This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Mengganggu Ketenangan Sang Suami



Mengganggu Ketenangan Sang Suami

0"Hehehehehe…." Mihai berdiri di sebuah cabang pohon yang kokoh sambil berkacak pinggang. Iris kuning kehijauannya menatap lurus pada sebuah beranda lantai dua kediaman yang berjarak beberapa meter, tepat di seberang tempat ia berdiri. Pintu dan jendelanya terdiri dari kaca bening yang tertutup oleh tirai. Dari balik tirai itu, terlihat cahaya lampu masih menyinari ruangan.     
0

Ruangan yang masih diterangi oleh cahaya itu adalah kamar pribadi Luca Mocanu, suaminya yang masih tidak ingin memberi pertanggungjawaban.     

"Da?" Liviu menatap papanya dan ruang beranda itu bergantian. Tanda tanya besar muncul di kepalanya karena ia tidak tahu identitas ruangan tersebut.     

Bukannya menjawab, Mihai malah tertawa semakin lebar.     

"Jangan harap kau bisa hidup tenang! Aku akan mengganggumu sampai kau memberiku pertanggungjawaban!" gumamnya penuh semangat. Tangannya terkepal erat, siap untuk melayangkan tinjunya kepada si muka suram brengsek itu sebanyak 2000 kali sesuai sumpahnya.     

Dengan hentakan kaki yang kuat, ia meloncati jarak sekitar 5 meter dan mendarat tepat pada lantai keramik putih beranda kecil itu tanpa menghasilkan bunyi sekecil apa pun. Mihai telah menutup segala hawa keberadaan miliknya agar tidak dapat terdeteksi dengan mudah.     

Merasakan ketenangan yang luar biasa, Liviu secara refleks menahan dirinya untuk tertawa senang ketika merasakan angin kencang yang menggelitik wajahnya. Tangan kecilnya berpegangan erat pada bahu papanya dan alisnya yang masih tipis ikut mengerut dalam mengikuti Mihai.     

Merendahkan tubuh dengan berjalan dengan kedua tangan dan kakinya, Mihai mendekati pintu kaca yang tertutup oleh tirai. Ia menggerakkan gagang pintu sepelan mungkin dan ternyata tidak terkunci!     

Matanya berbinar senang.     

'Akhirnya! Tunggu saja kau!'     

Setelah membuka pintu hingga menghasilkan celah yang cukup untuk ia lewati, Mihai segera merangkak masuk, masih dengan penuh kehati-hatian.     

Malam ini, anginnya cukup kencang sehingga Mihai segera menutup pintu sebelum Luca bisa mendeteksi hembusan angin yang masuk dan menjadi curiga.     

Masih berada di balik tirai panjang, Mihai semakin merendahkan postur tubuhnya sambil membuka sedikit bagian dari tirai itu.     

Sebuah ruangan luas yang dipenuhi cahaya kuning terpampang di depannya. Perabotan di dalam ruangan luas itu tidaklah banyak – sebuah lemari besar, tempat tidur king size yang terlihat empuk, sebuah nakas di samping tempat tidur dengan lampu tidur di atasnya, dan meja bundar dengan satu buah kursi di dekat pintu kaca beranda – malah terlalu sedikit sehingga ruangan itu terlihat sangat sepi. Namun, saat itu, Mihai tidak menyadari perasaan sepi ini karena ia segera menemukan mangsanya.     

Luca yang terbalut piyama berwarna hitam sedang duduk di atas tempat tidur sambil membaca buku tebal di tangannya. Alisnya sedikit berkerut setiap kali ia membalikkan halaman buku itu.     

Senyum lebar yang menampakkan gigi segera menggantikan ekspresi serius di wajah Mihai. Semakin ia melihat wajah datar Luca, semakin geram pula dirinya. Ia tidak sabar mendaratkan pukulannya dan meremukkan wajah itu.     

Ia segera meloncat tinggi, keluar dari tirai. Bunyi tirai yang tersibak langsung menarik perhatian Luca.     

"Hahahahaha! Rasakan 2000 pukulanku dan bertanggung jawablah!" Mihai meloncat hingga hampir mencapai langit-langit. Matanya menatap tajam dan aura membunuhnya memenuhi ruangan. Pandangannya lurus pada wajah Luca dan tempat tidur yang akan menjadi tempat ia berdarat.     

Luca tidak menyangka akan melihat pria besar bertelinga bulu meloncat dengan ganas ke arahnya malam ini. Namun, ia tidak bisa mengekspresikan keterkejutannya itu. Dengan wajah datar dan bibir terkatup rapat, ia menaikkan tangannya ke udara. Jari tengahnya ia tekuk dan ditekan oleh ibu jarinya.     

'Gaya tangan itu!!' Mihai, yang masih melayang di udara, terkesiap dan bayangan dirinya yang melayang dari halaman depan kediaman hingga halaman belakang dengan kecepatan cahaya itu membuat seluruh tubuhnya merinding. Darah meninggalkan wajahnya menyisakan kulit pucat bagaikan sehelai kertas.     

'Aku tidak mau merasakan itu lagi!' Mihai ingin lari tapi ia sudah menghitung jarak loncatannya dengan sangat tepat jadi sebelum ia mendarat pada Luca, ia tidak akan memiliki pijakan. Jadi, intinya, ia tidak bisa lari!     

Sementara itu, tangan Luca yang siap menjitaknya sudah mulai dipenuhi lingkaran energi tipis berwarna merah.     

"Wuahh!! Jangan jitak aku!!" mohon Mihai yang secara tidak sadar sudah menjadi sangat trauma dengan kekuatan itu. Ia tidak lagi memikirkan harga diri maupun pukulan 2000 kali. Yang penting sekarang….     

'Selamatkan aku dari ini!'     

Luca tidak menghiraukannya dan malah memperbanyak energi merah di sekitar tangannya. Sementara itu, jarak mereka sudah semakin dekat dan Mihai sebentar lagi akan bertemu dengan tangan Luca.     

"Nyaaaaa!!!" Air mata ketakutan sudah menggenang di sudut mata Mihai.     

"Da!"     

"?!"     

Liviu tiba-tiba terbang di antara keduanya. Dua lengan pendeknya terbuka lebar untuk melindungi sang papa dari jitakan jahanam itu.     

Mihai yang tidak bisa menghentikan dirinya segera menabrak Liviu. Dengan sigap, ia memeluk tubuh kecil itu agar tidak langsung terkena energi merah yang dahsyat.     

Sementara, Luca yang melihat sosok Liviu begitu dekat dan hampir mengenai tangannya segera menghilangkan energi merah itu.     

Dalam sekejap, seorang yang besar dan kecil jatuh menimpa Luca, mendorongnya jatuh tertidur di atas tempat tidur membuat bunyi deritan menggema di dalam ruangan yang sunyi.     

Sesuatu yang lembut tapi kering menempel pada bibirnya dan sepasang iris kuning kehijauan hanya berjarak beberapa sentimeter dari matanya.     

"..."     

Mihai merasa otaknya konslet. Ia bisa merasakan benda kenyal dan basah menempel pada bibirnya. Pandangan matanya langsung bertemu pada kedua iris merah gelap yang entah mengapa terasa sangat mempesona.     

Deg!     

Deg!     

Deg!     

Jantungnya jadi tidak karuan. Darah memenuhi wajahnya hingga rasanya panas dan mendidih. Mihai merasa akan meledak jika menatap Luca lebih dari ini dan hendak memalingkan wajahnya tapi seperti ada yang mengikat bola matanya, ia tidak bisa melepaskan pandangan dari Luca.     

Sementara itu, Luca yang tubuhnya menempel erat pada Mihai juga dapat merasakan dentuman jantung yang kuat dari dada bidang pria itu, memberinya pengalaman yang aneh. Sudah lama ia tidak mendengar dentuman cepat seperti ini. Ia menyadari sesuatu yang aneh dan tidak berbentuk mulai menggerogoti dirinya. Namun, ia tidak bisa memahami identitas 'sesuatu' itu sehingga membuatnya tidak nyaman.     

Ia ingin mendorong Mihai tapi tiba-tiba saja ia menjadi seperti orang lumpuh, tidak bisa bergerak sama sekali. Matanya tidak bisa lepas dari sepasang iris kuning kehijauan itu tapi bibirnya tanpa sadar mulai bergerak untuk menghisap bibir kering yang menempel erat pada bibirnya.     

"Da!"     

"!!!"     

Seperti mantra yang terputus tiba-tiba, keduanya langsung tersadar.     

Mihai langsung menegakkan tubuhnya. "Peh! Peh!" Tangannya langsung mengelap bibirnya dengan kuat sambil meludah seperti habis memakan sesuatu yang sangat-sangat buruk.     

Alis Luca mengernyit samar. Ia juga menggosok bibirnya dan langsung menegakkan tubuhnya.     

Saat itu juga, kedua wajah kembali bertemu dengan jarak yang sangat dekat.     

Mihai baru menyadari bahwa ia masih terduduk di atas paha Luca, bukannya tempat tidur. Wajah Mihai tanpa sadar kembali memerah.     

Berbeda dengannya, Luca tetap datar. "Keluar…," ujarnya pelan tapi tegas. Tangannya kembali terangkat, hendak menjitak Mihai dengan kekuatan penuhnya lagi.     

Wajah Mihai kembali memucat. "Wuah! Jangan jitak aku!"     

"Dadada!" Lagi-lagi, Liviu masuk ke antara mereka dengan terbang menggunakan dua sayap mungilnya. Tangan kecilnya terlentang untuk melindungi sang papa.     

Kernyitan di dahi Luca semakin terlihat jelas. "Jangan ganggu. Pergilah!" pintanya seraya mengarahkan tangannya yang sudah siap menjitak ke bagian lain yang tidak terjangkau oleh Liviu.     

"Da!" Liviu segera terbang ke arah tangan itu. Wajahnya sangat serius dan alis botaknya juga berkerut dalam.     

Luca mengarahkan tangannya ke tempat lain lagi tapi Liviu terus menghalanginya.     

Selama 1000 tahun ini, ia tidak pernah bersabar. Dan setelah akhirnya ia dipaksa untuk bersabar, ia harus kehilangan kesabaran itu hanya dalam beberapa menit.     

Tidak lagi memposisikan tangannya untuk menjitak, Liviu mengira ayahnya itu tidak akan menyerang papanya lagi.     

Namun, sedetik kemudian, Luca menarik kerah belakang Mihai yang masih ketakutan.     

"A—apa yang kau lakukan?! Turunkan aku!" menarik kerah kaos Mihai, Luca membawa tubuh besar itu menuju beranda. Liviu segera terbang mendekati mereka dan mulai memukul-mukul tangan Luca dengan kekuatan gigitan semut.     

"Lepas! Lepas!"     

"Ya … aku lepaskan."     

"Eh?"     

Mihai yang terus meronta akhirnya terdiam karena deja vu. Ketika ia melirik ke bawah, ia hanya bisa melihat tanah rumput yang berjarak beberapa meter darinya.     

"NYAAAAAAA!!!!"     

Kerahnya terlepas dan ia segera jatuh mencium tanah.     

"Daaa!!" Liviu segera terbang ke bawah, menyusul papanya.     

Sementara itu, Luca hanya menatap datar kepada sosok harimau yang jatuh tengkurap di atas tanah seraya mendengus kecil. Wajahnya refleks terangkat tinggi membuat ia tahu bahwa ia sangat puas.     

Dengan langkah ringan, ia berbalik kembali ke dalam kamarnya dan tanpa lupa memasang penghalang dengan sihirnya, meninggalkan Mihai yang berteriak bahwa ia akan memukul Luca 3000 kali.     

*****     

Beberapa menit kemudian.     

"WOI BRENGSEK! MUKA SURAM KEPARAT! HILANGKAN PENGHALANG INI! AKU AKAN MEMUKULMU 3000 KALI!!!"     

"DAA! DAAA!!"     

Papa dan anak itu menempel erat pada penghalang tak kasat mata, dengan penuh semangat memukul-mukul penghalang yang bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda akan retak itu.     

Luca yang masih membaca buku di atas tempat tidurnya hanya mengernyit samar.     

'Berisik….'     

Mengumpulkan energi kecil di jari tangan, ia mengusap pelan telinganya dan suara ribut itu segera lenyap.     

Ia kembali fokus pada bukunya dan dalam sekejap melupakan kedua sosok yang masih terus berteriak dan memakinya….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.