This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Keluarga Udrea



Keluarga Udrea

0"Cezar ke mana saja kau?! Jangan membuat Papa khawatir seperti Mihai!" seruan segera terdengar ketika sambungan telepon tersambung. Terdengar sekali kecemasan yang dimiliki Ioan menjadi berkali-kali lipat lebih tinggi dari tadi pagi.     
0

Di latar belakang, terdengar juga gerutuan Viorel yang sepertinya juga cemas karena tertular papanya.     

"Maaf Pa, tadi sedikit kacau jadi aku baru bisa menelepon sekarang," jawab Cezar berusaha menenangkan. Matanya melirik jam digital yang ada di atas sebuah nakas dan angka 19:00 tertera di sana membuatnya semakin merasa bersalah.     

"Kacau? Apa yang terjadi?!"     

'Ah … sepertinya aku salah memilih kata….' Padahal ia tidak ingin membuat Ioan lebih cemas dari ini.     

"Ah … tadi ada sedikit kesalahan dalam pekerjaanku," dustanya. "Karena akhirnya aku lembur, aku memutuskan untuk menginap di rumah rekan kerjaku. Besok pagi aku akan pulang," tambahnya semakin merasa bersalah.     

'Yah … setidaknya 'menginap di rumah rekan kerja' bukanlah kebohongan … walaupun rekan kerja itu adalah direkturku….'     

Ya … sekarang, Cezar berada di dalam salah satu kamar tamu milik kediaman Keluarga Utama Udrea.     

Setelah polisi menangkap Sophia yang entah mengapa dalam keadaan terluka, Adrian membawanya ke rumah ini untuk mengobati lukanya.     

Sosok Adrian yang memeluknya ala bridal style lalu membawanya terbang dengan sayap menuju kediaman ini kembali terngiang di benaknya membuat wajahnya sedikit memanas.     

'Apa yang aku pikirkan?!' Ia segera menghapus bayangan itu dari benaknya. Rasanya malu sekali!     

"Rekan kerjamu? Apa dia tidak berbahaya?" tanya Ioan yang terdengar ragu dari balik sambungan.     

Respon Ioan tidaklah aneh karena di dalam pengetahuannya, masih tidak banyak half-beast yang tinggal di area Pusat Kota – di mana segala usaha dibuka dan berjalan. Ia tidak tahu bahwa itu adalah informasi sekitar 20 hingga 25 tahun yang lalu, sudah lama ia tidak meng-update informasinya itu karena satu dan lain hal. Sekarang, hampir semua half-beast generasi muda bertempat tinggal di pusat kota agar memudahkan akses menuju tempat kerja mereka sekaligus untuk mencari pekerjaan.     

Cezar segera meyakinkan bahwa tempat yang ia tumpangi adalah apartemen kecil milik rekan kerjanya yang juga adalah half-beast. Ia tidak ingin membuat Ioan semakin cemas.     

Untungnya, Cezar memang yang paling dewasa dan yang paling bisa diandalkan Ioan, jadi papanya itu akhirnya menelan bulat-bulat kebohongannya. "Jangan menyusahkan rekan kerjamu itu, mengerti?" pesannya sebelum hubungan telepon diputus.     

Helaan napas panjang menggema di dalam kamar tamu. Rasa bersalah pastinya akan menghantuinya beberapa hari ini. Namun, ia tidak punya pilihan lain.     

Ia memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku. Matanya memutari sekelilingnya.     

Kamar itu sangat mewah dan luas untuk sekedar kamar tamu, memperlihatkan seberapa kayanya Keluarga Utama Udrea.     

Tidak aneh memang karena yang bukan keluarga utama saja sudah sangat kaya apalagi keluarga dari kepalanya.     

Ruangan itu hampir seluruhnya bercat emas – Cezar tidak tahu apakah itu benar-benar terbuat dari emas atau hanya di cat saja – membuat pemandangannya sedikit silau. Tempat tidur yang sedang ia duduki pun sangat lebar dan empuk. Memikirkan ia akan tidur di tempat tidur selebar ini sendirian membuatnya merasa sedikit tidak nyaman. Lantaran, ia sudah terbiasa tidur berdesakan dengan keluarganya di satu ruangan sempit dan di atas tempat tidur keras yang akan membuat siapa pun encok selama seminggu jika tidak terbiasa.     

Matanya berhenti pada kaos baru yang diletakkan salah satu pelayan setelah mengobatinya. Katanya, itu baju gantinya karena kemeja kerjanya sedikit kotor dan bercak darah menempel di ujungnya.     

Cezar mengambil kaos itu dan ia langsung kagum oleh kelembutan bahan kaos tersebut. Padahal kaos itu seperti kaos polos yang biasa di pakai adik bungsunya tapi kenyamanan bahannya sangat berbeda. Cezar merasa bisa melihat angka yang panjang untuk harga satu kaos itu. ia jadi takut merusak kaos mahal ini dan bersumpah akan berhati-hati selama menggunakannya.     

Ketika ia selesai berganti pakaian, ketukan di pintu tiba-tiba terdengar.     

'Siapa?' Cezar mengernyit bingung. Setelah berpikir sejenak, ia menduga itu adalah Adrian – karena pria itulah satu-satunya yang ia kenal di kediaman ini – jadi ia segera membuka pintu.     

"Ah … apa lukamu sudah membaik?" tanya suara seorang wanita yang lembut ketika pintu terbuka lebar.     

Ternyata Cezar salah. Yang mengetuk pintunya adalah seorang wanita paruh baya berbadan mungil yang terlihat sangat lembut. Walaupun paruh baya, ia terlihat lebih muda dari umurnya dan yang lebih mengejutkan lagi, ia memiliki sepasang telinga dan sebuah ekor singa.     

'Half-beast?!' Cezar terbelalak bingung dan heran.     

Seperti dapat memahami pikiran Cezar, wanita itu tertawa lembut. "Aku adalah ibu dari Adrian, Cornelia Udrea. Kau rekan kerja Adrian, bukan? Kudengar kau terluka."     

"I—iya. Terima kasih sudah memberiku tumpangan. Maaf mengganggu, Bibi. Namaku Asaka Cezar," ujar Cezar secepat mungkin. Ia membungkuk dalam, memberi hormat kepada Cornelia.     

Cornelia segera menahan tubuh Cezar dan menegakkannya kembali. "Tidak perlu begitu sopan. Anggap saja rumah sendiri. Aku sangat senang bisa bertemu dengan half-beast lain selain yang dipekerjakan di rumah ini. Rukun-rukunlah dengan putraku dan sering-seringlah kemari, ya." Matanya berbinar bahagia.     

Cezar mengerjap-ngerjap bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa selain, "Baiklah, Bibi."     

Dalam hatinya, ia mengomeli dirinya sendiri. 'Bagaimana bisa rukun dan sering-sering datang?! Aku bahkan tidak disukai Direktur Adrian.' Ia jadi merasa bersalah karena telah memberi harapan palsu kepada Cornelia.     

Cornelia tiba-tiba menepuk tangannya, mengingat sesuatu. "Aku membawakanmu makanan! Kudengar kau belum makan apa-apa. Ah … apa kau bisa makan sendiri? Yang terluka itu tangan kananmu, kan?" tanyanya sambil mengecek keadaan tangan kanan Cezar. Alisnya berkerut sedikit ketika melihat tangan Cezar yang diperban, terlihat ikut kesakitan.     

"Tidak apa-apa, Bibi. Aku bisa makan sendiri, kok." Cezar buru-buru meyakinkan Cornelia.     

"Benarkah? Kau yakin tidak perlu bantuan? Jika perlu, aku bisa meminta Adrian menyuapimu."     

"Ti—tidak perlu, Bibi!"     

'Kenapa harus direktur yang menyuapiku?!' Perut Cezar langsung mulas membayangkannya. Ia tidak bisa membaca apa yang dipikirkan wanita ini.     

"Benarkah? Kau yakin?" tanya Cornelia lagi. Wanita ini terlihat lembut tapi terasa sangat gigih dan memaksa.     

Jika ditanya terus, Cezar yang sudah yakin pun tiba-tiba merasa ragu. 'Hei! Apa yang kau ragukan Cezar?! Tidak mungkin kau meminta atasanmu menyuapimu! Apalagi atasanmu itu sangat membencimu! Sadarlah Cezar!'     

"Benar-benar tidak perlu, Bibi," ujar Cezar lagi segera mengambil piring berisi makanan dari tangan Cornelia. Ia tidak mau keputusannya digoyahkan lagi.     

"Ah … baiklah." samar-samar, Cezar merasa bisa melihat telinga dan ekor Cornelia terkulai ke bawah tapi itu hanya sebentar. Wanita itu kembali tersenyum dengan penuh semangat. "Setelah kau selesai makan, letakkan saja piringmu di depan kamar. Oh ya! Aku akan senang jika kau mau berbincang-bincang denganku setelah ini. Aku akan menunggumu di taman belakang!"     

"Eh?"     

Sebelum Cezar sempat menjawab, Cornelia sudah berjalan pergi. Setiap satu langkah, wanita itu akan meloncat kecil. Ia terlihat sangat bahagia.     

Cezar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 'Apa dia benar-benar sedang berbicara denganku?'     

Cezar hampir merasa Cornelia sedang berbicara sendiri. Cezar bahkan tidak bisa mengeluarkan pendapatnya sama sekali padahal ia ingin menolak karena tubuhnya terasa sangat lelah. Ia ingin segera tidur.     

Namun, ia akan merasa sangat bersalah jika membiarkan Cornelia menunggu di taman belakang sendirian, di tengah angin malam yang masih sejuk.     

'Baiklah … aku akan menemuinya setelah makan. Tidak ada salahnya berbincang ringan sebelum tidur….'     

Walaupun ia ragu apakah ia bisa membentuk sebuah perbincangan dengan Cornelia. Ia merasa, wanita itu akan menyerocos sendiri lagi seperti tadi. Bahkan, untuk terbentuk dua baris percakapan saja mungkin akan membuat Cezar bersyukur.     

"Selamat makan!" serunya dengan kedua tangan tertelungkup di depan wajah sebelum mulai melahap isi piringnya itu.     

Sesaat kemudian, Cezar sudah makan seperti orang yang belum makan seminggu. Sayurnya sangat segar, lauknya sangat padat, nasinya sangat harum, dan bumbu-bumbunya begitu kaya oleh rasa. Benar-benar nikmat!     

Makanan orang kaya memang tidak perlu diragukan lagi!     

Ini mungkin pertama kalinya bagi Cezar untuk tidak merasa kenyang setelah makan sepiring penuh. Perutnya masih meminta-minta porsi tambahan. Tentunya, ia tidak akan benar-benar meminta tambahan.     

Ia masih tahu malu dan tata krama selama menumpang di rumah orang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.