This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Ikatan Keluarga



Ikatan Keluarga

0Sesampainya di pantai, Mihai langsung mengabadikan pemandangan matahari terbenam pada ujung laut itu ke dalam memori ingatannya, memastikan ia tidak melewatkan satu pun detail yang ada.     
0

Luca juga menatap pemandangan itu dan berpikir bahwa sudah lama ia tidak menikmati pemandangan alam seperti ini. 'Lama' yang disebutkan Luca tidak lain tidak bukan adalah selama seribu tahun lebih. Sejak ia sibuk dengan pekerjaannya sebagai Kepala Kaum, ia tidak lagi punya waktu untuk hal-hal sepele seperti ini.     

Padahal di masa lalu, ia suka memandangi pemandangan alam ketika berada dalam kondisi emosi yang buruk. Namun, bagi dirinya yang telah kehilangan perasaan, selain yakin bahwa ia tidak akan merasakan keindahan apa pun ketika melihat pemandangan seperti ini, ia juga tidak memiliki perasaan buruk yang perlu diredakan.     

Akan tetapi, tidak seperti yang ia pikirkan, ia menemukan bagian dalam dadanya yang menjadi lebih ringan dan tubuhnya yang sedikit lebih rileks setelah melihat pemandangan di hadapannya. Liviu yang baru pertama kali melihat pemandangan ini pun berseru-seru riang di dalam pelukan Luca.     

'Apa ini efek dari menonton tadi? Mungkin rencana itu sedikit berhasil mengembalikan perasaanku?' pikirnya yang tentunya tidak bisa memberikan jawaban pasti. Tidak ada yang bisa menjawab ini kecuali si 'Pak Tua' yang telah mengambil perasaaannya ini.     

"Aku akan membeli sesuatu untuk makan! Kalian tunggulah di sini!" seru Mihai yang hendak berlari menuju stan-stan makanan yang tersebar di seluruh pantai itu tapi Luca menghentikannya.     

"Ada apa, Muka Suram?"     

Luca merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu. "Ulurkan tanganmu."     

Mihai dengan bingung mematuhi dan sebuah dompet diletakkan di tangannya.     

"Uang. Kau tidak punya kan? Pakai punyaku untuk membeli makanan yang kau suka."     

Semuanya terjadi begitu cepat hingga Mihai membutuhkan beberapa waktu untuk menyadari apa yang sedang terjadi. "Ah! Betul juga! Hampir saja aku lupa, hahahahahaha…." Mihai benar-benar melupakan bahwa ia harus membayar untuk makanan-makanan itu.     

Sesuai dengan yang diduga Luca, Mihai tidak punya uang. Semuanya berada di dalam kartu tabungannya dan kartu itu juga lupa ia bawa. Tadi, ketika ia membeli tiket film pun, ia menggunakan uang Luca.     

Jika Luca tidak menyadarinya, Mihai sudah bisa ditangkap polisi.     

"Terima kasih, Muka Suram!" seru Mihai yang hendak berjalan menuju stan tapi lagi-lagi dihentikan oleh Luca.     

"Ada sesuatu lagi?"     

Luca menatap Mihai sejenak. Jari telunjuknya menggaruk pipinya dengan pelan. "Luca."     

"Eh?"     

"Panggil aku Luca. Muka Suram bukan panggilan yang bagus."     

Mihai mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha mencerna apa yang dikatakan Luca dan sedetik kemudian, Mihai sudah tertawa terbahak-bahak.     

"Apa yang lucu?"     

"Da?"     

"Tidak, hahahaha … hanya saja, pfft!" Mihai berusaha menjelaskan tapi gagal.     

Luca akhirnya menunggu hingga Mihai puas tertawa.     

"Yah … aku hanya berpikir, ternyata kau bisa menyuarakan keberatanmu juga. Aneh, ya tapi entah kenapa, rasanya lega."     

Luca mengernyit samar. "Tentu saja," gumamnya, tidak paham mengapa Mihai mempermasalahkan hal yang sudah pasti dan juga tidak paham mengapa Mihai harus lega karena itu.     

Mihai sendiri juga tidak begitu paham. Hanya saja selama ini, ia bisa melihat banyak hal yang membuat Luca keberatan walaupun pria itu tidak menyuarakannya secara jelas. Hanya saja, melihat Luca yang bisa berterus-terang kepadanya seperti ini, Mihai merasa untuk pertama kalinya, ia berkomunikasi dengan Luca yang hidup dan sepertinya itu membuatnya lega sekaligus bahagia.     

Jika selama ini Luca bagaikan makhluk hidup yang membeku di dalam gunung es, sekarang, es itu mulai mencair dan makhluk itu kembali hidup di dunianya secara perlahan.     

"Lupakan saja! Tidak perlu dipikirkan, Luca," ujar Mihai lagi seraya berjalan pergi menuju stan.     

Luca berdiri diam di tepi pantai, tidak dapat berkata apa-apa. Sesuatu mengetuk dadanya saat namanya diucapkan dari mulut Mihai dan itu membuat dirinya menjadi aneh.     

"Da da daa? (Ayah, wajahmu kenapa merah?)"     

"Merah? Benarkah?"     

Liviu mengangguk.     

Luca menyentuh wajahnya yang entah mengapa juga sedikit memanas. Setelah beberapa saat, Luca menggeleng. "Aku tidak tahu mengapa."     

"Da?" Liviu memiringkan kepalanya dengan bingung.     

Luca tidak lagi berkata apa-apa seraya duduk di atas pasir pantai. Ia mendudukkan Liviu pada pangkuannya.     

Keduanya tidak berkomunikasi untuk beberapa saat sebelum akhirnya, Luca membuka suara.     

"Livi, apa kau tidak menyukaiku?"     

"Da!" Liviu mengangguk tanpa ragu-ragu.     

Entah mengapa, Luca menjadi sedikit down melihat itu. namun, ia hanya mengangguk kecil seraya mengelus kepala Liviu. "Tidak heran, aku rasa," gumamnya lembut.     

Liviu mendongak lalu memutar badannya hingga sekarang ia berhadapan dengan Luca.     

"Livi?"     

"Daaa!! Daaa! Dadadada!! (Aku memang tidak suka Ayah karena sudah membuat Papa sedih. Tapi, Livi tidak benci Ayah yang sekarang)" Liviu tersenyum lebar. Tangan mungilnya terjulur, berusaha menggapai wajah Luca.     

"Livi…." Luca tidak tahu harus bagaimana merespon setelah mendapatkan pernyataan yang begitu manis dari putra kecilnya. Hanya satu hal yang muncul diotaknya dan ia langsung melakukannya.     

Tangannya membungkus Liviu yang mungil ke dalam pelukannya dengan erat. Liviu ber-da ria sambil menepuk kedua pipi Luca dengan kedua tangan mungilnya. Luca bisa merasakan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan ini.     

Awalnya ia tidak bermaksud untuk memiliki kedekatan dengan putra kecilnya ini. Ia bahkan jengkel dengan keinginan Mihai mendekatkannya dengan Liviu melalui perjanjian itu dan berusaha sebisa mungkin untuk mengingkarinya. Namun, sekarang, ia sedikit bersyukur dengan kegigihan Mihai.     

Walaupun ia tidak memiliki perasaan pun, ia tetap akan hidup bersama dengan istri dan putranya itu seumur hidupnya. Tidak ada salahnya membangun kedekatan dengan keluarga barunya ini. Lagi pula, Mihai tidaklah seburuk yang ia pikirkan dan memiliki keduanya di sisinya memberikan banyak hal baru untuk Luca sendiri.     

Mulai sekarang, ia akan mencoba membuka pintu bagi Mihai dan Liviu ke dalam kehidupannya, menjadikan keduanya bagian dalam hidupnya yang panjang ini. Walaupun ia membenci half-beast, jika itu adalah Mihai, ia pikir, ia tidak akan keberatan.     

"Aku akan melindungi kalian dengan seluruh kekuatan yang aku punya … aku janji."     

"Da!"     

Keduanya kembali menikmati pemandangan matahari terbenam. Di sekeliling mereka, beberapa pengunjung pantai yang tidak begitu ramai – karena memang bukan musimnya – juga duduk di atas pasir sambil memandangi pemandangan.     

"Aku kembali!" Mihai berlari mendekati mereka dengan kedua tangan yang penuh makanan. "Yah! Semuanya terlihat begitu enak. Pada akhirnya aku beli semuanya!" serunya seraya duduk di samping Luca dan mulai mendistribusikan makanan-makanan itu.     

Liviu menatap semuanya dengan mata berbinar tapi kemudian menjadi sedih mengingat giginya belum tumbuh. Jadi, ia tidak bisa makan makanan itu.     

Menyadari itu, Mihai segera mengelus kepala Liviu. "Spesial untuk Livi, Papa sudah membelikan banyak jenis minuman dan makanan lembut lainnya!"     

"Da!" Liviu langsung terbang mendekati Mihai dan memeluknya erat.     

Luca menatap makanan yang begitu banyak itu lalu melihat dompetnya yang langsung menipis. 'Hmm … tidak ada salahnya boros sekali-kali.'     

Ia juga telah melihat wajah yang begitu bahagia. Pengeluaran sebesar ini tidaklah mahal.     

*****     

"Tuan! Vasile ini sangat bahagia!" Vasile menangis terharu sambil mencatat seluruh peristiwa ini ke dalam buku catatan khususnya.     

Ecatarina yang biasanya tenang dan kalem juga tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut menangis terharu. "Aku tahu perasaanmu Vasile. Aku juga sangat bahagia!"     

"Papa, Mama, mengapa dua orang itu menangis?" Anak kecil yang lewat menunjuk keduanya dengan penuh rasa penasaran.     

Orang tua anak itu segera menurunkan jari telunjuk putra mereka.     

"Mereka orang aneh. Jangan dekat-dekat," tegur mama dan segera menarik anaknya menjauh dari situ.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.