This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Keputusan Para Pelayan



Keputusan Para Pelayan

0Ruang makan kediaman dipenuhi dengan suasana yang tegang. Meja panjang di tengah ruangan itu dikelilingi oleh tujuh pelayan pribadi Luca – Vasile, Ecatarina, Daniel, Daniela, Victor, Albert, dan Lonel, masing-masing duduk di sebuah kursi dengan sandaran tinggi yang memiliki gaya dan ornamen yang seragam dengan meja.     
0

"Tidak kusangka … Tuan Luca benar-benar turun dari posisinya dengan semudah itu?" Victor berkomentar dengan heran pada cerita yang disampaikan Vasile dan Ecatarina kepada mereka.     

Tidak hanya Victor, yang lain pun heran. Sejujurnya, mereka juga tidak bisa percaya karena mereka tahu rencana-rencana yang masih ingin Tuan mereka lakukan untuk membangun kaumnya menjadi lebih baik lagi. Tentunya Luca tidak akan semudah itu membiarkan keputusan ini, setidaknya sebelum ia menyelesaikan rencananya. Lagi pula, masih banyak masalah di dalam keluarga masing-masing yang membuat Luca tidak bisa mempercayakan posisinya kepada orang lain untuk sementara waktu.     

Tuan mereka benar-benar mengkhianati pemikiran mereka, dengan cara yang baik tentunya.     

Sudah beberapa ratus tahun sejak mereka menginginkan Luca turun dari posisi ini, terutama sejak sikap para petinggi yang mulai haus oleh kekuasaan dan kebencian kepada Luca. Hanya saja, mereka tidak menyuarakan keinginan ini akibat pemikiran mereka itu. jika mereka tahu sang tuan akan semudah itu melepaskan posisi ini, mereka akan lebih dulu memintanya turun sebelum para petinggi itu yang menyeretnya.     

"Mengenai apa yang dikatakan Tuan Luca … bagaimana menurut kalian?" tanya Vasile setelah beberapa saat hening.     

Beberapa saat yang lalu, ketika Luca baru kembali ke kediaman, ia mengumpulkan semua pelayan ke dalam ruangannya….     

"Aku sudah tidak berada di posisi di mana aku harus menetap di satu tempat ini. Dalam beberapa tahun kemudian, setelah aku bisa memastikan kota ini aman di tangan pemimpin baru, aku bermaksud pergi ke tempat lain. Oleh karenanya, aku bermaksud melepas kontrak kalian sebagai pelayanku. Mulai dari sekarang, putuskanlah ke mana kalian mau pergi. Saat kalian sudah memutuskannya, datanglah kepadaku dan aku akan melepas kontrak ini."     

Begitulah yang disampaikan Luca kepada mereka semua.     

Selama ini, mereka terhubung kontrak tanda dengan Luca Mocanu. Maksudnya kontrak tanda adalah hubungan yang terbentuk dengan meletakkan lambang keluarga Luca pada bagian tubuh mereka setelah melakukan sumpah khusus. Dengan kontrak ini, energi sihir mereka dilipatgandakan kekuatannya, mereka pun tidak lagi menua seperti Tuan mereka, dan kecepatan penyembuhan luka mereka sangatlah tinggi. Bedanya dengan tanda janji pada Mihai adalah mereka tidak berbagi nyawa dengan sang Tuan dan kontrak mereka dapat dipatahkan tanpa efek samping apa pun. Mereka hanya akan kembali menua saja seperti incubus biasa.     

"Apa maksudmu bagaimana?" balas Ecatarina seraya menyeruput teh hangatnya.     

Daniel dan Daniela mengikuti mama mereka dengan menyeruput susu di dalam cangkir mereka masing-masing.     

"Apa yang akan kalian lakukan? Kalian benar-benar akan melepas kontrak ini dan pergi?"     

Ketujuh pelayan itu merenung, memikirkan hal itu.     

Mereka sudah hidup terlalu lama sehingga umur panjang bukanlah sesuatu yang luar biasa ataupun menggiurkan lagi. Jika mereka bisa mati, mereka ingin menghabiskan sisa hidup mereka dengan menyelesaikan keinginan mereka yang belum terpenuhi dan mati dengan tenang. Namun….     

"Walaupun Tuan Luca menyerahkan posisinya begitu saja, bukan berarti petinggi-petinggi itu akan melepaskan Tuan dengan mudah," ujar Victor yang mendapatkan anggukan setuju dari yang lain.     

"Banyak yang menginginkan keabadian Tuan dan rela mengejarnya hingga mati. Aku tidak yakin mereka akan menyerah hanya karena Tuan turun dari posisinya," tambah Lonel dengan lesu. Ia sesekali menguap karena hari sudah cukup larut saat itu.     

"Aku khawatir. Tuan terlalu mengabaikan keadaannya hanya karena ia sudah tidak memiliki perasaan dan tidak akan mati. Siapa yang akan mengurusnya jika kita pergi?" Albert menghela napas. Matanya tertunduk ke bawah, penuh kecemasan.     

"Mihai juga tidak bisa diandalkan! Ya kan El?"     

"Betul sekali, Ela!"     

Senyum tipis terlukis di wajah Vasile. "Jadi … sudah diputuskan?"     

Masing-masing dari mereka mengangguk sebagai jawaban. Senyum juga ikut merekah di wajah mereka masing-masing.     

"Belum saatnya kita pergi." Ecatarina tertawa lembut.     

Jam dinding besar di dalam kediaman berdentang, menunjukkan bahwa hari sudah berganti. Tersugesti oleh bunyi itu, para pelayan mulai menguap satu per satu.     

Ecatarina menepuk tangannya sekali dengan ringan untuk mengarahkan perhatian padanya. "Baiklah, mari kita istirahat. Besok kita harus bekerja."     

Dengan satu kalimat itu, semuanya bangun dari kursi dan mulai berjalan menuju kamar masing-masing di lantai dua.     

"Vasile."     

Sebelum Vasile keluar dari ruang makan, Victor menghentikannya.     

"Hm?"     

"Tadi siang, kau pergi ke area half-beast kan?"     

Vasile mengangguk kecil. Ia merasa, ia tahu apa yang ingin dikatakan Victor jadi ia kembali membuka suara. "Jika kau bertanya mengenai Kepala kaum mereka, kudengar ia sedang sakit."     

"Benarkah? Kau melihat sosoknya?" Victor mengernyit dalam, terlihat memikirkan sesuatu.     

"Tidak. Memangnya mengapa?"     

Terlihat sedikit ragu, akhirnya Victor menggeleng kecil. "Tidak ada apa-apa. Selamat tidur," ujarnya singkat lalu mendahului Vasile keluar dari ruang makan, meninggalkan Vasile yang masih menatap punggung rekannya itu dengan penuh selidik.     

*****     

Toma menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dengan kesal. 'Sialan! Mengapa jadi begini?!'     

Luca Mocanu tidak lagi menjadi kepala kaumnya. Lalu, untuk apa dia ada di sini?! Setelah ia sudah memutar otaknya untuk membuat rencana. Sekarang semuanya sia-sia.     

'Apa aku pergi dari sini dan membuat rencana lagi untuk membunuh kepala yang baru?'     

Namun, tentu saja ia tidak bisa melakukannya. Yang bisa ia buka hanyalah pintu kamarnya dan pintu lorong kamar pelayan ini. Tidak ada jalan baginya untuk kabur. Artinya, ia tidak punya harapan untuk mengubah targetnya!     

"Hah…." Jika ia tahu akan jadi begini, ia tidak akan mendekati Vasile untuk memasuki kediaman ini.     

Sekarang, ia benar-benar menyesali perbuatannya.     

Bukannya membantu kaumnya mendapatkan kebebasan, ia bahkan terperangkap di dalam tempat yang penuh dengan musuhnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Ini buruk! Sangat buruk!     

Apa lagi, di permukaan, alasannya berada di sini adalah....     

Kriett….     

Pintu kamar terbuka dan Vasile berjalan masuk ke dalam kamar. "Oh? Kau belum tidur?" tanyanya ketika mendapati Toma yang berbaring dengan mata terbuka.     

Mendengar suara itu, Toma bangun dengan cepat. ia langsung menaikkan pengawasannya. "Be—belum," jawabnya singkat.     

Incubus yang paling mengancam sudah kembali! Ya, mengancam keperawanannya! Apalagi, tadi ia sudah berlagak seperti menyukai paman ini.     

Firasat buruknya sangat tepat karena Vasile memang memikirkan itu. Awalnya, Vasile tidak berharap bisa melakukan sesuatu hari ini karena ia yakin ia belum kembali sebelum tengah malam dan yakin juga Toma pasti sudah tidur. Namun, melihat Toma yang masih bangun menggelitik nafsunya.     

"Toma," panggilnya lembut.     

Toma langsung merinding. 'Gawat!' Pikirnya yang refleks mendekatkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur yang paling jauh dari Vasile. "A—apa?"     

Vasile tertawa kecil, merasa apa yang dilakukan Toma itu sangat lucu. Dengan gerakan cepat, ia sudah berada di atas tempat tidur dan dengan satu hentakan, Toma sudah berada di bawahnya.     

"Wuah! Le—lepa—mm!"     

Bibirnya dibungkam oleh bibir Vasile. Toma ingin meronta tapi ia segera tersihir oleh sepasang mata yang menyala di atasnya.     

'Ah … gawat…. Aku tidak bisa kabur!'     

Entah efek dari ciuman yang nikmat atau kemampuan dari mata incubus itu, bagian bawah tubuh Toma mulai bereaksi. Tidak butuh waktu lama untuknya kehilangan segala akal sehat dan tenggelam dalam lautan nafsu yang pekat….     

'Ini … ternyata tidak buruk juga….'     

*****     

Liliane tersentak dari lamunannya ketika merasakan pergerakan lembut di atas tempat tidur. Ketika ia menoleh, ia melihat sebuah sosok yang berdiri di samping tempat tidur.     

"Mihai?" panggil Liliane, ingin menanyakan apa yang sedang ia lakukan tapi pada akhirnya behenti.     

Ada yang aneh dengan sosok itu. itu adalah Mihai, tapi siluetnya sedikit berbeda.     

Akibat ruangan yang gelap, Liliane mendekatkan dirinya pada sosok Mihai agar dapat melihat dengan lebih jelas. "Mihai?"     

Mendengar namanya dipanggil, sosok itu dengan pelan menoleh. Sepasang mata kosong menatap Liliane. Sebelahnya bercahaya pink. Di atas rambutnya yang sedikit acak, sepasang telinga besar terkulai lemas – bukan bentuk telinga yang seharusnya dimiliki oleh spesies harimau. Di samping setiap telinga, terdapat sebuah tanduk ramping tumbuh memanjang ke atas. Pada area bokongnya, terdapat sepasang ekor berbulu lebat.     

Liliane terbelalak. 'Sosok ini….'     

Mihai sedikit memiringkan kepalanya. Ia tidak lagi mendengar seseorang memanggil namanya, jadi tidak lama kemudian, ia mulai berjalan menuju pintu kamar, membukanya, dan keluar dari kamar dengan langkah yang pelan tapi kokoh dan pasti.     

Liliane segera mengikutinya dari belakang.     

Mihai berjalan menyusuri lorong yang gelap gulita. Setelah beberapa saat, ia berhenti tepat di depan sebuah pintu.     

Tanpa ragu-ragu, ia memutar gagang pintu.     

Kamar itu hanya diterangi oleh lampu tidur yang memancarkan cahaya kuning redup.     

Mihai berhenti di kusen pintu dan menoleh pada tempat tidur besar yang berada di bagian kanan kamar. Di atas tempat tidur itu, Luca berbaring dengan mata terpejam erat. Dengkuran halus memenuhi ruangan itu.     

Setelah hampir satu menit berlalu, Mihai melangkah mendekati tempat tidur. Liliane mengamati dalam diam, menduga-duga apa yang sedang ingin Mihai lakukan.     

Langkah itu berhenti tepat di samping Luca. Mihai menundukkan kepalanya dan sepasang mata kosong itu menatap lurus pada wajah Luca.     

Entah itu adalah ilusi atau kenyataan, Liliane merasa melihat suatu perubahan di wajah Mihai yang datar. Seperti, ada kilatan perasaan rumit yang muncul di sepasang mata kosongnya.     

Waktu terus berjalan dan Mihai masih berdiri diam, menatap wajah Luca. Entah berapa lama telah berlalu ketika akhirnya tangan Mihai bergerak.     

Kedua tangannya mengelus pelan wajah Luca. Punggungnya membungkuk hingga wajahnya hanya berjarak beberapa sentimeter.     

"Luca…," gumamnya dengan suara yang sepenuhnya berbisik.     

Pelan-pelan, ia memejamkan matanya dan mengecup bibir Luca dengan lembut….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.