This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Misteri Keberadaan Vasile (1)



Misteri Keberadaan Vasile (1)

0Mihai berlari menuju ruang makan – salah satu ruangan yang paling sering ia kunjungi sejak bisa memasuki kediaman ini – sambil meneriakkan nama Vasile.     
0

Ruangan itu kosong, tidak mengisi seorang makhluk pun. Meja panjangnya pun telah bersih dari piring-piring makanan.     

Mihai berputar ke arah dapur, berharap bisa menemukan seseorang.     

"Eh? ah tu—" Tiba-tiba, Albert muncul dari balik kusen pintu dapur yang terbuka lebar. Langkah kakinya terlihat sedikit tidak seimbang sehingga ia harus meloncat beberapa kali ke samping hingga akhirnya dapat berdiri dengan baik. Di saat yang sama, matanya bertemu pandang dengan Mihai dan sebuah ekspresi yang kompleks memenuhi wajahnya membuat ia menggaruk-garuk belakang lehernya sambil tertawa canggung.     

Mihai merasa perilaku Albert sedikit aneh. Namun, kekesalannya terhadap Luca dan keinginannya memasuki ruangan perpustakaan lebih besar sehingga ia tidak punya waktu untuk menanyakan perilaku aneh itu. "Albert! Kau lihat Vasile?" tanyanya tanpa basa-basi.     

"Eh? Ah … mmm…." Albert telihat semakin canggung. Matanya berlarian ke segala arah, tidak berani menatap mata Mihai.     

"Kau lihat Vasile?" desak Mihai. Ia benar-benar mengabaikan segala keanehan yang masuk ke dalam matanya.     

Di sisi lain, Liviu yang lebih cerdas sudah curiga. Ia melihat ke arah dalam dapur dan menyadari sebuah lengan berbalut kain jas hitam yang pelan-pelan bergerak mendekati pinggang Albert dan menusuknya berkali-kali. Dalam sekejap, Liviu menyadari siapa itu karena terdapat kancing bermotif khas yang hanya berada di jas pakaian seorang pelayan kediaman ini.     

Liviu langsung menarik kerah kaos Mihai. "Da! Dadada! (Itu! Vasile di sana!)" serunya sambil menunjuk-nunjuk ke arah lengan itu.     

"Ada apa Livi?"     

Dengan cepat, lengan itu menyembunyikan dirinya di balik dinding dapur. Wajah Albert juga menegang. Menelan ludah pun menjadi sulit untuknya.     

Mihai mengernyit bingung. Ia mengikuti arah tunjuk putra kecilnya tapi ia hanya menemukan latar dapur di sana, tidak ada yang lain. Sebagai satu-satunya yang tidak dapat memahami bahasa Liviu, Mihai hanya bisa menatap bayi kecilnya dengan bingung. "Tidak ada apa-apa di situ Livi? Apa yang kau tunjuk?"     

Dengan tidak sabar, Liviu sudah mau mengeluarkan sayapnya dan menarik papanya mendekati pintu dapur.     

Refleks, Albert menghalangi kusen pintu dengan badan besarnya. Namun, otaknya kosong melompong, tidak tahu harus mengatakan apa untuk menghentikan Mihai mendekat.     

"Mihai." Di tengah kekacauan itu, Ecatarina tiba-tiba muncul di depan Mihai membuat langkah pria itu terhenti.     

"Wuah!" Tidak hanya terhenti, Mihai juga terkejut setengah mati. Rasanya jantungnya copot saat itu juga.     

Tidak peduli dengan keterkejutan itu, Ecatarina dengan senyum terpasang di wajahnya, meletakkan sebuah keranjang yang penuh baju kotor pada tangan Mihai.     

Mihai yang belum memahami keadaan akhirnya menerima begitu saja tanpa pikir panjang.     

"Aku tahu Vasile ada di mana, tapi bantu aku cuci baju dulu," ujar Ecatarina dengan santai.     

Otak Mihai yang masih membeku, mencerna perkataan Ecatarina dengan lambat bagaikan siput. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa dan juga tidak sadar bahwa Ecatarina sudah menyuruh kedua anaknya untuk menarik Mihai menuju tempat mencuci baju di halaman belakang.     

Hanya Liviu yang masih terus memprotes sampai sosok mereka menghilang dari ruangan.     

Ecatarina mendengus. Ia menoleh pada dua pria menyedihkan di belakangnya dan menggeleng kecil lalu berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa.     

Kedua pria itu – Albert dan Vasile – hanya bisa meringis tanpa bisa memprotes. Setidaknya Vasile bisa menghela napas lega karena bisa lepas dari cengkraman Mihai.     

Untuk sementara waktu, ia memutuskan untuk pergi agak jauh agar tidak tertangkap oleh Mihai. Jadi, ia berpamitan dengan Albert dan kabur dari jendela dapur.     

*****     

Cezar keluar dari ruang rapat dan seketika itu juga wajahnya berubah masam. Ia baru saja selesai mengikuti rapat para manajer dengan direktur perusahaan dan hasilnya, si Adrian itu terus mencari-cari kesalahannya untuk memakinya habis-habisan.     

"Hah…."     

Sebuah tepukan tiba-tiba terasa pada bahunya. "Yang sabar Cezar. Ketika direktur sudah menikah, aku yakin ia tidak akan mencari-cari kesalahanmu lagi hanya karena kau mantan pacar Sophia," hibur rekan kerjanya yang berasal dari kaum manusia. Ia sudah berteman dengan Cezar sejak mereka baru bekerja di perusahaan ini dan mengetahui dengan detail masalah rekannya itu.     

Tidak … tidak perlu mengetahui secara detail untuk merasa iba dengan Cezar. Setidaknya, semua orang tahu tentang masalah dirinya dengan Direktur Adrian yang berhubungan dengan Sophia. Hal ini benar-benar menarik empati semua manajer yang mengikuti rapat dan satu per satu mulai menepuk bahu Cezar, memberinya penghiburan tanpa memperhatikan kaum mereka – baik itu sesama half-beast, manusia, bahkan incubus.     

Sejujurnya, alasan Cezar memilih perusahaan dari Keluarga Udrea sebagai tempat kerjanya, tidak lain tidak bukan, adalah sikap Keluarga Udrea yang tidak mendiskriminasi dan juga kekagumannya terhadap Adrian Udrea yang dapat menjadi Kepala Keluarga dalam usia muda dan tetap mempertahankan prinsipnya yang sangat menentang prinsip kaumnya sendiri.     

Ingat! Jangan pernah memberitahukan hal ini kepada siapapun!     

Di perusahaan ini pun, tanpa memandang kaum, mereka dapat naik pangkat sesuai dengan kemampuan mereka. Itulah mengapa, Cezar menemukan peluang yang baik dan mengajak Sophia untuk melamar kerja di sini.     

Tidak ia sangka, ia akan menemukan pacarnya dicuri oleh orang yang ia kagumi dan bahkan menjadi sasaran pembulian oleh orang yang ia kagumi itu.     

Memikirkannya saja membuat ia semakin menyedihkan.     

Cezar mengulurkan tangannya untuk membuka pintu ruangan divisi yang ia ampu. Namun, tangannya berhenti. "Aku tidak mood kerja…."     

Setelah berpikir sejenak, ia memutar balik tubuhnya dan berjalan menuju area istirahat yang memiliki vending machine di sana. Ia rasa, ia membutuhkan cairan dingin dan manis untuk memperbaiki suasana hatinya.     

Akan tetapi, sepertinya keputusannya itu adalah kesalahan besar!     

"Adrian…."     

"Hm?"     

Tepat di samping vending machine, seorang pria incubus dan seorang wanita half-beast spesies kelinci berdiri menyandar pada dinding tanpa ada jarak di antara keduanya. Dengan mesra, Adrian melingkarkan tangannya pada pinggang Sophia dan Sophia menyandarkan kepalanya pada bahu Adrian. Cahaya mata yang penuh kehangatan terpancar dari mata Adrian yang menatap lurus pada Sophia dan sesekali mengecup pangkal kepala kelinci itu.     

'Sial!' Cezar mengutuk nasib malangnya. Jika ia tahu akan bertemu mereka di sini, lebih baik ia langsung masuk ke ruangannya dan bekerja seperti budak! Ia sudah mau memutar badannya ketika pembicaraan keduanya kembali memasuki telinga.     

"Sore ini, jam 5, boleh temui aku di ruang arsip? Ada yang ingin aku bicarakan."     

"Hm? Mengapa tidak bicarakan di ruanganku saja?"     

Sophia menggeleng seraya melingkarkan tangannya pada leher Adrian. "Aku mohon," ujarnya dengan mata berbinar yang sangat imut.     

Adrian tidak pernah bisa melawan jika gadis ini sudah mengeluarkan mata itu. Akhirnya ia mengangguk. "Baiklah."     

Sophia langsung meloncat bahagia. "Aku sayang Adrian!" serunya sambil memeluk Adrian lebih erat lagi.     

Ok! Baiklah! Cezar merasa akan muntah darah jika melihat lebih dari ini.     

Namun, ada satu hal janggal yang membuatnya bertahan di tempat itu dan meneguk kembali darahnya ke dalam kerongkongan.     

'Apakah itu Sophia?'     

Jika Adrian yang melihat itu, mungkin Adrian hanya akan menerimanya sebagai sifat asli Sophia atau apa pun itu. Akan tetapi, bagi Cezar yang sudah mengenal Sophia sejak mereka sekolah dasar, ia tahu Sophia adalah gadis pemalu yang tidak akan mungkin melakukan hal yang begitu agresif seperti memeluk pasangannya di leher atau memohon dengan wajah memelas seperti itu.     

Selama 7 tahun mereka pacaran pun, Sophia selalu kalem hingga terkadang, Cezar harus membuat-buat alasan untuk membuat Sophia mau mengambil keputusan untuk kebahagiaannya sendiri.     

'Perbedaan apa ini? Mengapa Sophia jadi begini? Apakah ini sebenarnya sifat aslinya?' Tapi … jika ini adalah sifat aslinya maka puluhan tahun kebersamaan mereka menjadi kebohongan besar dari Sophia dan ia merasa itu tidak mungkin….     

Ketika ia sibuk berpikir, sekretaris Adrian memanggilnya dan kedua pasangan itu berpisah. Sophia melambaikan tangannya hingga sosok Adrian menghilang di belokan lorong tersebut.     

"…...."     

Cezar tertegun.     

Di hadapannya sekarang, tertinggal Sophia yang berdiri diam. Seluruh senyum manisnya hilang, digantikan dengan ekspresi dingin dan tajam.     

Sejujurnya, Cezar juga jarang melihat ekspresi itu. Namun, bukan berarti ia tidak pernah melihat ekspresi dingin itu pada Sophia. Ia paling sering melihat wajah itu ketika gadis itu baru saja selesai berbicara dengan Kakek Buyutnya, Daigo Tudor.     

Firasat buruk memenuhi dirinya.     

Nada dering ponsel Sophia yang sangat familiar di telinga Cezar tiba-tiba menggema di dalam ruangan. Sophia menatap layarnya sebentar dan langsung menerimanya.     

Cezar dapat mendengarkan suara seseorang di balik telepon tapi sangat samar.     

"Aku tahu. Jangan khawatir. Sore ini, semuanya akan selesai," jawab Sophia. Nadanya sangat dingin dan cahaya matanya yang menatap langit dari balik dinding kaca perusahaan berubah begitu gelap membuat Cezar sedikit merinding.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.