahu itu siapa tapi ia tidak dapat mengeluarkan namanya.     

'Luca ….'     

Luca celingak celinguk. Bunyi hembusan angin tidak lagi terdengar di dalam alam bawah sadarnya tapi tempat itu masih hitam seperti terakhir kali ia memasukinya.     

'Lantainya pun ….'     

'Luca ….'     

Mata merahnya terbelalak. Lantai alam bawah sadarnya selalu merupakan cermin yang memantulkan bayangannya tapi kali ini ….     

Sosok seorang half-beast berada di sana. Ia memiliki tanduk berwarna hitam, rambut panjang putih, sepasang telinga rubah putih. Satu biji matanya berwarna emas sementara yang lainnya berwarna merah gelap. Dari tangannya yang terulur ke arah Luca hingga ujung kakinya terbungkus pakaian tradisional kaum half-beast yang memiliki lengan lebar berwarna putih bersih. Dari tulang ekornya terdapat dua buah ekor putih.     

Spesiesnya berbeda tapi Luca tahu ….     

"Mihai."     

"Luca."     

Cahaya putih membutakan pandangannya. Potongan-potongan memori yang awalnya buram bagaikan diberikan mosaic menjadi sejernih aliran sungai ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.