This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Lagi-Lagi Ingkar Janji!



Lagi-Lagi Ingkar Janji!

0Mihai menusuk daging di piringnya dan memasukkannya ke dalam mulut dengan kasar. Siapa pun yang melihatnya akan tahu bahwa ia sedang dalam suasana hati yang sangat-sangat buruk.     
0

Pada lehernya, Liviu menempel lekat-lekat. Untuk kedua kalinya bayi kecil itu bangun tanpa keberadaan Mihai di sampingnya membuat ia semakin trauma. Jadi, ia bersumpah tidak akan melepaskan Mihai setidaknya hari ini.     

Matanya menatap masakan yang sedang dimakan Mihai lekat-lekat. Aroma sedap makanan itu membuat air liurnya menetes. Sayangnya, gigi Liviu belum tumbuh jadi ia belum bisa makan makanan yang padat seperti ini.     

"Agh!" Mihai menusuk potongan daging lainnya dengan lebih sadis lagi hingga potongan daging itu terbagi menjadi dua.     

Liviu terlonjak kaget. "Da?" tanyanya sedikit takut.     

Mihai tentunya tidak paham apa yang ingin ditanyakan Liviu jadi ia tidak menjawab. Sebaliknya, gerutuan panjang meluncur keluar dari mulutnya yang sedang mengunyah daging panggang itu. "Sialan si muka suram itu! Lagi-lagi dia tidak makan pagi bersama!"     

Ia sudah menunggu kedatangan Luca hingga akhirnya terlalu lapar untuk menunggu lagi.     

Sekarang, ia ingin memperlakukan suaminya itu seperti apa yang ia lakukan pada daging-daging malang di piringnya.     

Tidak ingin papanya terlalu stress, Liviu menepuk-nepuk pipi Mihai dengan pelan seperti halnya yang dilakukan Mihai ketika Liviu sedih. "Da…."     

Menyadari maksud putra kecilnya, Mihai menepuk kepala Liviu dengan lembut menggunakan tangan kirinya, tapi tangan kanannya masih tidak berhenti menusuk daging dengan sadis. "Terima kasih Livi, tapi aku benar-benar ingin mencincangnya sekarang!"     

Tidak tahan lagi, ia akhirnya mengambil potongan terakhir daging itu lalu berlari keluar dari ruang makan.     

Di saat yang sama, Albert berjalan keluar dari dapur, membawa hidangan tambahan ketika melihat Mihai yang sudah meninggalkan meja makan dan hanya menghabiskan satu piring makanan dari sekian banyak lauk dan sayur yang disajikan. "Mihai—" panggil Albert segera tapi sudah terlambat.     

Mihai tidak lagi mendengar suaranya.     

"Apa terjadi sesuatu?" Albert mengerjap-ngerjap bingung, bertanya-tanya mengapa Mihai terlihat tergesa-gesa seperti itu.     

Ia meletakkan hidangan baru yang masih hangat ke atas meja dan hendak membersihkan piring yang telah kosong ketika….     

"EH?!"     

Hanya setengah dari piring itu yang terangkat oleh tangan Albert sementara setengahnya lagi masih terletak di atas meja.     

'Piringnya pecah jadi dua!' Albert hampir tidak mempercayai penglihatannya.     

Lantaran, piring itu terbuat dari bahan yang bagus dan kuat. Bahkan, tidak akan dengan mudah pecah. Dan benda yang begitu kuat itu sudah retak dan pecah tanpa ada insiden apa pun yang memicu terjadinya kerusakan.     

Albert mengambil pecahan satunya dan memindahkan pandangannya dari satu bagian piring ke bagian piring yang lain. "Apa yang sebenarnya terjadi?"     

Tidak terpikirkan olehnya bahwa ini adalah berkat Mihai yang terlalu marah dan tanpa sadar merusak piring tersebut dengan hentakan garpunya….     

*****     

Mihai menaiki tangga menuju lantai dua dengan hentakan kaki yang keras. Tanpa pikir panjang, ketika ia sampai di lantai dua, ia berbelok menuju pintu ruang kerja Luca. Dengan satu kali hentakan, pintu itu terbuka dengan kasar. Untungnya kali ini, pintu itu tidak lepas dari engselnya dan melayang ke bagian dalam ruangan.     

"Woi muka su … ram…."     

Tidak ada siapa pun di dalam ruangan itu.     

'Hm? Di mana dia?'     

Berpikir sejenak, Mihai melangkah besar-besar menuju kamar Luca dan dengan kekuatan yang sama besarnya, ia membuka pintu kamar.     

"Woi muka…." Mihai kembali terdiam.     

Sama seperti ruang kerja, ruang kamar pun tidak dihuni oleh siapa pun sekarang.     

Mihai berusaha memikirkan ruangan lain yang mungkin dimasuki oleh Luca tapi tidak ada yang muncul di otaknya. Lagi pula, ia tidak mengetahui ruangan apa saja yang ada di dalam kediaman ini dan ia pun tidak sedekat itu dengan Luca hingga dapat mengetahui ruangan atau kegiatan seperti apa yang akan dilakukan pria itu.     

"Mihai, kau mencari Luca?"     

Mendengar namanya dipanggil, Mihai refleks menoleh. "Wuaahhh!" teriaknya ketika melihat Liliane yang melayang-layang di dekatnya. Ia sudah hampir melupakan keberadaan hantu wanita yang mengaku sebagai ibu Luca itu.     

Liliane pura-pura mengerucut bibirnya, terlihat tidak puas. "Bisakah kau bereaksi biasa saja. Aku merasa tersakiti melihat reaksimu yang seperti melihat sesuatu yang menyeramkan. Padahal yang muncul di hadapanmu ini adalah sosok cantik yang mempesona," gerutunya dengan nada yang sedikit berlebihan.     

Faktanya, sebenarnya ia sangat menikmati respon kaget Mihai dan sengaja membuat pria itu terkejut.     

"Kau memang menyeramkan!" seru Mihai dengan sangat jujur membuat bibir Liliane hampir menyeringai tapi ia menahan diri dan pura-pura semakin marah.     

"Huh! Padahal aku dengan baik hati mau memberitahumu keberadaan Luca. Ah! Gak jadi deh!" Liliane membalikkan badannya dan melayang pergi dengan wajah ngambek serta kedua tangan terlipat erat di depan dada.     

Mihai buru-buru berlari ke depan Liliane dan berusaha menghentikannya. "Tunggu! Tunggu! Kau tahu si muka suram di mana?"     

"Hmph! Aku tidak akan memberitahumu!" Liliane membuang muka lalu terbang menembus tubuh Mihai.     

Mihai merinding oleh rasa dingin yang ia rasakan ketika ditembus oleh Liliane. Rasa takut menyergapinya tapi prioritasnya sekarang adalah mencari Luca. Jadi, ia menelan seluruh rasa takutnya itu dan kembali berhenti di depan Liliane. "Ma—maafkan aku! Kau tidak menyeramkan. Kau adalah wanita yang cantik dan mempersona jadi tolong beritahu aku keberadaan si muka suram!"     

Mendengar itu, Liliane berhenti. Bibirnya melengkung ke atas dengan sempurna dan hatinya tertawa terbahak-bahak. "Baiklah! Aku akan memberitahumu. Luca ada di perpustakaan di seberang ruang kerjanya—"     

"Oh! Terima kasih!" Tanpa pikir panjang, Mihai segera melesat menuju ruang perpustakaan yang disebut, tidak menyadari Liliane yang belum selesai berucap.     

Pintu ruang perpustakaan terpampang jelas di seberang ruang kerja Luca. Ketika melihat pintu itu, Mihai langsung memutar gagang pintunya dan mendorong pintu itu dengan kuat, tapi….     

"Eh?! Kenapa tidak gerak?"     

Pintu itu tidak terbuka sama sekali.     

Mihai mengecek gagang pintunya dan tidak menemukan lubang kunci di sana. Mengira engsel pintunya macet, Mihai mengumpulkan seluruh tenaga dan mendorong pintu itu kuat-kuat. Namun, tidak ada perubahan yang terjadi pada pintu tersebut.     

Geram, Mihai menggedor-gedor pintu itu sambil berteriak, "Woi! Muka suram! Kau ada di dalam?! Cepat buka! Woi!"     

Tentunya tidak ada jawaban. Mihai mulai meragukan pintu itu.     

"Mihai!" Liliane segera mengejarnya.     

Melihat sosok wanita itu, Mihai langsung memprotes. "Bibi membohongiku?! Pintu ini sama sekali tidak bisa dibuka padahal tidak ada lubang kuncinya!     

"Makanya dengarkan dulu perkataan orang lain sampai akhir! Dasar!"     

"Eh? Memangnya masih ada lanjutannya?"     

"Ada! Aku bilang Luca memang ada di dalam tapi pintunya dikunci dengan sihir khusus yang hanya bisa dibuka oleh Luca dan Vasile. Jadi, kalau kau mau masuk ke dalam, kau harus minta Vasile untuk membukanya."     

"Oh! Kalau begitu, kasih tahu dari tadi dong! Baiklah! aku akan pergi mencari Si Paman." Begitu mengetahui caranya, Mihai langsung melesat pergi meninggalkan Liliane yang hanya bisa menggeleng-geleng pasrah.     

"Sudah kubilang, aku mau memberitahumu dari awal tapi kau yang tidak dengar … hah…."     

*****     

Di dalam perpustakaan….     

Luca mendengar panggilan kasar dari Mihai dan seketika itu juga alisnya berkerut dalam. Jika ia tidak salah menilai pikirannya sendiri, ia tahu ia benar-benar sangat tidak menyukai Mihai hingga mencapai level akut atau bahkan kronis.     

Ia langsung mengabaikan suara Mihai dan kembali fokus pada buku yang sedang ia baca. Namun, tiba-tiba, Mihai berhenti dan berbicara kepada seseorang.     

"…Bibi…."     

'Siapa itu?'     

Walaupun ia tidak mempedulikan Mihai, ia tetap menyadari bahwa Mihai tidak memanggil siapa pun yang berada di dalam kediaman itu dengan panggilan Bibi. Luca menajamkan pendengarannya menggunakan sihir tapi seberapa tajam sihirnya pun, ia hanya bisa mendengar suara Mihai yang sedang berbicara sendiri.     

Luca mengernyit dalam. 'Apa dia menjadi gila dan berhalusinasi?'     

"Oh! Kalau begitu, kasih tahu dari tadi dong! Baiklah! aku akan pergi mencari Si Paman." Mihai berseru riang dan terdengar langkah kakinya yang dengan cepat menjauh.     

'Gawat!' Pikiran Luca langsung berubah arah ketika ia menyadari Mihai akan pergi mencari Vasile. Ia menghubungi Vasile secepatnya dengan telepati.     

"Ada apa, Tuan?"     

"Sembunyikan diri Paman. Jangan sampai Paman tertangkap oleh Mihai!"     

Di sisi lain, Vasile mengerjap-ngerjapkan matanya bingung sekaligus haru. Bingung karena tiba-tiba ia harus bersembunyi seperti bermain petak umpet dengan Mihai. Haru karena sudah lama ia tidak mendengar tuannya yang seperti cemas dan terburu-buru – bagaikan memiliki perasaannya kembali.     

"Pokoknya jangan biarkan dia menemukan Paman dan meminta Paman membuka pintu perpustakaan!" pinta Luca lagi sebelum memutuskan sambungan telepati.     

Belum sempat Vasile bisa mencernanya, suara Mihai menggema tidak jauh dari tempatnya berada.     

"Paman Vasile!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.