This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku Serius



Aku Serius

0Matahari terbit dari timur, menyapa para penduduk Kota Rumbell. Terlepas dari kaum manapun, mereka bangun dari tempat tidur, menyapa kembali matahari yang tersenyum lebar di atas langit, lalu kembali beraktivitas seperti hari-hari lainnya.     
0

Ketika matahari besinar tepat di atas kepala, jalanan kota pun menjadi semakin ramai.     

Tidak peduli betapa panasnya cuaca saat itu, orang-orang berlalu lalang ke sana kemari. Ada yang berjalan santai dengan teman-temannya. Ada juga yang mengenakan pakaian formal dan rapi, bergerak begitu cepat sambil menatap jam tangan di pergelangan tangan.     

Di antara mereka, terdapat Viorel dan Cezar yang sedang berjalan menuju sebuah lapangan terbuka.     

Mihai, Luca, Ioan, dan Steve juga berada di kota tapi karena kepentingan Viorel dan Cezar harus dirahasiakan, mereka berpisah dari keempatnya setelah mengelilingi kota untuk beberapa menit.     

Ioan ingin ikut bersama mereka karena Steve sangat menyebalkan, tapi akhirnya berhasil dibujuk ketiga saudara Asaka untuk mengurungkan niatnya.     

Mereka tahu Ioan hanya tsundere saja. Walaupun Steve membuatnya sebal karena terus menempel padanya seperti lem, mereka tahu Ioan tidak begitu keberatan.     

Mereka juga tahu Ioan ingin berkencan dengan Steve walaupun ia terlalu gengsi untuk mengucapkannya.     

Jadi, setelah usaha yang tidak sulit, Ioan akhirnya menyetujui 'dengan enggan' untuk jalan-jalan bersama Steve.     

Mihai sebenarnya ingin ikut dengan Cezar dan Viorel juga tapi ini adalah waktu jalan-jalan yang langka. Lebih baik Mihai menggunakan kesempatan ini untuk berkencan dengan Luca.     

Ecatarina dan Vasile juga ikut dan mereka yang ditugaskan menjaga Horia untuk sementara waktu.     

"Kau yakin tempatnya di sini?" tanya Cezar memastikan kembali.     

Ia mengamati sekelilingnya.     

Mereka telah sampai di area lapangan terbuka yang cukup ramai, dipenuhi terutama oleh anak kecil yang bermain dengan riang. Keduanya berjalan menuju sebuah area terpencil yang dikelilingi pohon berkanopi lebat.     

Viorel mengangguk yakin. Ini adalah tempat yang dikunjungi Viorel dan Silver kemarin jadi tidak mungkin ia salah.     

"Kalau begitu, aku sembunyi dulu."     

Alis Viorel terajut dalam. "Sembunyi untuk apa?"     

"Siapa tahu Tuan Silver ingin mengucapkan sesuatu yang membutuhkan privasi denganmu jadi lebih baik aku sembunyi."     

"Ha? Apa yang kau pikirkan sih? Dia mau bicara sesuatu yang privasi pun, aku yang tidak mau dengar." Viorel mendengus seraya melipat kedua tangannya di depan dada.     

Meskipun begitu, Cezar tetap tidak mengubah pikirannya. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan." Setelah mengucapkan itu, Cezar benar-benar menghilang di balik semak-semak lebat.     

Viorel menghela napas panjang. Tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil celingak-celinguk mencari sosok Silver. Ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12 siang, tepat jam janjian mereka.     

Meskipun begitu, setelah lewat 5 menit pun, batang hidung pria itu belum terlihat sama sekali.     

Viorel menghentak-hentakkan kakinya. "Lama sekali!" Ia tidak pernah menyukai orang yang tidak dapat tepat waktu     

.     

*****     

"Oh ayolah! Cepat pergi temui dia! Kau lihat, dia sepertinya sudah marah karena menunggumu terlalu lama." Adrian berusaha mendorong Silver menuju tempat Viorel berada.     

Keduanya berdiri tidak jauh dari area terpencil itu, tersembunyi di balik batang pohon yang besar.     

Silver menggeleng kuat. Pijakan kakinya ia eratkan di atas tanah dan kedua tangannya meremas-remas sudut pakaiannya. Jika ini adalah komik, kedua matanya sudah berubah bentuk menjadi X besar.     

"Jangan menciut sekarang! Kau ingin mengembalikan barangnya dan menjelaskan masalah kemarin bukan? Ayo!" Adrian menampar punggung Silver sekuat tenaga, berusaha memberinya semangat.     

Silver masih ragu. Padahal selama perjalanan ke sini, ia telah menyiapkan semua ucapan yang ingin ia katakan kepada Viorel tapi ketika melihat wajah manis pria mungil itu, otak Silver menjadi kosong dalam sekejap. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa dan akhirnya menjadi cemas.     

"A—aku …."     

"Kau pasti bisa!" Adrian mengepalkan tangannya membentuk 'yes!' dengan penuh semangat.     

Jika tidak ada sahabatnya ini, mungkin Silver sudah berlari pulang layaknya seorang pecundang. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya bebarapa kali, Silver akhirnya mengangguk sembari mengepalkan tangannya membentuk 'yes!' juga.     

Adrian menepuk bahu Silver singkat. Senyum bangga tersungging di wajahnya. "Semangat!"     

"Ya!"     

Silver menegakkan tubuhnya seraya melangkah besar mendekati Viorel. Semakin dekat jarak mereka, keberanian Silver kembali menciut. Namun, ia tetap menguatkan dirinya hingga tanpa sadar ia menahan napas.     

Di sisi lain, Viorel sudah ingin memaki lagi ketika sosok Silver tertangkap pandangannya.     

"Terlambat sekali! Kau tidak bisa baca jam?!" bentaknya, melampiaskan seluruh kekesalan yang telah terkumpul di dada.     

"Ma—maaf, aku …."     

Kepala Silver tertunduk dalam. Ia telah membuat pria kesayangannya marah. 'Ugh ….'     

"Terserah, aku tidak datang untuk mempermasalahkan hal seperti itu." Viorel tidak ingin memanjangkan masalah yang tidak penting jadi ia segera berpindah ke topik utama.     

"Terima kasih sudah … ehem!" Viorel memalingkan wajahnya, gengsi menatap wajah Silver. "…menyimpan barang belanjaanku. Aku akan mengambilnya kembali."     

Silver mengangguk lemah, masih lesu setelah dimarahi. Tangannya merogoh saku celana lalu menyerahkan sebuah kalung dengan liontin bulat sederhana.     

Kernyitan di dahi Viorel menjadi semakin dalam. "Apa ini?"     

'Aku seharusnya mengatakannya dengan jelas, barang belanjaanku! Mengapa yang muncul dari kalung? Apa dia belum menyerah tentang masalah kemarin?!'     

Viorel sudah hampir mengamuk ketika Silver buru-buru menjelaskan, "I—ini adalah alat ruang penyimpanan. Semua barangmu ada di dalam. Cara mengambilnya …." Silver mendemonstrasikan cara penggunaan benda itu.     

"Oh … begitu." Semburat merah menghiasi kedua pipi Viorel. Ia benar-benar telah salah paham. Untung saja ia belum mengamuk jika tidak ia benar-benar akan memakan malu.     

"Terima kasih. Kalau begitu aku pergi," ujar Viorel lagi bersiap untuk berbalik dan berjalan pergi.     

Silver buru-buru menarik lengannya, menghentikan langkahnya.     

"Tu—tunggu sebentar! Aku ingin membicarakan mengenai kemarin …."     

Mendengar kata 'kemarin' membuat suasana hati Viorel seketika kembali memburuk. Aura membunuh menguar dari tubuhnya dan menusuk Silver hingga ke tulang.     

Silver menelan ludahnya dengan susah payah. Ia menguatkan hatinya sembari menarik lengan Viorel lebih kuat lagi hingga keduanya kembali berhadap-hadapan. Silver meletakkan kedua tangannya pada bahu Viorel.     

"Lepas." Viorel menghempaskan tangan Silver tapi pria itu bersikeras mencengkeram bahu Viorel, tidak mau menyerah.     

Sepasang mata merah tuanya menatap lurus pada Viorel, penuh dengan keseriusan. "Aku … aku tidak tahu kau masih membenci yang namanya percintaan karena kau membuat novel tentang percintaan. Jika aku tahu, aku tidak akan segegabah itu! Tapi, pernyataan cintaku itu, itu tulus dari lubuk hatiku yang terdalam. Aku tidak bermaksud mempermainkanmu!" Silver mengucapkan semuanya dengan satu hembusan napas.     

Viorel terbelalak lebar. Mulutnya terbuka tapi tidak ada kata-kata yang muncul darinya.     

Semilir angin lembut memainkan dedaunan, menghasilkan bunyi gemerisik dari segala arah, seperti sedang saling saut menyaut. Angin itu menerpa wajah Silver yang panas dan hangat, membantunya menstabilkan napasnya yang terengah-engah.     

"Kenapa …." Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Viorel mampu mengucapkan satu kata.     

"Ya?"     

"Kenapa kau tahu aku membenci percintaan?"     

Silver mengerjap-ngerjap bingung. "Karena kau sangat marah saat aku menyatakan perasaanku."     

"Bukan itu!" Viorel menggeleng kuat. "Dari cara kau berbicara, kau terlihat sudah tahu aku tidak menyukai mengenai percintaan sebelum kau menyatakan perasaanmu. Lalu bagaimana kau bisa tahu aku penulis novel? Nama penaku berbeda dengan nama asliku!" Matanya menyipit tajam, mengamati Silver dengan penuh kecurigaan.     

"Itu karena aku mengenalmu sebelumnya. Kau yang memperkenalkan dirimu sebagai Forsythia kepadaku saat itu." Silver menjadi semakin bingung. Bukankah jelas? Ia memang menyamar menjadi half-beast saat itu tapi wajahnya tidak berubah. Atau jangan-jangan ….     

Viorel mengerjap beberapa kali, jelas sekali terlihat sangat bingung. "Sejak kapan? Aku hanya memperkenalkan nama itu kepada satu orang dan …." Ucapannya tercekat di tenggorokan.     

'Tunggu … jangan-jangan … tidak, itu tidak mungkin! Dia kan ….'     

"Kau anjing besar itu?!"     

"Aku Haiiro!"     

Keduanya berseru bersamaan.     

"Bo—bohong!" Viorel masih tidak bisa percaya.     

"Aku tidak bohong! Aku kira kau menyadariku selama ini lagipula wajahku tidak berubah!"     

Jadi Viorel bahkan tidak menyadari identitasnya?! Silver telah salah paham.     

"Mana mungkin aku ingat! Aku jarang menatap wajahmu jadi aku cuma ingat kau adalah anjing besar," protes Viorel.     

Otaknya seperti kapal pecah sekarang.     

Sebenarnya Viorel pernah merasakan kefamiliaran antara gelagat Silver dan anjing besar tapi tidak mungkin ia benar-benar curiga keduanya orang yang sama, bukan? Lagipula, Haiiro adalah half-beast.     

'Ah! karena dia ternyata bukan half-beast makanya aku tidak bisa menemukannya sampai sekarang?!'     

Kepala Viorel terus berputar dan berputar hingga pada akhirnya, ia hanya bisa berseru, "Mengapa kau menyamar segala sih?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.