This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Bayangan Sesosok Pria Misterius



Bayangan Sesosok Pria Misterius

0["Luca…."]     
0

["Hm?" Ia yang sedang menatapi bulan purnama mengubah arah pandangannya, menangkap sebuah sosok yang duduk di sampingnya. Sosok itu mengenakan pakaian berkerah panjang dan lengan lebar sederhana yang diikat dengan ikat pinggang kain serta celana kain senada yang lebih lebar dari ukuran kaki sebenarnya. Pada bagian buntutnya, sebuah ekor berbulu coklat melambai ke sana kemari, menyapu genteng atap rumah yang sedang mereka duduki sekarang ini.]     

[Ia berusaha mengangkat arah pandangnya untuk melihat wajah sosok itu dengan lebih jelas tapi seberapa besar kekuatan yang ia kerahkan, arah pandangnya tidak bergerak sama sekali. Sosok itu hanya terlihat jelas hingga area lehernya. Di atas area lehernya, semuanya kabur.]     

[Namun, entah mengapa, ia merasa tahu dengan jelas mengenai identitas sosok itu dan sekarang sosok itu sedang tersenyum bodoh, penuh dengan kebingungan. Dadanya berdenyut sesak penuh dengan perasaan yang campur aduk antara marah dan rindu. Namun, ia berusaha mempertahankan ekspresi dingin di wajahnya.]     

["Apa yang kau inginkan dengan datang ke sini? Mengambil nyawaku?" Bola matanya berputar kesal sambil berdengus kasar tapi hatinya sakit seperti kata-kata yang ia lontarkan telah berbalik menusuk dan melukainya.]     

[Di sampingnya, sosok itu hanya diam, tidak menyetujui maupun menyangkal. Sosok itu hanya menatap pada satu arah. Jejak samar rasa sakit terpancar dari pandangannya itu.]     

['Aneh … seharusnya aku tidak bisa melihat matanya….' Tapi ia benar-benar merasa mengetahui arah pandang mata sosok itu dan ia pun mengikutinya, menemukan bahwa mata itu memandang tangannya yang terbalut perban, sepertinya terluka.]     

['Ah … tanganku terluka karena aku bertarung dengan mereka….' Pikirnya tapi ia tidak bisa mengingat siapa itu mereka.]     

["Maaf…."]     

[Suara sosok itu kembali menarik perhatiannya. Sosok itu menunduk dalam, terlihat sangat-sangat sedih.]     

[Ia terdorong untuk mengelus kepala sosok itu, memberikannya penghiburan. Akan tetapi, yang muncul dipermukaan hanyalah sebuah sindiran sinis. "Maaf? Sepertinya aku sedang mabuk dan berhalusinasi! Betapa menakjubkan!"]     

[Sosok itu terdiam sejenak dan akhirnya tertawa kosong, berusaha terdengar mencemooh tapi sosok itu tidak tahu bahwa ia bisa menangkap kesedihan yang berusaha sosok itu sembunyikan. "Kau benar. Sepertinya aku juga telah mabuk dan mengucapkan omong kosong," ujarnya dingin seraya berdiri dari posisi duduknya.]     

[Luca merasakan sakit yang semakin kuat di dadanya. Ia ingin menghentikan sosok itu tapi tidak bisa, ia tidak boleh merusak segala pengorbanan ini….]     

[Namun, ketika ia melihat sosok itu mulai menjauh, ia tidak bisa menghentikan dirinya untuk mengulurkan tangan, berusaha untuk menggapai sosok itu….]     

['Tunggu … jangan pergi….']     

"Tunggu!"     

Tangan yang terulur tinggi memasuki pandangan Luca. Pemandangan langit malam yang dihiasi bulan purnama itu berubah menjadi langit-langit putih kamar tidurnya. Napasnya sedikit berat dan bulir peluh jatuh menyusuri dahinya.     

'Mimpi…?'     

Luca mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa ia memang baru saja bangun dari mimpinya.     

Aneh … sangat aneh karena Luca sudah lama tidak bermimpi. Mungkin sejak … ia mendapatkan keabadiannya ini.     

["Luca…."]     

Suara sosok yang berada di dalam mimpinya itu kembali terngiang. Luca mengernyit dalam. Ia tidak tahu mengapa tapi kemunculan sosok itu di dalam mimpinya membuat sesuatu hal yang aneh tumbuh di dalam dirinya, yang tidak dapat ia gambarkan hanya dengan kemampuan otaknya.     

Luca menepis sosok itu dari benaknya dan hendak bangun untuk mengambil minum, ketika sepasang telinga oranye berloreng hitam mencuat dari balik selimut yang berada tepat di sampingnya. Selimut itu sedikit menggembung dan separuh wajah seorang pria yang telah mengganggu Luca bagaikan mimpi buruk itu terpampang dari balik selimut.     

Refleks, Luca menendang tubuh itu.     

"NYAAAA!"     

Bunyi benda berat dan tumpul jatuh menggema dengan sangat keras.     

"Auuww! Sakit! Berani-beraninya mengganggu tidurku!" Mihai langsung bangun dari lantai sambil mengusap kepalanya yang menubruk lantai dengan sangat kuat.     

Mihai sudah mau mengajak orang itu berantem ketika ia bertemu pandang dengan Luca.     

Luca, "..."     

Mihai, "..."     

Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar.     

"Tuan! Apa ada—"     

"Wuahhh! Kenapa kau ada di dalam kamarku?!" teriak Mihai menyela seruan Vasile yang buru-buru memasuki kamar akibat teriakan aneh dan bunyi barang jatuh yang menggema hingga lantai bawah kediaman itu.     

Luca mengernyit semakin dalam. Matanya menyipit tajam, menusuk Mihai hingga ke tulang. "Itu seharusnya pertanyaanku. Mengapa kau ada di dalam kamarku?"     

Mihai mengerjap-ngerjap bingung. Matanya menyusuri perabotan kamar itu dan menyadari bahwa itu bukanlah kamarnya.     

"Hm?! Kenapa aku ada di sini?!" Mihai menatap bingung pada Luca, meminta jawaban.     

"Mana kutahu! Cepat keluar dari sini!" Tanpa sadar, Luca meninggikan suaranya. Kepalanya sedikit berdenyut akibat suara Mihai yang melengking dan menusuk telinga.     

Berurusan dengan Mihai tepat setelah ia bangun tidaklah baik bagi kesehatannya. Jika ia tidak menahan diri, ia sudah melempar Mihai keluar dari beranda kamarnya lagi.     

Mihai juga tidak ingin berlama-lama di sini. Namun, ia terlalu kesal akan Luca yang semena-mena dan bersumpah tidak akan mematuhi perintah itu. "Hmph! Pasti kau yang diam-diam membawaku ke sini kan? Apa? Ternyata kau sangat ingin tidur bersamaku?" Sebelah sudut bibirnya terangkat tinggi, memperlihatkan senyuman yang sangat-sangat menyebalkan.     

"Omong kosong. Itu adalah perkataanku. Kau selalu mengingkari janjimu. Bukankah karena kau yang ingin tidur bersamaku?" Di dalam dirinya, Luca tahu ia tidak boleh berdebat karena hanya akan membuat runyam masalah ini. Namun, ia tidak bisa mengabaikan perkataan Mihai itu.     

"Haa?! Siapa yang mau tidur bersamamu!"     

Vasile berdiri bengong di kusen pintu, menonton pertengkaran mulut di hadapannya. Dilihat dari apa yang mereka katakan, Vasile bisa menduga apa yang sedang terjadi.     

'Tapi … ini mengejutkan.' Ia tidak percaya bahwa Luca tidak menyadari Mihai yang menyelinap ke kamarnya sementara Luca bahkan bisa mengetahui kapan dan berapa jumlah nyamuk yang memasuki kamarnya sendiri walaupun sedang tidur.     

"Gh! Brengsek! Kubilang aku tidak menyelinap ke sini. Kau yang mencari kesempatan dalam kesempitan kan? Ngaku saja, sialan!"     

"Siapa yang sudi membawamu ke sini! Tidak ada satu pun bagian dari dirimu yang membuatku tertarik untuk melakukan hal itu!"     

Suasana yang panas tiba-tiba menjadi dingin bagaikan gunung es.     

"?" Seperti ada sesuatu yang menusuk dada Luca tapi tidak ada yang melakukan pergerakan di sekelilingnya. Rasanya, ia pernah merasakan ini beberapa saat yang lalu tapi Luca tidak bisa mengingat kapan tepatnya.     

Dari pada itu, ia lebih bingung lagi dengan Mihai yang tiba-tiba diam seribu bahasa. 'Ada apa dengannya?' Luca tidak paham. Namun, ini lebih baik dari pada mendengar teriakan Mihai yang tidak sehat bagi telinga.     

Sementara itu, Mihai mengepalkan tangannya yang gemetar dengan sangat kuat.     

Vasile tidak melewatkan pergerakan itu. Alarm bahaya berdengung di otaknya. 'Tuan, kata-kata Anda sudah kelewatan!' Walaupun keduanya tidak saling mencintai pun, setidaknya, Mihai tetaplah berstatus istri dan Luca telah menyinggung perasaan Mihai.     

Ia siap-siap menahan Mihai jika pria itu benar-benar akan menonjok Luca, mengetahui bahwa sang tuan pastinya tidak akan tahu konsekuensi dari perkataannya tadi.     

Tidak ia sangka, Luca akan memperparah kondisi yang ada. "Keluarlah cepat! Aku tidak mau melihat wajahmu lagi!" usirnya seraya bangun dari tempat tidur, hendak siap-siap untuk mandi.     

'TUAN!!' Vasile berteriak histeris di dalam hati. Ia bisa merasakan aura panas yang muncul di sekitar tubuh Mihai.     

Vasile merasa bisa melihat bayangan kamar ini yang menjadi kacau balau akibat pelampiasan amarah dari Mihai.     

"DAAAAA!!"     

"?!" Telinga Mihai berdiri tegak ketika mendengar teriakan putra kecilnya. "Livi?!" Menyadari bahwa Liviu menangis, Mihai langsung melupakan kemarahannya dan berlari keluar kamar, menuju kamarnya sendiri di mana Liviu berada.     

Semuanya terjadi begitu cepat hingga Vasile membutuhkan beberapa saat untuk mencerna apa yang sedang terjadi dan akhirnya dapat menghela napas lega. Kamar Tuannya selamat dari bencana.     

Luca tidak menghiraukannya dan mulai mengambil pakaian baru ketika menyadari Vasile masih berdiri di ambang pintu dalam diam. "Ada apa, Paman?"     

Tersadar, Vasile segera mengingat tujuannya datang ke kamar ini. Selain untuk memastikan tidak ada bahaya yang terjadi dengan Luca, ia juga datang untuk menyampaikan surat yang sampai di kotak pos kediaman pagi ini.     

Setelah menutup pintu rapat-rapat, ia menjelaskan isi surat tersebut. "Silver Mocanu yang mengirimkan surat ini. Ia mengatakan bahwa kemungkinan besar, asal muasal energi sihir yang dimiliki oleh half-beast adalah pil sihir yang diproduksi oleh Keluarga Udrea dan ini ada hubungannya dengan Keluarga Stoica dan Olteanu."     

Luca berpikir sejenak lalu mengulurkan tangannya. "Berikan suratnya."     

Surat itu berisi penjelasan mengenai apa yang terjadi dan alasan mengapa pil itu dibuat serta penjelasan jelas mengenai cara kerja pil itu. Setelah membaca seluruhnya, Luca melipat surat itu dan mengembalikannya ke tangan Vasile. "Paman, sampaikan pada Silver untuk mengawasi pergerakan Kepala keluarga Olteanu dan Stoica. Jika apa yang mereka lakukan benar-benar membahayakan kaum kita, aku yang akan turun tangan."     

"Baik!"     

Vasile memasukkan surat itu kembali pada amplopnya. Sebelum keluar dari kamar, ia teringat akan satu pesan lagi pada secarik kertas kecil yang dikirim bersama dengan surat tadi. "Satu lagi, Silver bilang bahwa, 'mereka' bertambah dua lagi … 'mereka' ini…." Vasile ingin memastikan tapi ketika melihat wajah tidak sedap Luca, ia yakin akan identitas 'mereka' ini sesuai dengan apa yang ia pikirkan.     

Luca mengangguk kecil. "Paman sudah boleh pergi," ujarnya singkat sebelum masuk ke dalam kamar mandi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.