This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Berlutut di Depan Leluhur



Berlutut di Depan Leluhur

0Luca berlutut dan membungkukkan badannya dalam-dalam hingga dahinya hampir menyentuh lantai. Di hadapannya, terdapat lahan luas berisi batu-batu nisan yang berjejer dengan rapi. Batu-batu itu memiliki bentuk sepasang tanduk di atasnya dan nama pemilik kuburan itu terukir pada permukaan batu.     
0

"Tuan…." Vasile ingin mencegah perbuatan ini tapi Luca hanya memberinya tatapan tajam dan menyerahkannya Liviu yang masih tertidur pulas.     

'Aku minta maaf telah memilih hubungan dengan musuh kaum kita. Aku tidak layak disebut Kepala Kaum lagi…,' batin Luca tulus.     

Vasile menatap keponakannya dengan sedih. Luca terlalu serius menghadapi hal ini. Padahal ia tidak perlu meminta maaf kepada para leluhur. Lagi pula, memiliki hubungan dengan siapa adalah hak masing-masing orang, itu yang dipikirkan Vasile.     

Luca mengangkat kepalanya dan setelah beberapa saat memandangi makam-makam itu, ia kembali menundukkan kepalanya ke lantai.     

Hampir seluruh orang yang terkubur di dalam makam-makam ini adalah korban dari para half-beast. Dulu, sebelum ia mulai membunuh para half-beast, ia sudah bersumpah untuk membenci kaum itu dan menghabisi semuanya. Pada akhirnya, ia tidak bisa menghabisi semuanya tapi ia bersumpah kembali bahwa walaupun mereka telah berdamai, ia tidak akan pernah menghilangkan kebenciannya terhadap half-beast. Namun, sekarang, ia mengingkarinya dengan menikahi seseorang dari kaum musuhnya itu. Luca tahu ia harus malu dan meminta maaf sedalam-dalamnya kepada leluhurnya ini.     

"Ah! Sudah kuduga kalian ada di sini." Suara pria yang lembut dan riang berseru mendekati mereka diikuti dengan kemunculan Steve Pavel yang tersenyum sama riangnya dengan suaranya.     

Di belakang Steve, Jack ikut muncul dan menganggukkan kepalanya untuk menyapa Vasile.     

Luca melirik Steve singkat. Tanpa bermaksud menjawab, ia kembali membungkukkan kepalanya.     

"Hah … kau benar-benar sangat serius. Baiklah! Aku akan menemanimu berlutut di sini!" Tanpa menunggu respons dari Luca, Steve sudah berlutut di samping Luca dan membungkuk kecil ke arah makam.     

"Apa yang kau inginkan?" Luca mengernyit samar, sangat terganggu.     

"Sudah kubilang menemanimu!" Steve tertawa kecil. "Lagi pula, aku sudah pernah berlutut di sini selama satu bulan. Tidak ada ruginya untuk berlutut sehari lagi di sini."     

18 tahun yang lalu, Steve yang ketahuan telah menikah dengan half-beast di hukum untuk berlutut setiap hari dan meminta maaf kepada leluhur selama satu bulan. Mengingat kembali masa itu membuat perasaannya campur aduk.     

Luca tidak lagi menjawabnya dan kembali fokus pada kegiatannya.     

Keduanya berlutut dalam keheningan. Steve sesekali mendongak ke langit dan menatap burung-burung kecil yang terbang ke sana kemari sambil bersiul-siul. Langit yang cerah dan hampir tidak berawan membuat burung-burung itu terlihat sangat bahagia.     

Senyum Steve semakin lebar. Hatinya menjadi ringan. ia terdorong untuk menggambarkan keringanan hatinya itu dengan bersenandung kecil.     

"Kau jadi sering tersenyum lagi," ujar Luca tiba-tiba. Pria itu sudah berdiri dan menepuk-nepuk debu dari lututnya.     

"Ini semua berkat 'dia'." Lengkungan bibir Steve semakin tinggi. Namun, sinar kesedihan terpancar pada matanya.     

"Dia…." Luca berhenti sejenak. "Istri half-beast­ mu…."     

Steve mengangguk kecil. "Sayangnya aku tidak tahu di mana dia sekarang."     

Keduanya kembali diam. Luca terlihat berpikir keras sementara Steve masih sibuk mengagumi keindahan alam di depannya.     

"Kau terlihat sangat ingin turun dari jabatanmu, jadi aku mendukung. Kau lega sekarang?" tanya Steve setelah beberapa waktu berlalu.     

"Entahlah. Namun, aku tahu ini adalah kesalahanku dan aku tahu dengan ini, aku tidak pantas lagi memimpin. Jadi, aku dengan suka rela melepasnya."     

"Kesalahan? Bukan demi istri half-beast mu itu?" Awalnya, Steve mengira sahabatnya ini telah berubah sejak mendengar kabar mengenai pernikahannya. Ketika di festival, ia tidak berhasil menemui Luca sehingga ia tidak bisa memastikannya. Namun, ketika ia melihat betapa santainya Luca mengelus putra kecilnya dan bahkan sempat mengancam para tetua dengan perilaku busuk mereka yang telah ditutup-tutupi cukup lama hanya untuk keselamatan sang istri, Steve merasa pemikirannya benar. Namun, apa ia salah?     

"Ya kesalahan. Aku terlena oleh feromonnya dan beginilah jadinya."     

Steve terbelalak kaget. "Kau…."     

Luca memahami apa yang ingin dikatakan Steve dan langsung mengangguk. "Sama seperti apa yang terjadi padamu dulu … aku rasa."     

"Dan…." Steve tersenyum pahit. "Kau membencinya seperti aku dulu?"     

Keheningan kembali melanda. Luca merenungkan kata-kata itu tapi ia tidak yakin….     

"Entahlah … jika menyebalkan, tentu saja iya."     

Steve tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk-nunjuk wajah Luca. "Kau kesal dengannya? Kau?" Ia tidak bisa percaya ini. Luca yang bagaikan gunung es bahkan saat dicambuk itu … merasa kesal?     

Luca mengernyit dalam. Ia langsung menyingkirkan telunjuk itu dari wajahnya. "Apa ada yang aneh?"     

"Aneh! Sangat aneh!" balas Steve yang terlihat sangat bahagia. "Ternyata kau memang sangat menyukainya," serunya lagi sambil mencuit menggoda Luca.     

"Ha?" Luca tidak mengerti apakah Steve congek atau salah makan, yang pastinya pria ini butuh dites otaknya apakah masih baik=baik saja.     

"Woi woi, tunggu dulu! Aku tidak gila!" protes Steve yang bisa membaca pikiran Luca.     

"Aku tidak percaya."     

"Eh?!" Steve langsung memprotes panjang lebar.     

Luca hanya menjawab sesekali dengan dingin. Namun, ia terlihat menikmati percakapan tidak berbobot ini.     

Di samping mereka, Vasile dan Jack hanya tersenyum kecil dalam diam.     

Sebuah ide muncul di benak Vasile. Apakah Mihai adalah sosok yang dibicarakan 'orang itu'? jika benar … apa Vasile bisa berharap untuk melihat Luca yang seperti dulu lagi?     

*****     

"Tapi ... aku rasa ini adalah pilihan yang terbaik." Steve bersandar pada dinding gedung pemerintahan dengan santai.     

Langit sudah gelap gulita dan lampu-lampu di gedung itu menyala seluruhnya. Mereka benar-benar menghabiskan waktu yang tidak berfaedah untuk pembicaraan tak berbobot.     

"Pilihan apa?"     

"Melepas posisimu. Dengan begini, aku berharap akan terjadi perubahan yang baik."     

"Aku meragukan itu." Luca tahu sifat para tetua keluarga. Setidaknya mereka tidak mungkin memilih Kepala baru yang akan bisa mendukung idealisme Keluarga Pelvi yang ingin menyetarakan hak seluruh kaum yang ada termasuk para half-beast.     

Sinar mata Steve menggelap. "Kau benar. Tapi … aku masih ingin berharap."     

"Kau benar-benar telah berubah."     

Steve mengangguk pelan. "Aku tahu."     

Untuk kesekian kalinya, mereka kembali hening dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Setelah beberapa menit berlalu, pada akhirnya, Luca melangkah kecil.     

"Aku akan pulang. Sepertinya rapat mereka juga sudah selesai."     

"Sepertinya begitu." Steve bisa mendengar suara-suara ramai di beberapa beranda lantai atas gedung itu. "Berhati-hatilah. Semoga akur dengan istrimu! Aku mendukungmu!"     

Luca mengernyit sangat dalam, benar-benar terlihat tidak suka. "Tidak perlu!" ketusnya.     

Steve langsung tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut.     

"Hah…." Mengabaikannya, Luca melangkah dengan cepat. Namun, sebelum ia benar-benar pergi, ia kembali teringat akan hal yang sempat ingin ia sampaikan tadi.     

"Steve."     

"Hm?"     

"Tentang istrimu."     

Mendengar itu, raut wajah Steve menjadi serius. "Ada apa?"     

"Sepertinya aku menemukannya."     

Mata Steve terbelalak lebar. Ia sudah mencari istrinya itu ke mana-mana selama 18 tahun ini dan hasilnya selalu nihil. "Di mana kau melihatnya?!" Tidak sabar, ia langsung mendesak Luca.     

"Itu…."     

*****     

Bayangan kabur terpampang di depan Mihai. Di dalam bayangan itu, sebuah sosok seperti sedang mengatakan sesuatu padanya. Sesekali sosok itu menunjuknya dengan kasar tapi Mihai tidak merasa terlalu marah. Ada rasa senang di hatinya dan keinginan untuk mendekati sosok itu.     

'Siapa? Mengapa aku merasa begitu hangat?'     

"Da!"     

Sebuah tusukan tajam terasa pada pipinya.     

Matanya terbuka dan sepasang mata lebar berwarna merah gelap terpampang begitu besar di hadapannya membuat ia terlonjak kaget.     

"Wuah!"     

"Daa!" Liviu ikut terlonjak kaget dan terbang ke atas dengan sayapnya.     

Mihai baru menyadari bahwa mata itu merupakan milik putra kecilnya.     

"Ini di mana?" gumamnya seraya bangun dari posisi tidurnya. Sekelilingnya tidaklah luas dan ia mengenalinya sebagai kereta kuda milik Luca.     

"Berisik," gerutu sebuah suara dingin yang langsung membuat Mihai merasa kesal.     

Suara yang bisa otomatis membuatnya kesal hanyalah satu, yaitu Luca!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.