This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Lambat tapi Pasti



Lambat tapi Pasti

0Mihai yang baru selesai mandi dengan Liviu berjalan keluar dengan handuk melingkari pinggangnya. Sebelumnya, ketika ia selesai menenangkan Liviu yang menangis, ia bertanya kepada Liliane yang sedang mengambang di dekat jendela mengenai dirinya yang entah mengapa tiba-tiba berpindah tempat saat tidur.     
0

Liliane juga mengedikkan bahunya. "Aku tidur. Mana kutahu. Mungkin kau berjalan saat tidur?" itulah yang ia katakan dengan cuek.     

'Memangnya hantu bisa tidur?' Lebih tepatnya, memangnya mereka membutuhkan itu? Mihai jadi penasaran. Namun, ia tidak bertanya lebih lanjut dan merasa apa yang dikatakan Liliane masuk akal. Mungkin ia berjalan saat tidur.     

'Tapi mengapa aku harus berjalan ke kamarnya?!' Mihai merasa wajahnya sedikit memanas tanpa alasan.     

Ia mulai berpikir untuk mengikat kakinya sebelum tidur agar kejadian berpindah tempat ini tidak lagi terjadi. Namun, itu adalah masalah nanti. Sekarang….     

Mihai berdiri di depan lemari pakaian yang terbuka lebar dengan penuh pertimbangan. Matanya menatapi satu per satu pakaian yang terlipat rapi di sana.     

'Baju yang mana yang harus kupakai?'     

Mihai mengambil satu kaos dengan tangan kanannnya lalu mengambil satu kaos yang lain dengan tangan kirinya, menimbang-nimbang sejenak, lalu mengembalikan satu kaos ke dalam lemari. Tidak berhenti sampai di situ, ia mengambil lagi kaos yang lain dan menimbang-nimbangnya lagi … terus begitu hingga keadaan di dalam lemari itu bagaikan kapal pecah. Berbagai kaos kembali dimasukkan ke dalam lemari tanpa dilipat kembali sehingga baju-baju itu menjadi acak-acakan.     

Namun, Mihai tetap belum menemukan baju yang ingin ia pakai. Padahal pakaian yang disediakan di dalam lemari itu benar-benar hanya terdiri dari kaos-kaos murah – ada yang polos dan ada yang bermotif tertentu. Seharusnya, dengan variasi yang sekecil itu, Mihai tidak perlu pusing memilih pakaian. Akan tetapi, di sinilah ia, menatapi pakaiannya dengan tangan memegang kepala – pusing.     

Jika Liviu tidak bersin dan menyadarkannya, ia mungkin akan melakukan kegiatan memilih baju ini sepanjang hari.     

"Ah! Livi, maaf. Aku lupa kau belum mengenakan pakaian!"     

Mihai segera mengeringkan sisa air pada tubuh Liviu dengan handuk lalu mengambil pakaian Liviu yang berada di sisi lain lemari. Ia mengeluarkan sebuah kemeja kecil dan rompi serta celana pendek berwarna senada dengan rompi itu. Sambil mengenakannya pada Liviu, Mihai mengamati pakaian itu.     

Terlihat jelas bahannya adalah bahan berkualitas tinggi sehingga walaupun Mihai tidak terlalu menyukai pakaian formal karena biasanya membuat tubuhnya gatal, jika bahan pakaiannya seperti milik Liviu, ia tidak akan keberatan. Ia malah berpikiran bahwa pakaian bentuk ini mungkin cocok untuk dipakainya hari ini dari pada kaos-kaos murah yang membuatnya terlihat lusuh.     

Tangan Mihai tiba-tiba terhenti membuat Liviu bingung. "Da?" gumamnya sambil melambaikan tangannya di depan wajah Mihai.     

Mihai berkedip beberapa kali tapi ia tidak terlihat menyadari lambaian Liviu. Kedipannya lebih karena keinginannya sendiri.     

Alasannya menjadi seperti ini adalah karena ia tersadar. Tersadar akan keanehannya!     

Ia yang tidak pernah memikirkan jenis pakaiannya bahkan saat harus melamar di perusahaan besar pun sekarang berpikir keras hingga ingin mengenakan jenis pakaian yang selalu ia hindari seumur hidupnya itu.     

Mihai merinding.     

'Apa yang terjadi padaku?'     

"Mihai, Tuan Muda Liviu akan masuk angin jika kau membiarkannya dalam keadaan setengah telanjang seperti itu."     

Mihai meloncat saking kagetnya. Buru-buru ia mendongak dan mendapati Ecatarina yang entah sejak kapan sudah ada di sana. Kedua tangannya terlipat di depan perut dan di atas tangan itu terdapat satu stel pakaian yang terlipat rapi.     

"Se—sejak kapan ka—"     

"Dasar … cepat perbaiki pakaian Tuan Muda! Jika Tuan Muda sakit, aku tidak akan memaafkanmu!" ancam Ecatarina sambil menatap tajam Mihai.     

Mihai merasa mata merah wanita itu sedikit mengkilat membuat bulu kuduk Mihai berdiri semua. Namun, Mihai tidak mau mengakui ketakutannya dan memberanikan diri membalas tatapan tajam Ecatarina.     

"Tidak perlu kau bilang juga aku sedang melakukannya!" balasnya seraya mengancingkan kemeja pada tubuh Liviu.     

Ecatarina mengamati Mihai dengan seksama hingga Mihai selesai mengenakan pakaian itu pada putranya. Setelah memastikan tidak ada yang kurang, Ecatarina membuka suaranya lagi.     

"Ini," ujarnya seraya menyerahkan pakaian yang dari tadi di bawanya itu.     

Mihai menerimanya dengan bingung. Dilihatnya pakaian itu terdiri dari kaos, rompi tanpa lengan, dan celana selutut. Semuanya terbuat dari bahan yang lembut dan nyaman untuk dipakai.     

Mihai menatap Ecatarina meminta penjelasan.     

"Pakai itu untuk jalan-jalan hari ini. Kau akan membuat Tuan Luca malu jika kau menggunakan pakaian jelek yang ada di dalam lemari."     

Alis Mihai berkedut. 'Siapa yang memberiku pakaian jelek itu kalau bukan kau?!' Gerutunya dalam hati. Namun, Mihai tidak membantah karena anehnya ia juga berpikiran sama.     

Mihai langsung mengenakan pakaian itu dengan senang hati. Ia pun mematut dirinya di depan cermin dan semakin langkanya lagi, ia menyisir rambutnya!     

Baiklah, pengakuan dosa dari Mihai, ia hampir tidak pernah menyisir rambutnya walaupun ia harus pergi keluar. Rambutnya tidak terlalu panjang jadi walaupun ia tidak menyisir pun, rambutnya masih terlihat rapi-rapi saja. Tapi, hari ini, ketika ia melihat rambutnya di depan cermin, ia merasa rambutnya terlalu kacau hingga ia merasa sedikit malu.     

"Sempurna!" serunya puas setelah selesai menyisir. Saking puasnya, ia bahkan tidak menghiraukan keanehannya lagi hari ini.     

Tidak jauh darinya, Ecatarina menggendong Liviu sambil menatap Mihai dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. 'Ini yang dinamakan seseorang bisa berubah karena cinta … hmm … masa muda….'     

Liliane sendiri juga menahan tawanya di sudut ruangan melihat keanehan Mihai. Di saat yang bersamaan, hatinya sedikit menghangat melihat betapa putranya dicintai.     

Hanya Liviu yang tidak paham. Ia menatap papanya dengan sangat-sangat bingung dan penuh rasa penasaran….     

*****     

Selesai makan pagi – Luca tidak lagi mengingkari janjinya dan makan bersama, mereka masuk ke dalam kereta kuda. Kereta itu melaju menuju pusat kota Rumbell.     

Hari ini, Luca tidak seperti biasanya yang selalu berpakaian formal serba hitam, bagaikan akan menghadiri pemakanan seseorang. Pakaian kasual membaluti tubuhnya yang ideal itu – kaos biru tua, jaket hitam, dan celana jeans hitam. Pria ini seperti terlahir kembali, terlihat lebih muda berkali-kali lipat dari biasanya.     

Oleh karena pakaian yang lebih terbuka dari biasanya, Mihai bisa melihat garis-garis tegas dan kokoh tubuh Luca.     

Mihai merasa wajahnya sedikit memanas dan jantungnya berdesir.     

'Apa aku demam?'     

"Apa kau sakit? Wajahmu merah," ujar Luca yang juga menyadari perubahan Mihai.     

Mihai menempelkan tangannya pada dahi tapi tidak merasakan adanya perbedaan. "Aku rasa tidak."     

Luca menatapnya sejenak sebelum mengangguk. "Katakan padaku jika kau merasa tidak enak badan."     

"Ok."     

Keduanya kembali hening. Saking heningnya, Liviu yang tidak tahan lagi.     

"Daa!! Daa!!" serunya sambil menarik-narik rompi Mihai.     

"A—ada apa, Livi?"     

Liviu masih terus ber-da tapi jangan lupa, Mihai tidak bisa memahami maksudnya.     

"Dia bosan dan memintamu menceritakan sesuatu," ujar Luca.     

Mihai manggut-manggut paham. "Tapi, bukankah sebentar lagi kita akan sampai?"     

Luca menggeleng. "Masih butuh sekitar 20 menit. Ceritakanlah sesuatu untuknya."     

"Hmm … tapi aku tidak tahu mau cerita apa…," gumam Mihai berpikir keras. Tiba-tiba, ide cemerlang muncul di otaknya. "Bagaimana kalau kau yang cerita sesuatu, muka suram?" usulnya, menatap Luca dengan mata berbinar.     

Ini bisa menjadi kesempatan untuk mendekatkan Liviu dengan ayahnya juga!     

Luca yang tidak mengharapkan itu terlihat tidak siap. Alisnya berkerut dalam dan mulutnya terbuka-tertutup tanpa mengeluarkan suara. Ia ingin menolak. Lagi pula, ia tidak memiliki cerita yang menyenangkan. Namun, melihat mata berbinar itu penolakannya tersangkut di tenggorokan.     

"Apa yang harus kuceritakan?" tanyanya akhirnya setelah berdehem kecil.     

Mihai berpikir sejenak lalu menatap Liviu. "Livi, kau ingin diceritakan apa?"     

"Da??" Liviu memiringkan kepalanya dengan bingung. Padahal ia ingin mendengar cerita dari papanya dan ia tidak tertarik dengan Luca. Namun, melihat mata berbinar papanya, anak kecil ini juga tidak bisa mengeluarkan keegoisannya dan berpikir sejenak.     

Jari telunjuknya tiba-tiba teracung tinggi. "Da! (aku tahu!)"     

Luca menunggu dalam diam.     

"Dadada! Da! (Ceritakan bagaimana kau jatuh cinta kepada Papa!)" Liviu merasa papanya akan senang mendengar ini.     

Luca mengerjap-ngerjap sebentar sebelum menggeleng kuat.     

"Da!" Liviu tidak terima penolakan.     

Tapi Luca tetap bersikeras menggeleng.     

Pertama, ia tidak jatuh cinta kepada Mihai. Kedua, ia bahkan tidak punya perasaan sekarang. Bagaimana ia bisa menceritakan tentang hal itu?     

Namun, Luca pikir ia memiliki alasan lain yang lebih utama. Hanya saja, ia tidak tahu apa itu.     

Anak dan ayah itu masih terus berargumen. Yang satu terus ber-da dan yang satunya lagi terus menggeleng hingga Mihai takut kepalanya akan terbang.     

Mihai tidak paham apa yang dimita Liviu. Namun, ia bisa melihat semburat merah yang sangat tipis terlihat di kedua pipi Luca. 'Apa mungkin cerita yang diminta Liviu adalah sesuatu yang memalukan?'     

Jika begitu, Mihai harus menghentikannya. Ia tidak ingin Luca berubah pikiran untuk membawa mereka jalan-jalan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.