This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Rencana dimulai!



Rencana dimulai!

0Kereta kuda berhenti ketika mereka hampir memasuki area pusat Kota Rumbell.     
0

"Hm? Mengapa kita berhenti di sini?" tanya Mihai bingung. Ia kira, kereta itu akan membawa mereka langsung menuju gedung bioskop.     

Luca menggeleng pelan. "Aku hanya punya satu kereta dan sudah banyak yang mengenali kereta ini sebagai milikku. Jadi dari sekarang, kita akan berjalan kaki," jelasnya.     

Ia menjulurkan tangannya pada kepala Mihai dan Liviu secara bersamaan tanpa aba-aba. "Pejamkan matamu," ujarnya pelan tapi tegas sehingga Mihai langsung mematuhinya. Beberapa detik kemudian, Luca memperbolehkan mereka membuka mata.     

"Hm? Apa yang kau lakukan, Muka Suram?" Mihai semakin bingung. Ia tidak merasakan apa-apa selain jantungnya yang berdegup kencang ketika tangan itu menyentuh kepalanya.     

Namun, tampilan Luca sekarang di depan matanya membuat kebingungannya berubah dengan rasa terkejut yang kuat. Luca tidak lagi memiliki sepasang tanduk dan ekor. Matanya pun tidak berwarna merah lagi dan poninya diturunkan seluruhnya membuat pria itu terlihat sangat berbeda.     

"Aku menyembunyikan ekor dan telingamu. Kita akan menyamar sebagai manusia agar tidak menarik banyak perhatian," jelas Luca menyadarkan Mihai.     

Tangan Mihai refleks menyentuh kepala dan bokongnya. Sesuai yang dikatakan Luca, ekor dan telinganya sudah tidak ada di sana. Ketika ia melihat Liviu, putra kecilnya pun tidak lagi memiliki tanduk dan ekor. Mihai baru menyadari bahwa Luca adalah seorang incubus yang terkenal atau lebih tepatnya dikenal semua orang. Jika menemukan Luca di tengah kota sedang berjalan-jalan dengan seorang half-beast ke bioskop, pastinya akan sangat menarik perhatian.     

Demi perjalanan yang mulus dan tentram, Luca memutuskan untuk menyembunyikan identitas mereka.     

"Ayo." Luca membuka pintu kereta kuda dan turun terlebih dahulu.     

Mihai segera mengikutinya setelah memperbaiki posisi Liviu di dalam pelukannya.     

Victor yang menjadi kusir kereta kuda itu turun dari tempat duduknya dan membungkuk kecil. "Selamat bersenang-senang, Tuan."     

Luca hanya mengangguk dan mulai berjalan semakin menjauh. Sambil berjalan, ia bertanya-tanya mengenai bioskop yang menjadi tujuan mereka karena ia belum pernah memasuki tempat tersebut. Mihai dengan penuh semangat menjelaskan sistem kerja bioskop ini dan Luca terlihat sangat tertarik.     

Walaupun Luca sudah pernah membaca teorinya melalui laporan yang diberikan saat rencana pembangunan bioskop ini diajukan, sepertinya teknologi yang digunakan di dalamnya telah berkembang lebih pesat dari yang pernah ia baca dulu. ia sedikit tidak sabar untuk melihatnya dan berharap rencana ini bisa menjadi salah satu jalan keluar bagi masalahnya.     

Di sisi lain, Victor menegakkan kembali badannya setelah sang tuan telah menjauh. Sambil meregangkan otot-ototnya, ia menoleh ke belakang, tepat pada semak-semak di belakangnya. "Kalian sudah bisa keluar!" serunya dan tepat saat itu juga, Vasile dan Ecatarina muncul.     

Mereka telah terbang terlebih dahulu ke area ini dan menutupi hawa keberadaan mereka dengan sihir agar Luca tidak menyadarinya.     

Awalnya mereka takut sihir mereka tidak cukup kuat, tapi langsung lega karena Luca benar-benar tidak menyadari mereka.     

Victor mendengus. "Kalian ini terlalu protektif. Biarkan saja mereka jalan-jalan berdua. Mengapa harus menguntit mereka?"     

Bayangan Lonel dan Albert yang ingin ikut juga melintasi pikirannya. Hanya saja, Albert adalah juru masak satu-satunya kediaman sehingga akan aneh jika ketika sang tuan telah pulang, tidak ada makanan yang tersedia sementara, Lonel terlalu berbahaya. Bisa saja ia meracuni orang-orang yang mengganggu Tuannya walaupun itu hanya tidak sengaja. Jadi, keduanya tidak diijinkan untuk ikut. Lagi pula, suara Albert terlalu keras. Akan sangat mudah ditemukan tuan mereka.     

Victor masih bisa mengingat wajah suram mereka saat dilarang. Sementara Vasile dan Ecatarina … Victor tidak punya kekuatan untuk melarang kedua orang ini. Lagi pula, sihirnya lebih lemah dibandingkan keduanya.     

"Apa yang kau katakan Victor?! Bagaimana jika Tuan, Mihai, dan Tuan Muda kita dalam bahaya?!" Vasile sudah bagaikan ayah yang terlalu protektif terhadap anaknya.     

"Victor, aku harus melihat dengan mata kepala sendiri saat-saat di mana perjalanan cinta Tuan berkembang." Sementara Ecatarina … ia hanya menganggap situasi ini seru sebagai tontonan.     

Victor menghela napas. "Terserah. Aku akan pergi ke tempat lain. Ada urusan." Ia tidak punya hobi buruk untuk menguntit orang yang sedang kencan. Lagi pula, ia punya tujuan lain saat ikut keluar dari kediaman.     

Keduanya sudah tidak lagi mendengarkan Victor dan mulai berjalan pergi untuk melakukan kegiatan menguntit mereka.     

Victor kembali menghela napas seraya mengeluarkan sayapnya. Pikirannya kembali pada Kepala Kaum half-beast yang dirumorkan sedang sakit itu.     

'Tidak ada salahnya datang menjenguk, kan?' Batinnya.     

Setelah memastikan kereta kuda itu tersembunyi dengan aman, ia mulai terbang dan tidak lama kemudian, sosoknya sudah tidak lagi terlihat.     

*****     

Sesampainya di dalam gedung bioskop, Luca mulai kebingungan. Terlalu banyak hal yang tidak pernah ia lihat sehingga ia tidak tahu harus ke mana dan melakukan apa.     

Luca terlihat seperti anak kecil yang tersesat membuat Mihai tergelitik untuk tertawa. Dengan cepat, ia menarik lengan pakaian Luca agar pria itu tidak benar-benar tersesat.     

"Ini," ujar Mihai seraya menyodorkan Liviu pada Luca.     

"Da?" Liviu menatap Mihai dengan bingung.     

Luca juga sama.     

"Gendong Livi. Jangan lupa ini juga untuk menebus janjimu kan? Jadi, gendong Livi selama jalan-jalan hari ini dan dekatkan dirimu dengan putra kita."     

Luca mengangguk paham dan menerima Liviu dalam gendongannya. Ia tidak keberatan. Sejujurnya, ia juga memiliki niat itu.     

Namun, Liviu yang tidak tertarik dengan Luca langsung meronta. Wajahnya berubah suram. Ia tidak ingin terpisah dari Mihai.     

Namun, melihat Mihai yang sangat bahagia karena akhirnya bisa membuat Luca dan Liviu menjadi lebih dekat, Liviu tidak lagi meronta.     

"Aku akan pergi membali tiket!" seru Mihai lalu berjalan menuju loket yang penuh antrian.     

"Da…," gumamnya sedih.     

Melihat kepala makhluk kecil itu yang terkulai, Luca tanpa sadar mengelus kepala putra kecilnya dengan lembut. "Bertahanlah hari ini saja," gumamnya yang sadar bahwa Liviu tidak pernah menyukainya. Lagi pula, ia telah jahat kepada Mihai selama ini jadi putra kecilnya yang sangat menyayangi sang papa pasti tidak senang dengan dirinya. Memikirkan ini membuat semangat Luca sedikit turun.     

"Demi Papamu," tambahnya tanpa sadar.     

Liviu mengangguk. "Da!" Akhirnya ia memutuskan untuk berdamai dengan Luca untuk hari ini saja.     

Di sisi lain, Luca bertekad untuk benar-benar mendekatkan diri dengan Liviu. Bukan karena janjinya, tapi karena ia berpikir, ia ingin memiliki hubungan baik dengan Mihai serta Liviu mulai dari sekarang. Walaupun begitu, ia tetap tidak paham alasan yang membuatnya mulai berpikir seperti ini.     

"Aku sudah beli tiketnya. Katanya film ini sangat mempermainkan emosi penontonnya jadi aku pikir akan sangat cocok untuk memperbaiki perasaanmu itu!" Mihai berseru riang sambil berjalan kembali mendekati mereka. Setiap beberapa langkah sekali, ia akan meloncat kecil. Jika telinga dan ekornya terlihat, sudah pasti akan bergerak-gerak dengan hebohnya.     

"Oh iya! Mau beli popcorn?"     

"Popcorn?"     

"Da?"     

Luca dan Liviu yang bingung karena belum pernah mendengar kata itu memiringkan kepala secara bersamaan.     

"Itu adalah makanan wajib saat nonton di bioskop!" jelas Mihai. Ia langsung menarik tangan Luca menuju tempat beli popcorn.     

Samar-samar, Luca mulai ingat. Sepertinya memang ada makanan seperti ini di laporan yang diberikan kepadanya. 'Hmm .. jadi ini menjadi makanan wajib?'     

"Da! Da!!" Liviu terlihat bahagia melhat mesin pembuat popcorn yang tembus pandang itu. beberapa popcorn terus meloncat-loncat di dalamnya, menarik perhatian Liviu.     

Melihat putra kecilnya sangat bahagia, Luca mulai berpikir apakah ia bisa membeli mesin seperti ini dan sesekali meminta Albert membuatkan popcorn. Sepertinya, Liviu akan sangat bahagia.     

Luca mengangguk-angguk kecil diiringi dengan keputusan bulat. Ia akan membelinya!     

"Muka Suram? Kenapa bengong?"     

Suara Mihai menarik Luca kembali ke permukaan. Ternyata Mihai telah selesai membeli popcorn dan Liviu mulai menggapai-gapai, ingin mencobanya.     

"Livi, gigimu belum tumbuh jadi jangan dikunyah ya. Jilat saja. Enak loh yang rasa caramel!" Mihai menyodorkan sebutir popcorn yang diterima Liviu dengan kedua tangan kecilnya.     

Mata Liviu berbinar dan ketika ia menjilat popcorn itu, Liviu langsung berseru riang. Ia sepertinya sangat menyukai rasanya.     

Melihat itu, tekad Luca semakin bulat.     

Di saat yang bersamaan, pengumuman mengenai pintu teater yang terbuka menggema di dalam ruangan.     

"Filmnya akan segera dimulai. ayo!" Mihai segera menarik Luca.     

*****     

"Film apa yang mereka tonton? Kau bisa lihat Rina?"     

"Hmm … aku tahu. Yang ini!" seru Ecatarina seraya menunjuk salah satu judul.     

Penjaga loket itu menatap kedua orang aneh itu dengan sedikit rasa kasihan. Ia yang melayani pria yang sedang mereka tatap itu dan bukan film ini yang pria itu pilih. Setelah berpikir sejenak akhirnya, ia membuka suara, "Tuan, Nyonya, film yang pria tadi pilih adalah yang ini."     

Keduanya terdiam dan menatap penjaga loket itu sebentar. Setelah berkedip dua kali, keduanya segera membuka suara.     

"Ah! iya! Iya! Yang ini! Kami mau yang ini!" ujar keduanya agak salah tingkah.     

Penjaga loket itu hanya tersenyum lalu memproses pesanan mereka.     

Ketika keduanya mendapatkan tiket, pengumuman pintu teater yang terbuka langsung menggema dan keduanya tanpa basa-basi lagi mengekori sang tuan.     

Sejujur-jujurnya, mereka juga tidak pernah datang ke bioskop sehingga mereka sendiri tidak paham. Untung saja ada penjaga yang mengecek tiket mereka dan memberitahukan tempat duduk yang telah ditetapkan di tiket itu. beruntungnya lagi, sepertinya penjaga loket itu mengingat posisi duduk yang dipilih Mihai sehingga penjaga loket itu juga memilihkan tempat duduk yang dekat dengan yang dipilih Mihai.     

Tidak mereka sangka bahwa ketika menonton bioskop, lampu akan ditutup saat film diputar.     

Ketika lampunya dimatikan, kedua orang itu hanya bisa mengeluh dalam hati karena tidak bisa melihat gerak-gerik Tuan dan Mihai dengan jelas…..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.