This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Sore yang Gelap (2)



Sore yang Gelap (2)

0Viorel menopang wajahnya dengan malas pada tangan seraya menatap papanya yang sudah berjalan bolak-balik beratus-ratus kali.     
0

Awalnya ia tidak paham mengapa papanya terlihat begitu cemas. Namun, setelah mengetahui masalahnya, walaupun dipermukaan berwajah malas, ia sendiri juga mulai mencemaskan adik kesayangannya itu.     

Seperti yang dilakukan Cezar dan Ioan, Viorel juga berusaha menelepon ponsel Mihai. Tentu saja hasilnya tetap sama, tidak ada yang mengangkat sambungan itu.     

Jari-jarinya terus mengetuk meja makan – yang telah diperbaiki oleh Ecatarina dengan sihirnya – hingga tanpa sadar menjadi seirama dengan langkah kaki papanya.     

Suasana tegang menyelimuti ruangan itu dan tidak ada yang berniat untuk berbicara dan menenangkan satu sama lain. Tanpa mereka sadari, cahaya jingga telah memasuki jendela, memberitahukan bahwa sebentar lagi malam hari akan tiba.     

"Agh! Aku sudah tidak tahan lagi! Papa duduklah di sini dan istirahat! Aku akan keluar sebentar untuk mencari tahu tentang Mihai," pinta Viorel yang akhirnya tidak bisa duduk diam lagi. Tanpa menunggu persetujuan Ioan, ia telah menarik tubuh papanya yang sama mungilnya dengan dirinya dan mendudukkannya di samping meja. Setelah itu ia segera berlari keluar dari rumah.     

Tujuannya adalah kantor polisi.     

Walaupun merupakan kantor polisi di area kaum half-beast, petugasnya tetaplah Incubus dari Keluarga Mocanu jadi tentunya mereka lebih mengetahui informasi mengenai Kaum Incubus dibandingkan siapa pun yang berada di area ini. Selain itu, karena dulu ia adalah berandalan selama masa sekolah, ia sudah langganan mendatangi kantor polisi jadi walaupun ia half-beast, ia cukup akrab dengan petugas incubus di kantor polisi itu.     

"Hey! Kepala Louis ada?" tanyanya tanpa basa basi kepada petugas yang sedang berjaga di pos depan kantor polisi ketika ia sampai di sana.     

Petugas muda itu sepertinya orang baru, belum pernah bertemu dengan Viorel. ia langsung mengernyit tidak suka dengan kelakuan kurang ajar half-beast itu.     

"Half-beast kurang ajar sepertimu tidak mungkin bis—"     

"Woi! Pak Tua Louis! Kau ada di sini kan? Keluar!" Viorel yang tidak sabar segera mengabaikan petugas muda itu dan berjalan memasuki kantor polisi.     

Petugas muda itu buru-buru menahan Viorel. "Sudah kubilang kau tidak bo—wuahh!" Tidak ia sangka, Viorel yang bertubuh mungil akan memiliki kekuatan yang begitu besar sehingga petugas muda itu jatuh terguling-guling ke belakang.     

Tidak mempedulikannya, Viorel segera membuka pintu kantor dan kembali berseru, "Pak Tua Louis! Woi!"     

Semua yang sedang bekerja di dalam kantor segera menatap sosok Viorel dengan berbagai ekspresi. Beberapa dari mereka yang masih baru menjadi bingung apakah mereka harus mengusir orang ini atau bukan. Sementara beberapa yang mengetahui Viorel langsung kembali mengerjakan pekerjaan mereka tanpa ada niat mengusir Viorel. Di wajah mereka tertulis kata-kata 'Sudah biasa….'     

Tidak butuh waktu lama, pintu salah satu ruangan di dalam kantor terbuka dengan kasar dan sesosok pria buntal yang sudah hampir botak berjalan keluar dengan wajah masam. "Vio! Lagi-lagi kau membuat keributan di kantorku! Keluar! Aku tidak punya waktu untuk bicara denganmu!" ketusnya.     

Namun, bagaikan tidak paham kata-kata makhluk hidup, Viorel sudah berjalan masuk dan menggenggam erat kedua lengan pria buntal itu. "Pak Tua! Apakah rumor bahwa Luca Mocanu diturunkan dari jabatannya karena istrinya adalah seorang half-beast itu benar?! Bagaimana dengan half-beast yang menjadi istrinya sekarang? Apa dia terluka? Apa dia disekap?" tanyanya bertubi-tubi sambil mengguncang tubuh buntal itu dengan tidak sabar.     

Louis tua yang malang mau menjawab tapi tidak bisa karena terlalu pusing oleh guncangan itu.     

"Pak Tua!" desak Viorel yang membutuhkan jawaban secepatnya.     

Sementara itu, si Louis tua sudah mual dengan nyawa yang sudah setengahnya keluar dari tubuh.     

Salah satu petugas paruh baya yang sudah lama bekerja di sini segera menepuk bahu Viorel, menghentikan guncangannya. "Vio kau benar-benar akan membunuh Pak Tua Louis," ujarnya menyadarkan Viorel.     

"Ah, maaf." Viorel segera berhenti tapi si tua Louis yang malang bahkan tidak bisa berdiri lagi sehingga harus ditopang beberapa orang.     

"Vio, sialan! Dengarkan kalau orang mau bicara! Dasar!" omel Louis dengan susah payah.     

Viorel benar-benar menyesal. Ia berjongkok seraya menangkupkan kedua tangannya di depan wajah. "Maaf, Pak Tua! Tapi aku benar-benar butuh jawabannya sekarang! Jadi bagaimana?"     

'Kau menyesal atau tidak sih?!' Kesal si Louis tua yang masih pusing tujuh keliling.     

Lagi pula, ia juga tidak bisa menangkap seluruh pertanyaan Viorel yang terlalu banyak dan cepat. Dan juga, sore ini, ia akan kedatangan tamu khusus jadi ia tidak bisa meladeni Viorel dulu. "Pergilah dulu! aku akan menghubungimu lagi dan menjawab pertanyaanmu setelah urusanku selesai!"     

"Eh? kapan kau akan menghubungiku lagi? Jam berapa? Menit keberapa? Detik keberapa?"     

Louis ingin membentaknya tapi mualnya kembali menghampiri membuat semua kata-katanya tertelan seluruhnya. Lama kelamaan ia meladeni pria harimau ini, ia akan mati karena darah tinggi!     

"Pokoknya—"     

"Ke—Kepala Divisi! Jenderal Kepolisian sudah datang!" seru petugas muda yang berjaga di luar membuat Louis semakin mual.     

'Mengapa Tuan Silver cepat sekali?!'     

"Jenderal … Kepolisian…?" Viorel mengernyit. Ia merasa familiar dengan panggilan ini….     

Petugas lain segera berdiri dan beberapa dari mereka membantu Louis untuk duduk. Mereka segera memberi Louis air dan mengipasinya agar pak tua itu segera kembali membaik.     

"Ah! Si tiang listrik!" seru Viorel tiba-tiba mengagetkan seluruh orang di situ sekaligus membuat mereka mengernyit bingung.     

'Tiang listrik?'     

Tanpa bermaksud menjelaskan, Viorel segera berlari menuju pintu masuk kantor polisi.     

Di saat yang sama, pintu itu terbuka dan seorang pria paruh baya dengan rambut memutih muncul dari balik pintu. Tidak menghiraukannya, Viorel segera mendorong sosok itu ke samping.     

"Wuaghh!" teriak sosok itu yang terjengkang beberapa langkah ke samping, hampir jatuh ke selokan besar jika ia tidak berhasil mengerem tubuhnya.     

Di sisi lain, Viorel tidak mengira akan dihadapkan dengan sebuah dada besar dan lapang yang berbalut seragam tentara kepolisian tepat setelah ia mendorong sosok berambut putih itu. Tidak sempat mengerem, wajahnya langsung terbenam ke dalam dada keras itu. Berkebalikan dengan tubuhnya, otaknya bekerja cepat dan ia segera mengenali tubuh siapa ini.     

Buru-buru, ia menggenggam kedua lengan pemilik dada itu dengan kuat lalu mendongak hingga matanya bertemu pandang dengan sepasang mata merah yang berekspresi datar yang juga sedang menunduk ke bawah, ke arah Viorel.     

"Sudah kuduga! Tiang listrik!" seru Viorel yang merasa sangat beruntung.     

Si tiang listrik, Silver Mocanu, Jenderal Kepolisian itu masih tidak berekspresi seraya menatap wajah mungil nan cantik yang tersenyum lebar itu. ia mengingat pria ini sebagai kakak dari istri Luca Mocanu yang sudah memerasnya untuk dibelikan kue selama festival kemarin. 'Mengapa dia ada di sini?'     

"Kau lagi kau lagi! Bocah kurang ajar! Siapa yang tiang listrik!" Darah langsung naik ke kepala si pria berambut putih, Mugur Mocanu, ketika menyadari identitas pendorongnya. Ia langsung menarik Viorel menjauh dari tuannya tapi Viorel menggenggam lengan Silver dengan begitu kuat hingga Mugur menyerah karena tidak ingin melukai sang tuan. Tapi ia tetap membentak Viorel untuk melepaskan Silver.     

"Berisik! Aku ada urusan dengan tiang listrik ini!"     

"Tuan Silver tidak memiliki urusan dengan bocah tengik sepertimu!"     

"Mengapa selalu kau yang memutuskan untuk si tiang listrik ini?! Memangnya dia anak umur 5 tahun? Dia sudah dewasa, bisa mengambil keputusan sendiri. Jadi kau diam saja!"     

Mugur kehilangan kata-kata dan hal ini membuatnya semakin marah. Namun, semarah apa pun ia, ia tetap tidak bisa berkata apa-apa karena apa yang dikatakan bocah tengik ini juga benar. Semakin ia tahu ia tidak bisa berkata apa-apa membuatnya semakin marah dan marah. Terus begitu bagaikan lingkaran setan.     

Melihat wajah Mugur yang sudah merah padam, Silver segera membuka suara, "Paman Mugur, sudahlah. Kau bisa darah tinggi. Aku akan bicara dengannya."     

"Ta—tapi, Tuan—"     

Tanpa menunggu lagi, Silver sudah melepaskan genggaman tangan Viorel dengan mudah lalu menarik lengan pria harimau itu.     

"Eh? Mau ke mana?"     

"Masuklah ke dalam kereta. Kita bicara di sana."     

Keduanya memasuki kereta kuda diikuti dengan tatapan penuh tanya dan ingin tahu dari semua petugas kepolisian termasuk Louis.     

Di dalam hati mereka semua, pertanyaan besar memenuhinya.     

'Bagaimana bocah berandalan itu mengenal Jenderal?!'     

Di sisi lain, Mugur menghentakkan kakinya dengan kesal. "Kalian! Cepat siapkan teh untuk Tuan!" ketusnya yang juga sekaligus bentuk pelampiasan amarahnya.     

"Ba—baik!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.