This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Gerbang yang Terkunci



Gerbang yang Terkunci

0Mihai tersentak bangun oleh guyuran air dingin di seluruh tubuhnya. Belum sempat ia membuka mata, sesuatu yang tumpul dijatuhkan di atas kepalanya membuat kepalanya sedikit pusing.     
0

"Mengapa kau membangunkannya?" Sebuah suara bertanya dengan bingung.     

'Siapa?'     

"Kalau ingin membunuh, tidak seru kalau tidak mendengar teriakan bukan?"     

Jawaban itu membuat Mihai merinding hingga ke telinga. 'Bunuh? Siapa? Aku?!'     

"Geh! Hobi yang buruk," komentar suara lain yang terdengar jijik.     

Mihai buru-buru membuka matanya. Otaknya memerintahkannya untuk kabur sehingga tanpa memusingkan tubuhnya yang lemas dan kepalanya yang berputar, ia berlari untuk menerjang dua orang asing yang sedang berbicara itu.     

"AARRGHH!"     

Kedua orang itu terlalu kaget hingga mematung di tempat. Kedua tangan mereka refleks melindungi wajah untuk menangkis terjangan Mihai.     

Namun, Mihai tidak menyangka tubuhnya sangat lemah, bagaikan secarik kertas yang diterbangkan angin. Sebelum kepalanya berhasil menyundul perut kedua orang itu, Mihai sudah jatuh duluan menabrak lantai batu yang lembab dan bau.     

"Kagetin saja! Hampir saja aku mengira obat pelemas itu tidak bekerja."     

Kedua penjaga berseragam hitam itu sudah berkeringat dingin hingga ke kaki. Mereka masih baru dan tidak terlalu pandai dalam berkelahi. Jika tidak tahu Mihai dalam keadaan lemas, mereka pun tidak berani membangunkannya.     

"Sudahlah! Cepat bunuh dia sebelum efek obatnya hilang!" Salah satu dari mereka yang lebih pendek dan bertubuh kecil langsung mengambil tombak trisula yang tersandar di dinding batu. Rekannya pun segera mengikuti.     

'Aku harus segera kabur!' Mihai berusaha bangun tapi otot-ototnya seperti jeli. Ia bahkan tidak bisa memutar tubuhnya apalagi bangun.     

'Sialan! Apa yang sedang terjadi?!'     

Mihai bahkan tidak tahu di mana dan bagaimana bentuk tempat ini akibat pencahayaannya yang kurang. Yang ia tahu hanyalah tempat ini lembab dan berbau busuk. Lagi pula, mengapa ia bisa ada di sini? Di mana yang lain?     

'Mengapa aku harus dibunuh?'     

Otaknya semakin kacau, begitu juga dentuman jantungnya. Ia masih terus berusaha, berusaha, dan berusaha. Namun….     

"AGHHHHHH!!!"     

Benda dingin merobek kulit punggungnya dan menembus jantungnya. Rasa sakit yang luar biasa mengalir ke seluruh tubuhnya hingga ia merasa akan menjadi gila.     

Air mata mengalir deras dan darah menyembur keluar dari mulutnya yang terus berteriak histeris.     

Hal terakhir yang masih Mihai rasakan adalah dinginnya tempat itu sebelum semuanya menjadi gelap gulita.     

*****     

Bunyi tetesan air menyadarkan Mihai kembali. Namun, ketika ia membuka mata, sekelilingnya hitam. Bukan berarti gelap. Ia masih bisa melihat tapi walaupun ia menyebarkan pandangannya ke sekitar, hanya warna hitam tak berujung yang memasuki mata.     

"Ini … di mana?"     

Ketika ia menundukkan kepalanya, ia bisa melihat pantulan dirinya pada lantai. Jika ia menghentakkan kakinya, gelombang-gelombang kecil akan terbentuk di lantai membuat ia menyadari bahwa ia sedang berpijak di atas permukaan air.     

'Ini aneh. Sungguh aneh!'     

Mihai tidak punya kemampuan super untuk berdiri di atas permukaan air. Saking tidak percayanya, ia meloncat beberapa kali tapi ia tetap mendarat pada permukaan air itu yang terasa sangat kokoh dan keras.     

Bunyi tetesan air yang lembut kembali terdengar lagi.     

Bagaikan sihir, ketika ia mendengarnya, perhatiannya langsung terfokus pada bunyi itu. Ada yang mendorongnya untuk menuju sumber bunyi tersebut.     

Bunyi tetesan air kembali terdengar.     

Dorongan itu pun semakin kuat hingga ketika ia tersadar, kakinya sudah berjalan maju.     

Seharusnya ia tidak tahu di mana sumber bunyi itu. Sepanjang jalannya juga hanya terlihat hitam dan pantulan dirinya di lantai. Tidak ada yang bisa memberinya petunjuk jalan. Namun, ia berjalan dengan penuh keyakinan.     

Hatinya berseru yakin bahwa sumbernya ada di ujung dari arah jalannya ini.     

Entah berapa lama waktu yang telah berlalu ketika akhirnya, sesuatu selain hitam terlihat. Mihai berhenti dan mendongak.     

Sekitar 20 hingga 30 anak tangga yang terbuat dari batu kasar berjejer di depannya. Di atas setiap anak tangga terdapat satu rantai besi panjang yang dikunci dengan gembok besar. Besi-besinya sudah sedikit berkarat dan tiga rantai di area paling depan sudah putus dan tergeletak begitu saja di atas permukaan air. Di bagian paling atas dari tangga, berdiri kusen pintu dan daun pintunya yang juga terbuat dari batu kasar. Pintu itu sangat tinggi tapi terlihat rapuh akibat banyaknya bagian batu yang terkikis sehingga tidak rata. Sesekali, kerikil-kerikil kecil akan jatuh dari beberapa bagian yang tidak rata itu. Pintu tersebut juga terantai erat oleh sekitar sepuluh rantai.     

Melihat pintu itu, panas tiba-tiba menusuk dadanya. Rasa panasnya itu begitu besar hingga rasanya terbakar di dalam. Kedua tanganya meremas dadanya untuk menghentikan rasa itu tapi bukannya menghilang, rasanya semakin kuat.     

Tepat ketika rasa panas itu muncul, tempat itu bergetar hebat. Permukaan air yang awalnya keras mulai bergelombang. Mihai kehilangan keseimbangannya dan jatuh berlutut.     

Rantai-rantai bergoyang dan menghasilkan bunyi gemerincing yang kacau. Tiba-tiba, satu per satu rantainya terputus, membuat rantainya terpental ke dua arah dan menabrak dinding batu di sekitarnya. Rantai-rantai terus terputus hingga mencapai anak tangga terakhir, menyisakan sepuluh rantai yang mengunci pintu batu.     

Getaran pun hilang. Permukaan air kembali tenang dan rasa panas di dada Mihai hilang.     

"Apa … eh?" Mihai celingak-celinguk ke sana kemari tapi seluruhnya kembali tenang bagaikan apa yang terjadi tadi adalah ilusi belaka. Ia bahkan mulai mempercayai dugaannya itu.     

BRAK! BRAK!     

Pintu batu tiba-tiba digedor dengan keras, memaksanya untuk terbuka. Rantai-rantai yang mengunci pintu itu mulai terdorong.     

Tidak dapat menahan dorongan itu, rantai yang melilit pintu pun ikut putus satu per satu.     

Bunyi gemerincing rantai menggema dan ketika lima rantai telah terputus, gedoran pintu berhenti.     

GREEKK...     

Pintu batu yang berat bergerak membuka dengan pelan, masing-masing membuka ke arah yang berbeda. Garis cahaya merembes dari sela yang terbuka itu, semakin lama semakin besar hingga rantai-rantai yang masih utuh tapi sudah melonggar menghentikan pergerakan pintu.     

Mihai menyipitkan matanya, berusaha membiasakan matanya pada cahaya itu.     

Di tengah-tengah cahaya, sebuah sosok samar-samar terlihat. Namun, sangat-sangat samar hingga Mihai tidak bisa menggambarkan bentuknya.     

Sosok itu bergerak sedikit dan sepertinya bagian yang adalah wajahnya menyadari keberadaan Mihai. Entah mengapa Mihai merasa melihat tetesan air mata jatuh dari wajah sosok itu dan tiba-tiba sebuah suara menggema….     

"Luca…."     

Dalam sekejap, cahaya merah menyelimuti seluruh tempat itu….     

*****     

Kedua petugas muda tertawa-tawa puas ketika memastikan tubuh Mihai yang sudah kaku dan dingin itu. Darahnya mengotori lantai, membentuk genangan merah gelap yang hampir menjadi hitam.     

Mereka meludahinya dan menendang tubuh Mihai tanpa ampun.     

"Makhluk rendahan! Masih berani mendekati Tuan kita. Huh! Dia pantas untuk mati," seru yang berpostur tinggi kembali meludahi tubuh itu dan menendangnya beberapa kali lagi. Ia merupakan fans berat Luca dan ketika ia mendengar seorang half-beast menjadi istrinya, ia sudah sangat ingin membunuhnya.     

Rekannya yang berpostur lebih pendek lebih manusiawi. Melihat tubuh itu benar-benar sudah tidak menyimpan nyawa, ia segera menarik rekannya. "Ayo, kita pergi dan melaporkan hal ini."     

Yang tinggi belum terlalu puas. Namun, mereka harus segera mengabarkan ini karena para pemimpin pasti sedang menunggu kabar dari mereka. Keduanya segera berbalik dan hendak menaiki tangga batu yang menghubungkan ruang bawah tanah dengan permukaan.     

Mereka tidak menyadari jari telunjuk Mihai yang sedikit demi sedikit bergerak….     

"ARGGHH!"     

Sebelum keduanya sempat menaiki anak tangga, sebuah cahaya menghantam lengan kanan pria yang tinggi itu. Sepotong lengan terbang dan jatuh ke lantai, mengucurkan darah segar dari bagian yang terpotong.     

"Siapa di sana?!" Pria yang kecil langsung berbalik penuh kewaspadaan. Tangannya dengan sigap mengambil pistol sihirnya sementara rekannya yang terluka, jatuh terduduk di lantai sambil mengerang kesakitan.     

Kosong….     

Tidak ada siapa pun di sana. Bahkan, mayat half-beast yang telah mereka bunuh itu!     

Pria itu hampir mengira mereka baru saja berhalusinasi jika tidak ada genangan darah yang masih belum kering tersisa di lantai.     

Detak jantungnya berdebar kencang. Keringat dingin membasahi tangannya hingga pistolnya hampir tergelincir. Matanya mencari ke sana kemari tapi tidak ada sosok Mihai di mana pun.     

Tiba-tiba dua cahaya tajam meluncur dengan sangat cepat dan langsung mendarat pada tangan si pria kecil dan kaki si pria tinggi.     

'AGGGHHH!!"     

Tidak hanya itu, cahaya kuat itu juga menghantam dinding dan lantai sekelilingnya, membuat suara BAM! yang keras. Asap debu langsung bersatu dengan udara, mengerumuni sekeliling.     

Rasa sakit yang dirasakan petugas itu tidak tertahankan. Pistol di tangannya jatuh dan sepotong tangan lagi-lagi terbang dan jatuh ke tanah bersama dengan sepotong kaki panjang. Pria kecil itu jatuh tersungkur di atas lantai.     

Yang tinggi sudah kehilangan kesadarannya sementara yang kecil masih memiliki kesadaran. Namun, saking sakit dan takutnya, tubuhnya gemetar hebat. Pandangan matanya memburam akibat air mata yang menggenang.     

Di balik asap debu yang tebal, sebuah sosok meloncat turun ke lantai. Sosok itu memiliki telinga runcing berbulu dan dua ekor panjang berbulu. Hanya cahaya merah pada sebelah matanya yang terlihat jelas di balik asap debu itu.     

Tepat ketika petugas itu akan kehilangan kesadarannya, sosok itu juga kehilangan tenaganya dan jatuh ke lantai….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.