This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Hantu!!



Hantu!!

0"Haaa…."     
0

Helaan napas panjang langsung kabur dari mulut Mihai ketika ia bersandar pada bathtub luas yang penuh dengan air hangat. Dedaunan dan bunga herbal untuk relaksasi mengapung di permukaan air. Ketika kulitnya menyentuh hangatnya air mandi dan aroma herbal yang segar memasuki penciumannya, seluruh otot-ototnya yang kaku dan sakit berangsur-angsur meregang.     

Mihai menyandarkan punggungnya pada sandaran bathtub dengan santai. Wajahnya memerah bahagia seperti sedang berada di permandian surga.     

Entah mengapa tubuhnya sakit semua. Perjalanan dari kereta hingga kamarnya ini terasa seperti jalanan neraka. Mungkin ini efek samping dari kematian kedua kalinya?     

Memikirkan itu, Mihai merasa sedikit aneh.     

Ia masih tidak bisa percaya bahwa ia dapat mati dan hidup kembali. Rasanya seperti dongeng semata.     

Mihai meraba dadanya. Tepat di tempat itu, dua bilah tombak yang dingin dan tajam menembusnya beberapa saat yang lalu. Memikirkan itu membuat suasana hatinya sedikit memburuk.     

Ia tidak terima hanya dirinya yang harus mati padahal Luca juga terlibat. Jika mereka mau membunuh, seharusnya bunuh keduanya! Tidak ada pilih kasih.     

Namun, mengingat kaumnya sendiri juga melakukan hal yang sama, Mihai tidak bisa melakukan protes secara terang-terangan. Pada akhirnya, ia membuang seluruh kekesalannya dan membiarkan kesadaran dirinya terbawa oleh aroma terapi yang sangat menenangkan hingga dirinya hampir tertidur.     

Tidak jauh darinya, Liviu dengan pelampung kecil, berenang ke sana kemari sambil menepuk-nepuk permukaan air dengan bahagia. Ia sangat suka melihat cipratan air yang muncul ketika ia memukulnya sehingga ia mengulang perilaku itu terus-menerus.     

"Da?" Pandangan Liviu tiba-tiba menangkap sesuatu membuatnya mendongak sedikit ke atas.     

Mata Mihai sudah terpejam, hampir tertidur pulas.     

"Hmm … belum terlepas seluruhnya, ya…."     

"?!"     

Mendengar suara asing seorang wanita, Mihai buru-buru membuka matanya.     

Sebuah wajah pucat begitu dekat di depan Mihai membuatnya terbelalak lebar. Saking kagetnya, detak jantungnya berhenti sejenak. Mulutnya ternganga lebar tapi suaranya tercekat di tenggorokan.     

Wajah pucat itu dihiasi sepasang mata emas yang indah. Mata itu mengerjap-ngerjap bingung karena bertemu pandangan dengan Mihai. Bibirnya mengerucut kecil dan jari lentiknya menggosok-gosok dagu. Di saat itu, Mihai bisa melihat sosok wanita itu yang terbang dengan bagian kaki yang agak transparan.     

"Kau … bisa melihatku? Apa ini hanya ilusi?" gumam wanita itu.     

"Ha … ha…."     

Mulut Mihai terbuka dan tertutup seperti mulut ikan. Gumaman tidak jelas terus keluar dari mulut ikannya.     

"Ha?" Wanita itu mengernyit bingung sementara wajah Mihai semakin pucat.     

"HANTTTUUUUUU!!!!!!"     

*****     

Luca yang baru selesai mandi menghempaskan bokongnya di atas tempat tidur. Hari ini adalah hari yang melelahkan.     

Bagi tubuhnya yang seharusnya memiliki energi yang tidak akan pernah habis pun, entah mengapa, kegiatan yang berhubungan dengan Mihai selalu membuatnya kelelahan. Padahal, ia hanya duduk dan mendengarkan. Mengapa bisa begitu melelahkan?     

"Hah…."     

Biasanya ia akan membaca buku terlebih dahulu sebelum tidur. Namun, kelelahan ini menjadi berkali-kali lipat terasanya akibat terlalu lama tidak mengalami yang namanya kelelahan tersebut. Yang ia inginkan sekarang hanyalah tidur pulas.     

Merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, Luca langsung merasakan empuknya kasur. Tubuhnya berangsur-angsur menjadi rileks.     

'Aku tidak lagi menjadi kepala kaum … ya….'     

Rasanya bagaikan sebuah mimpi.     

Seribu tahun telah ia habiskan dalam posisi itu. Begitu banyak hal yang telah ia lakukan demi membangun kaumnya dan kota ini – baik yang diterima maupun tidak oleh masyarakat.     

Tanpa ia sadari, makna tatapan-tatapan para petinggi yang tertuju padanya pun telah berubah, dari yang kagum dan hormat menjadi penuh permusuhan dan ketidaksukaan. Luca sudah merasakannya dari beratus tahun yang lalu tapi baru sekarang ia berpikir bahwa ada baiknya jika ia menyerahkan posisi ini kepada orang lain. Mungkin, ia memang sudah tidak lagi cocok untuk mengemban tugas ini. Apalagi di posisinya yang sudah melanggar prinsip kaumnya sendiri.     

Ia mengira ia akan lebih enggan untuk melepaskannya. Namun, kenyataannya, ia memberikan posisi ini begitu saja dengan sangat mudah.     

Dari pada enggan, ia menjadi sedikit lebih santai. Ia bahkan mulai memikirkan apa yang ingin ia lakukan setelah ini untuk mengisi waktunya yang sudah menjadi luang.     

Ide untuk mengembara ke tempat lain sempat tersisip di benaknya tapi ia tepis mengingat keberadaan Mihai dan putra kecilnya.     

Baiklah … bukan berarti apa yang dikatakan Ecatarina kepadanya itu benar. Ia hanya tidak bisa meninggalkannya begitu saja karena ia sudah berjanji untuk menghidupi mereka. Hanya untuk memenuhi tanggung jawabnya, tidak ada yang lebih.     

Lagi pula, ia masih ingin melihat perkembangan Kota Rumbell di tangan penguasa baru nantinya. Ia harus memastikan, semuanya akan baik-baik saja.     

Rasa kantuk mulai menarik kesadaran Luca menuju alam bawah sadar….     

"NYAAAA!!!"     

Sebuah teriakan tidak jelas menyentak Luca kembali ke kenyataan. Alisnya mengkerut dalam.     

Tidak perlu mencari tahu lagi, hanya satu orang di kediaman ini yang akan berteriak begitu ribut.     

'"Tuan, ada apa dengan Mihai? Apa kami perlu mengecek keadaannya?"' Suara Ecatarina langsung menggema di dalam benak Luca. Dari pada cemas, nada riang dan penuh keingintahuan lebih memenuhi suara wanita itu.     

'"Biarkan saja. Pasti hal yang tidak penting,"' balas Luca dingin dan segera memutuskan sambungan telepati.     

Luca kembali memejamkan matanya dan tidur sambil memikirkan betapa ributnya pria harimau itu.     

*****     

Toma meremas-remas kain pakaiannya dengan gugup. Matanya sesekali melirik pintu kamar mandi yang tertutup. Dari dalamnya, bunyi air shower yang jatuh menyentuh lantai keramik tiba-tiba berhenti membuat remasannya semakin kuat.     

Mulai detik ini, ia akan berusaha mengambil kepercayaan Vasile untuknya. Caranya adalah dengan memperlihatkan bahwa dirinya juga mencintai Vasile seperti yang dirasakan pria itu kepadanya. Jika Vasile yakin bahwa ia telah jatuh hati pada pria itu, Vasile pasti akan mempercayainya lebih dari ini.     

Pintu kamar mandi terbuka.     

Toma langsung berdiri dan mengambil satu stel piyama tebal untuk Vasile.     

Melihat itu, Vasile mengerjap-ngerjapkan matanya dengan bingung. Ia hampir mengira telah melihat ilusi. Namun, Toma yang memaksakan piyama itu pada tangan Vasile memberikan kesadaran bahwa ini adalah kenyataan.     

"Terima kasih," ujar Vasile masih sedikit ragu. Juga ada sedikit rasa curiga di dalam hatinya.     

Diam-diam, Vasile menatap Toma yang masih berdiri diam di hadapannya dengan penuh selidik. 'Apa yang dipikirkannya?'     

Hingga pagi tadi, Toma masih terlihat memusuhi dirinya. Tentu saja ia akan curiga jika tiba-tiba Toma ingin melayaninya seperti sekarang.     

Menggaruk pipinya dengan tidak nyaman, Toma melihat ke sana kemari dengan wajah yang sedikit memerah. Tubuhnya ikut bergerak-gerak tidak jelas. Sesekali, tatapannya akan kembali pada Vasile lalu berpindah lagi ke tempat lain.     

"Ada apa?" tanya Vasile yang benar-benar tidak paham pemikiran Toma.     

"Pa—pakai bajumu, cepat!" pinta Toma dengan suara yang tidak terlalu stabil. Wajahnya semakin merah.     

Benar! Toma malu melihat tubuh Vasile yang telanjang dada. Hanya terdapat sebuah handuk yang melingkari pinggangnya.     

'Bu—bukan berarti aku menyukainya!' Seru Toma dalam hati, entah menyangkal pemikiran siapa.     

Ia hanya tidak menyangka akan menemukan tubuh yang indah dan kuat pada Vasile yang sudah berwajah om-om itu. jadi, ia merasa sedikit aneh.     

Jika Vasile tahu pemikirannya, Vasile pasti akan memprotes dengan, 'Aku akan terlihat muda kalau mencukur kumisku!' seperti yang dikatakan oleh rekan-rekannya kepadanya.     

Melihat Toma yang malu-malu menggelitik hati Vasile untuk menggodanya. Tidak segera mengenakan pakaiannya, Vasile mencondongkan tubuhnya membuat wajahnya sekarang hampir tidak berjarak dengan wajah Toma.     

Wajah Toma menjadi merah padam seperti kepiting rebus. Ia langsung meloncat mundur beberapa langkah dengan kedua tangan yang menjadi tameng di depan wajahnya. "A—apa yang kau lakukan?!"     

"Hm?" Vasile tersenyum santai. Matanya berkilat jahil. "Tentu saja, ingin mencium dirimu yang begitu manis," ujarnya seraya melangkah maju.     

Setiap satu langkah diambil oleh Vasile, Toma akan mundur selangkah juga. Begitu seterusnya hingga Toma tidak menyadari keberadaan tempat tidur di belakangnya dan jatuh terduduk di atas tempat tidur.     

Vasile langsung mengunci pergerakan Toma dengan menopang kedua tangannya pada tempat tidur juga. Tubuhnya ia condongkan hingga wajahnya kembali berada di dekat wajah Toma. Keduanya dapat merasakan napas masing-masing mengenai wajah.     

Toma ingin mendorong Vasile menjauh tapi ketika tangannya menyentuh kulit tubuh mulus itu, bagaikan di sengat listrik, Toma langsung melepaskan tangannya dan memilih untuk mengesot mundur. Namun, Vasile segera menarik dagu Toma dan mendaratkan kecupan singkat pada bibirnya.     

Tubuh Toma mengeras di tempat. Ia baru bisa kembali bergerak ketika Vasile sudah mengenakan pakaian.     

"Ka—kau ti—ti—" Dengan tubuh gemetar, Toma menunjuk-nunjuk wajah Vasile. Wajahnya merah padam dan telinga serta ekornya berdiri tegak dengan bulu-bulu yang menajam seperti duri. Mulutnya membuka dan menutup, tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.     

Merasa Toma begitu lucu, Vasile tertawa kecil dan mencubit pipi pria itu dengan gemas.     

"Aku masih ada urusan. Tidurlah dulu, ok?" pesannya seraya mendaratkan kecupan singkat pada rambut Toma.     

Kemudian, Vasile berjalan keluar dari kamar dan menutup kembali pintunya. Suasana hatinya menjadi riang, berpikir bahwa, sepertinya ada sedikit perkembangan yang menyenangkan dalam hubungan percintaannya. Ia mulai berharap bisa melihat akhir yang indah dalam hubungan ini. Kecurigaannya berangsur-angsur hilang digantikan dengan harapan tanpa tahu kemungkinan ia akan kecewa di kemudian hari….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.