This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Mimpi



Mimpi

0[Mihai berdiri di tepi sungai yang dipenuhi bubuk-bubuk hitam abu-abu, terbawa aliran air dan angin – sepertinya merupakan sebuah abu sisa pembakaran. Entah mengapa dadanya sesak dan sakit. Tangannya memegang wajahnya – ia menyadari bahwa lengannya dibalut kain lengan yang panjang dan lebar – bukan tipe pakaian yang biasa ia pakai. Pada jarinya terdapat sisa-sisa air mata. Ternyata ia sedang menangis.]     
0

['Di mana ini? Apa yang sedang terjadi?']     

["Padahal mereka tidak melakukan apa-apa! Mengapa harus dibunuh?!"]     

["Kejam! Dia sangat kejam!"]     

["Incubus itu sangat keji!"]     

[Keluhan-keluhan yang bercampur isak tangis terdengar dari sekeliling Mihai. Itulah pertama kalinya ia menyadari betapa banyak sosok yang berkerumun di sekelilingnya. Mungkin sekitar 50? Entahlah … tapi anehnya, Mihai tidak dapat melihat wajah mereka dengan jelas. Sosok-sosok itu terus menyebar abu yang ternyata berada di dalam sebuah mangkuk, sepertinya sisa abu dari orang yang meninggal.]     

[Ketika mendengar kata-kata mereka, Mihai menjadi semakin sedih dan marah. Namun, ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pria itu walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa ia kecewa dan marah kepadanya. Namun, disamping itu, ia juga merasa cemas.]     

['Pria itu? siapa?' Mihai tidak bisa memahami pikirannya sendiri.]     

['Apa dia tidak apa-apa?' Pikir Mihai lagi mengingat pria itu terluka oleh serangannya ketika mereka bertarung.]     

['Apa yang kupikirkan?! Bagaimana aku bisa memikirkan dia saat teman-temanku dibunuh olehnya?!' Ia merasa mengkhianati rekan-rekannya. Namun, Mihai tidak bisa berhenti. Lagi pula pria itu juga merupakan seseorang yang berharga baginya dan itu membuatnya semakin merasa bersalah kepada ketiga temannya yang baru saja kehilangan nyawa.]     

["Maafkan aku," gumamnya dengan suara yang sangat kecil.]     

[Setelah merenung cukup lama, akhirnya, Mihai tidak bisa menahan kecemasannya lagi.]     

[Setelah memastikan rekan-rekannya telah kembali ke dalam rumah untuk beristirahat, ia naik ke atas atap rumah dan meloncat dari satu atap ke atap yang lain. Matanya menyusuri sekelilingnya mencari sebuah sosok yang telah mencampur adukkan perasaannya hingga sekarang.]     

[Kakinya mendarat pada sebuah genteng rumah dan berhenti.]     

[Jantungnya berdebar….]     

[Sebuah sosok yang terbalut kemeja putih dan celana hitam berbahan kain duduk di atas genteng itu. Wajahnya – yang juga tidak jelas di mata Mihai – terangkat ke atas, menatapi bulan purnama yang bersinar terang.]     

['Aneh … padahal aku tidak bisa melihat wajahnya. Mengapa aku bisa mengenalnya?']     

[Namun, Mihai sangat yakin, itulah orang yang ia cari.]     

[Matanya turun dari wajah ke tangan sosok itu yang terbalut oleh perban. Hatinya berdenyut sakit.]     

[Melihat pria ini terluka di tangan terasa lebih menyakitkan dibandingkan melihat ketiga temannya kehilangan nyawa.]     

['Ahh … jika mereka datang menghantuiku dan mencabut nyawaku sekarang, aku pun tidak bisa mengelak...,' batinnya penuh rasa bersalah.]     

[Setelah beberapa saat mengamati sosok itu, Mihai akhirnya memberanikan diri untuk mendekat, duduk di samping sosok itu. Menarik napas dalam-dalam, ia membuka mulutnya, menyerukan sebuah nama….]     

[Di saat yang bersamaan, angin kencang berhembus, menutupi seruannya. Sekelilingnya menjadi buram, putih seluruhnya lalu gelap….]     

"?!"     

Suara kicauan burung adalah yang pertama kali memasuki pendengaran Mihai. Tubuhnya merasakan lembut dan empuknya tempat tidur.     

Ia baru saja terbangun.     

'Ternyata mimpi…,' batinnya hampir tidak percaya karena apa yang terlihat di dalam mimpi itu tampak sangat nyata. Ia bahkan masih bisa merasakan perasaan yang rumit itu dengan jelas.     

Perlahan-lahan, ia membuka matanya yang masih terasa berat. Sesuatu yang buram memasuki pandangannya, perlahan-lahan menjadi semakin jelas. Ketika ia menyadari apa itu, matanya terbelalak lebar.     

Tepat di depannya terpampang wajah Luca yang masih tertidur pulas.     

'Eh? kenapa dia ada di kamarku?!' Awalnya ia berpikir begitu. Akan tetapi, sedetik kemudian, ia mengingat kejadian kemarin pagi di mana ia terbangun di kamar Luca.     

Sesuai kecurigaannya, ia ternyata lagi-lagi ada di kamar Luca - setelah memastikan perabotan di sekelilingnya bukanlah milik kamarnya sendiri. Padahal, kemarin malam, jelas-jelas ia tidur di kamar sendiri.     

'Lalu mengapa aku ada di sini?!'     

Masih dilanda kebingungan, ia tidak menyadari Luca yang ikut terbangun akibat pergerakan yang ia buat. Ketika Luca membuka matanya dan melihat sosok Mihai, anehnya ia tidak terkejut dan berpikir untuk menendang pria itu seperti kemarin.     

Baiklah, sekarang Luca berpikir bahwa dirinya aneh dan ia tidak ingin memperlihatkan keanehan ini secara terang-terangan jadi ia tetap pura-pura jengkel.     

"Lagi-lagi kau menyelinap ke sini?" ujarnya seraya bangun dari tempat tidur. Tidak seperti yang ia rencanakan, suaranya tidak terdengar ketus sama sekali.     

Mihai terlonjak kaget, baru menyadari Luca sudah bangun. Jantungnya langsung berdebar kencang karena gugup. Luca pasti akan menganggapnya mengingkari janji lagi! Jika karena hal ini rencana jalan-jalan mereka batal, Mihai mungkin akan mengunci diri di dalam kamar seharian dan meratapi segalanya.     

'Tidak boleh! Padahal akhirnya si muka suram ini mau menepati janjinya!'     

"A—aku tidak tahu mengapa aku ada di sini! Suer! Padahal kemarin aku tidur di kamarku tapi sekali aku bangun, aku sudah ada di sini." Ia buru-buru menjelaskan seraya mengangkat tangannya membentuk tanda peace.     

"Mm…," gumam Luca tidak jelas dengan wajah datar.     

'Apa maksudnya?! Jadi dia percaya atau tidak?! Marah atau tidak?! Yang jelas dong!' Mihai mulai keringat dingin. Namun, ia tidak berani mengeluarkan gerutuannya karena takut Luca benar-benar marah dan segala rencana hari ini benar-benar akan batal.     

Sebenarnya, Luca tidak marah. Luca sendiri heran dengan dirinya. Ia menerima begitu saja penjelasan Mihai.     

Di tengah-tengah keheningan yang aneh ini, suara tangis Liviu tiba-tiba terdengar hingga kamar Luca.     

Sepertinya bayi kecil itu telah terbangun dan kembali menangis karena Mihai tidak ada di sampingnya.     

Mihai langsung berlari keluar dari kamar, tidak lagi peduli apakah Luca marah atau tidak.     

Melihat refleks yang luar biasa itu, Luca sedikit tercengang. Selama ini ia tidak benar-benar memperhatikannya, karena kekesalannya terhadap Mihai sudah membuat seluruh impresinya terhadap Mihai itu buruk. Akan tetapi, jika dipikir-pikir kembali, Mihai benar-benar sangat menyayangi putra kecil mereka.     

Ke mana pun Mihai berada, Liviu pasti akan selalu ada. Ketika Liviu kelaparan, Mihai akan segera memberinya susu sampai Luca terkadang ingin mengomelinya karena tidak memperhatikan tempat ketika menggulung kaosnya, tapi pada akhirnya, Luca hanya bisa diam dan memasangkan penghalang secara diam-diam. Benar-benar suatu perilaku yang tidak terduga jika mempertimbangkan tampilan Mihai yang kasar dan seperti preman itu.     

Suara tangisan sudah reda. Sepertinya Mihai berhasil menenangkan Liviu.     

Tanpa Luca sadari, sudut bibirnya sedikit terangkat – benar-benar sedikit saja. Tangannya mengelus bagian tempat tidur yang tadi ditiduri oleh Mihai dan sedetik kemudian, ia behenti – tersadar ia telah melakukan sesuatu yang sangat aneh.     

'Apa yang aku lakukan pagi-pagi begini?'     

Pada akhirnya, ia memutuskan untuk pergi mandi saja.     

Ngomong-ngomong, ia merasa memiliki mimpi yang sama lagi seperti kemarin tapi ia tidak terlalu mengingatnya.     

Di saat yang sama, pintu kamar terbuka dan Vasile muncul dari baliknya. "Lagi-lagi Tuan Muda Liviu menangis. Apa yang terjadi?" ujarnya penuh dengan keingintahuan.     

Luca tidak berniat menjelaskan apa-apa jadi ia hanya mengedikkan bahunya.     

Vasile juga tidak mencari tahu lebih lanjut. "Ada dua surat yang sampai pagi ini. Satu dari Tuan Silver yang melaporkan bahwa ia telah membawa kedua anak mixed blood itu ke dalam panti sementara yang satu lagi…." Ia mengangkat surat dengan amplop yang memiliki motif indah dan elegan.     

Luca melirik amplop itu dan langsung memahami apa isi suratnya. Sudah waktunya untuk mengadakan Upacara Kedewasaan bagi incubus yang telah mencapai umur 18 tahun. Umur 18 tahun adalah tanda bahwa seorang incubus telah dewasa dan bisa mulai mencari mangsanya sendiri untuk makan. Sebelum mereka memulainya, Upacara Kedewasaan akan dilaksanakan. Dalam upacara itu, Luca sebagai pemimpin akan memberikan pidato kecil dan menyerahkan kartu tanda dewasa yang memperbolehkan mereka untuk melakukan seks secara legal terhadap mangsanya – tentunya dengan persetujuan mangsa tersebut juga.     

"Aku sudah turun dari posisi pemimpin," ujar Luca yang secara tidak langsung menolak mengikuti upacara itu. Ia sudah tidak punya hak untuk memberi pidato dan menyerahkan surat ijin itu kepada anak-anak muda incubus.     

"Tapi, Anda belum secara resmi diturunkan. Lagi pula, belum ada pemimpin baru yang secara resmi diangkat. Jadi, dalam surat ini dikatakan, selama pemimpin baru itu belum sah, Anda tetap bertanggung jawab untuk ini, Tuan."     

Luca mengernyit. "Kalau begitu, panggil mereka mengangkat pemimpin baru secepatnya."     

"Mereka sudah memiliki rencana itu tapi upacara ini sudah akan dilaksanakan dua minggu lagi. Untuk melantik pemimpin baru, mereka tidak mungkin mempersiapkannya hanya dalam 14 hari ini saja."     

Luca menghela napas kecil. Ia agak enggan untuk bertemu dengan tetua-tetua itu tapi tidak ada pilihan lain. "Baiklah."     

Vasile mengangguk paham. "Aku akan segera mengabarkan mereka," ujarnya berniat untuk undur diri tapi Luca menghentikannya.     

"Masih ada lagi?"     

Luca mengangguk kecil. "Hari ini, aku akan pergi keluar bersama Mihai. Kalian tidak perlu ikut."     

"Baiklah," jawab Vasile tanpa pikir panjang.     

Sedetik kemudian, Vasile baru tersadar dengan apa yang Luca katakan. "Eh? Apa yang Tuan katakan tadi?"     

"Aku akan keluar dengan Mihai jadi kalian tidak perlu ikut," ulang Luca.     

Vasile merasa rahangnya jatuh bebas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.