This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Perintah dan Peluang



Perintah dan Peluang

0Toma duduk di atas tempat tidur dengan kedua tangan menopang kepalanya yang tertunduk dalam. Ia baru saja bangun dan mendapati tubuhnya yang tidak terbalut sehelai benang pun, membuat ia mengingat kejadian tadi malam di mana ia lagi-lagi terlena oleh godaan incubus.     
0

Hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek lubang belakangnya. Untungnya lubang itu masih belum kehilangan keperawanannya membuat ia menghela napas lega.     

Namun, kelegaannya itu tidak bertahan lama ketika suatu kalimat melintasi benaknya....     

['Ini … ternyata tidak buruk juga….']     

"Wuaahhh!!" Wajahnya langsung merah padam.     

'Apa yang kupikirkan?!' Toma memukul-mukul kepalanya dengan kesal.     

Ketika ia memikirkan hal itu, ia sedang dalam godaan incubus sehingga kepalanya tidak dapat berpikir dengan baik. Namun, tetap saja … ia tidak bisa menerima dirinya yang menganggap perlakuan tidak senonoh dengan incubus itu dapat membuatnya merasa nikmat!     

'Ya! Bagaimana bisa aku menyukainya disaat pasanganku adalah makhluk yang sangat aku benci?!'     

Semakin ia memikirkannya, semakin ia ingin memutar kembali waktu dan menampar dirinya saat itu serta Vasile sang pelaku. Akan tetapi, tidak mungkin ia bisa melakukannya sehingga rasa frustrasinya semakin tinggi.     

"Aghh! Sudahlah!" Merasa akan gila, ia akhirnya memutuskan untuk melupakan semuanya dan mandi.     

Ia bergerak menuju rak tak berpintu di samping tempat tidurnya yang berisi pakaian miliknya dan mengambil sepasang pakaian kasual secara acak. Di saat yang sama, ia baru menyadari bahwa walaupun ia belum mandi, tubuhnya sudah bersih dari cairan-cairan lengket jahanam yang tertembak akibat perlakuan tidak senonoh tadi malam. Sepertinya, Vasile dengan baik hati membersihkan tubuhnya hingga rasa lengketnya pun tidak tersisa.     

'Apanya yang baik hati?!'     

Toma merasa ia telah pelan-pelan dicuci otak oleh Vasile. Hal ini membuatnya sedikit takut.     

Habisnya, ia tidak percaya pada dirinya yang dapat berpikir bahwa Vasile baik hati! Dia itu incubus! Tidak mungkin ada incubus yang baik hati!     

Sepertinya ia benar-benar butuh air dingin dari shower untuk menjernihkan pikirannya.     

Ketika ia hendak memasuki kamar mandi….     

BAM! BAM! Ketukan yang sangat keras menghantam pintu kamar, begitu keras hingga pintu itu terasa akan lepas dari engselnya kapan pun juga.     

"WOI! VASILE! WOI! BUKA PINTUNYA!" seruan kasar menggema di sela-sela ketukan itu.     

Takut pintu itu benar-benar akan lepas dan akhirnya mengekspos Toma yang masih telanjang bulat, ia segera berteriak. "TU—TUNGGU SEBENTAR!"     

Ia mengenakan pakaian yang ada di tangannya itu secepat kilat, lalu membuka pintu. Sesosok half-beast spesies harimau dengan incubus kecil di punggungnya dengan ekspresi yang setengah kesal setengah terburu-buru langsung mendorong Toma dan mengintip ke dalam kamar. "Woi, Vasile!"     

Suasana hati Toma seketika itu juga menjadi sangat-sangat buruk. 'Anak kurang ajar ini!' Ia sangat tidak suka orang bermulut kasar yang tidak tahu sopan santun seperti Mihai dan tidak akan membelanya walaupun mereka berasal dari kaum yang sama.     

Mengumpulkan seluruh tenaganya pada kepalan tangan kanannya, ia meluncurkan satu pukulan pada kepala Mihai.     

"Wuah! Sakit! Apa yang kau lakukan?!" keluh Mihai yang langsung mundur beberapa langkah sambil mengelus-elus kepalanya yang berdenyut.     

Liviu yang tidak terima segera mengeluarkan sayap kecilnya dan terbang menuju Toma untuk memukulnya tapi dengan satu ayunan tangan dari Toma, Liviu sudah terhempas kembali ke dalam pelukan Mihai. Liviu jadi takut dan akhirnya berlindung di dalam pelukan Mihai sambil terisak kecil.     

Mihai meluncurkan tatapan tajam. "Woi! Jangan kasar pada anak kecil!"     

Toma sudah merasa sedikit bersalah. Seharusnya ia tidak melakukan itu pada anak kecil walaupun ia sedang kesal. Namun, mendapatkan teguran dari Mihai yang lebih kasar dari dirinya membuat harga dirinya tidak membiarkannya untuk meminta maaf.     

"Hmph!" Toma meninggikan dagunya sedikit. "Vasile tidak ada di sini. Pergilah!" usirnya dan sebelum Mihai bisa merespon, Toma sudah menutup pintu dengan kasar.     

Amarah terbakar di dalam diri Mihai. Ia ingin memanggil pria serigala itu keluar dan berkelahi dengannya tapi Liliane tiba-tiba muncul di sampingnya.     

"Jangan menghabiskan waktumu di sini! Bukannya kau mau memukul putraku yang ingkar janji itu?!"     

Mihai kembali teringat tujuan awalnya datang ke sini. "Benar! Bukan waktunya berkelahi di sini! Aku harus mencari Vasile!" serunya yang mengira suara Liliane sebagai pikirannya sendiri dan tanpa pikir panjang lagi, berlari pergi dari situ.     

Sementara itu, di dalam kamar Vasile….     

Toma membuka kaosnya dan melemparkannya pada tempat tidur dengan kasar. "Apa-apaan sikapnya itu!"     

Ia menggerutu panjang lebar sambil mencari pakaian baru karena merasa pakaian tadi sudah kotor akibat telah ia pakai sebelum mandi. Setelah mendapatkan pakaian baru, ia mengambil kaos kotornya sambil masih menggerutu. Ia hendak melemparkannya ke keranjang baju kotor, ketika matanya menangkap suatu cahaya yang berkedap-kedip.     

Cahayanya redup dan kecil tapi cukup untuk ditangkap matanya yang tajam. 'Apa itu?'     

Penasaran, ia mendekati sumber cahaya itu yang berada di dalam tumpukan pakaiannya di rak. Ketika ia mencari-cari, ia menemukan kain bungkusan yang berisi barang-barang rahasianya. Ia menyembunyikan bungkusan itu di dalam tumpukan pakaian miliknya sendiri agar tidak ketahuan karena Vasile tidak pernah mengusik apapun yang berada di dalam rak pakaiannya itu.     

Membuka bungkusan itu, Toma menemukan pisau besi yang ia dapatkan ketika melakukan misi pembunuhan Luca Mocanu bersama dengan rekan-rekannya yang sudah kehilangan nyawa. Pada ujung gagang pisau besi itu, cahaya kecil masih terus berkedap-kedip.     

'Kalau tidak salah….' Toma mengingat bahwa terdapat sebuah chip kecil di dalam ujung gagang itu yang berguna sebagai alat komunikasi. Jika ada pesan yang masuk, maka cahaya yang terpasang di ujung gagang pisau akan bercahaya redup.     

'Tapi … tidak mungkin! Aku pastinya sudah dicap sebagai pengkhianat. Bagaimana ada seorang dari pihak half-beast menghubungiku yang berstatus seperti itu?'     

Toma sangat curiga tapi ia juga penasaran. Pada akhirnya, dengan was-was, ia menarik keluar chip itu membuat cahaya tidak lagi berkedap-kedip. Kemudian, ia mengambil alat kecil yang berbentuk seperti ponsel. Ia memasukkan chip itu pada lubang di bagian bawah alat dan layarnya segera hidup, memperlihatkan sederetan kalimat.     

"Shikida Toma, aku tidak akan basa basi. Aku adalah Nemu dan aku rasa kau tidak perlu meragukannya lagi dari ID yang tertera pada bagian pengirim. Aku mendengar bahwa kau berada di kediaman Luca Mocanu. Jika kau masih memegang pisau besi itu dan mendapatkan pesan ini, balas aku dengan huruf 'X'"     

Matanya menyipit tajam seiring membaca pesan itu. Ketika ia melihat nomor ID pada bagian penerima, memang itu adalah angka milik Tuan Nemu.     

'Apa ini? Perangkap untuk menangkapku?'     

Toma merasa itu adalah tebakan yang paling tepat. Jika itu adalah dulu, ia tidak akan membalas karena ia masih harus berada di sini untuk mencari tahu informasi penting walaupun itu berarti ia akan menjadi pengkhianat selamanya. Namun, sekarang, ia sudah tidak punya alasan berada di sini. Lebih baik ia membiarkan Tuan Nemu menangkapnya dan ia akan berusaha meyakinkan mereka lagi bahwa ia bukan pengkhianat.     

Dengan begitu, ia memencet huruf X.     

Tidak butuh waktu lama, pesan berikutnya kembali masuk.     

"Ternyata kau memang masih memegang pisau ini. Kau ingin membunuh Luca Mocanu dengan pisau ini makanya kau tidak membuangnya?"     

Awalnya, Toma mengira ia akan langsung diancam untuk kembali ke area kaumnya dan mendapat hukuman. Tidak ia sangka, Tuan Nemu akan menanyakan hal ini. 'Apakah Tuan menyadari bahwa aku tidak bermaksud mengkhianati kaumku?'     

Toma langsung memberi balasan. "Aku memang bermaksud begitu tapi Luca Mocanu sudah turun dari posisinya. Tidak ada gunanya lagi membunuhnya karena dengan membunuhnya pun, kita tidak akan mendapat kesetaraan dan hak kita lagi."     

"Siapa yang bilang begitu? Luca Mocanu masih memiliki manfaatnya," balas Nemu membuat Toma sedikit bingung.     

"Maksud Tuan?"     

"Luca Mocanu telah membunuh ribuan, tidak … mungkin miliaran anggota keluarga kita. Dengan itu saja, pria itu berhak untuk mati sebagai penebusan akan nyawa keluarga kita itu. Tidak hanya itu, tahukah kau? Darah Luca Mocanu memiliki kekuatan dan keabadian terkandung di dalamnya. Jika kita membagikan darah Luca Mocanu kepada seluruh anggota kaum kita, kita akan memiliki kekuatan serta umur yang panjang! Dengan kekuatan itu, kita bisa menjatuhkan kaum incubus dengan mudah dan membunuh pemimpin barunya!"     

Tidak terpikirkan oleh Toma bahwa ada kekuatan seperti itu pada darah Luca. Benar apa yang dikatakan Tuan Nemu. Ini bisa menjadi kesempatan baik bagi kaumnya.     

Di saat ia masih berpikir, balasan baru muncul di layarnya. "Sekarang, aku sudah tahu kau tidak berkhianat. Jadi, ini adalah tugasmu sebagai orang yang berada di dekat Luca Mocanu. Aku ingin kau membunuhnya dan mengambil darahnya untuk kami!"     

Perasaan bahagia dan semangat membuncah di dalam diri Toma. Akhirnya, ia kembali diberikan kepercayaan dan bahkan tugas yang sangat mulia ini. Namun….     

"Aku sangat ingin melakukan tugas ini, tapi sepertinya akan sangat sulit. Rumah Luca Mocanu memiliki kunci sihir pada setiap ruangannya. Ada yang memerlukan sihir pribadi pemilik ruangan dan ada yang bisa dibuka dengan sihir apa pun. Aku yang tidak punya sihir bahkan tidak bisa membuka pintu menuju kamar Luca Mocanu apalagi ruangan pribadinya. Selain itu, dengan satu pisau besi saja, aku rasa tidak cukup untuk menahan kekuatan Luca."     

"Tenanglah. Aku akan memberimu pil sihir dan pisau besi yang cukup. Lusa, cobalah untuk keluar dari kediaman. Aku akan mengirim seseorang untuk menyerahkannya kepadamu. Untuk tempat pertemuannya, aku serahkan padamu."     

Toma berpikir keras. Jangankan keluar, ia bahkan tidak bisa bergerak bebas di kediaman ini. Bagaimana ia bisa keluar?     

Namun, ia harus keluar! Ini adalah kesempatannya. ia tidak boleh lemah dan harus mencari jalan keluar.     

'Berpikirlah otakku! Pasti ada cara'! Batinnya berusaha optimis.     

Dengan begitu, ia memberikan balasan bahwa ia akan mengabarkan tempatnya secepat mungkin lalu memutuskan untuk mandi sambil memikirkan solusi yang baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.