This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Energi yang Misterius



Energi yang Misterius

0Detak jantung Mihai sangat berisik. Wajahnya panas dan isi perutnya seperti dikocok. Semuanya terjadi begitu saja ketika matanya bertemu dengan Luca. Walaupun semua ini membuatnya tidak nyaman, tapi anehnya, ia juga merasakan kebahagiaan dan kehangatan.     
0

'Apa ini?'     

Tidak, Mihai tahu apa ini. Namun, ia sangat ingin menyangkalnya.     

'Perasaan ini … jangan-jangan … tidak! Tidak boleh, Mihai!'     

Ia sudah bersumpah bahwa ia tidak akan jatuh cinta. Mengapa di saat ia baru mengatakan itu, ia akan menyadari perasaannya yang entah sejak kapan sudah mulai berbunga di dalam hatinya?!     

'Ini buruk!'     

"Da!" Liviu menepuk-nepuk pipi papanya terus menerus, cemas melihat wajah yang merah padam itu. Namun, Mihai tidak memberikan reaksi sama sekali membuat Liviu menjadi semakin cemas hingga wajahnya sedikit memucat.     

Di saat yang sama, Luca juga berpikir bahwa Mihai agak aneh. Ia berusaha menyapa tapi pria itu hanya berdiri diam dan tidak bereaksi sama sekali. Melihat Liviu yang berseru cemas, Luca berpikir bahwa, ia harus mengecek keadaan Mihai sesegera mungkin.     

Jika Mihai sakit, ia harus segera merawatnya!     

Luca menjulurkan tangannya, hendak mengecek temperatur tubuh Mihai melalui kening pria itu.     

Mihai yang terlalu terguncang dengan perasaaannya itu tidak siap dengan pergerakan tiba-tiba itu. Jantungnya berdegup semakin kencang melihat tangan lebar itu mendekatinya.     

'Tidak boleh! Aku tidak boleh merasakan ini!' Mihai langsung panik dan hendak menghindar ketika….     

PRAK!     

Tangan kiri Mihai yang masih memegang gagang pintu telah merusak gagang itu dan sekarang, benda malang itu telah terlepas dari daun pintu. Serbuk-serbuk kayu dan partikel-partikel kecil dari bagian yang terlepas mulai berjatuhan mengotori lantai.     

"..."     

"..."     

"..."     

Ketiga makhluk itu mematung di tempat, terkejut.     

Rahang Mihai telah jatuh dan Liviu terbelalak lebar melihatnya. Bahkan, Luca tidak bisa menghentikan matanya untuk tidak membuka lebih lebar dari biasanya.     

Ketika Mihai behasil mengatasi rasa terkejutnya, kepanikannya kembali menggerogoti dirinya. "Ma—maaf, a—aku … aku…." Ia menggerak-gerakkan tangannya di udara, berusaha menjelaskan tapi ia sendiri tidak lagi tahu apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan. Hanya saja, ia benar-benar tidak menyangka akan merusak gagang pintu yang terpasang dengan begitu kokoh itu.     

Semua ini karena ia terlalu panik dan kehilangan kendali akan emosinya. Lagi-lagi hal ini terjadi!     

Lebih buruk lagi, kepanikannya semakin tinggi ketika Luca tiba-tiba menggenggam kedua telapak tangannya.     

"A—apa—apa…?!" Jantungnya berdegup semakin kencang hingga sakit dan panas tubuhnya naik drastis. Pada akhirnya, Mihai meledak. Asap mengepul dari kepalanya yang tidak lagi bekerja.     

"Mihai?"     

"Da?!"     

Liviu menusuk-nusuk pipi Mihai dengan cemas sementara Luca menepuk-nepuk lengan pria itu.     

Setelah beberapa saat, akhirnya Mihai tersadar kembali.     

"Kau tidak apa-apa?" tanya Luca dengan suara datarnya. Namun, entah mengapa, Mihai bisa merasakan kelembutan yang misterius terselip di dalam suara itu.     

'Tidak! Aku bahkan berhalusinasi sekarang!' Mihai benar-benar harus mengatasi perasaannya sekarang juga.     

"Ti—tidak apa-apa. Dari pada itu…." Mihai melirik tangannya yang masih digenggam oleh Luca. "To—tolong, lepas…," gumamnya. Entah mengapa, ia semakin merasa malu dan akhirnya menunduk dalam karena tidak sanggup menatap wajah Luca.     

"Oh, baiklah…." Luca melepaskannya dengan sedikit bingung. Ia pikir, Mihai sedikit aneh, hanya saja ia tidak tahu harus berkata apa.     

Mihai menghela napas lega. Ia masih bisa merasakan sentuhan tangan Luca yang dingin membuat ia meremas-remas kedua tangannya dengan tidak nyaman. Kepalanya masih tertunduk dalam dan tubuhnya tanpa sadar bergerak-gerak seperti cacing kepanasan.     

"..."     

Keheningan kembali melanda. Tidak ada dialog yang terbentuk di antara mereka tapi tidak ada yang hendak berpamitan juga.     

'Ke—kenapa dia masih di sini?!' Gerutu Mihai kesal. Jantungnya tidak mau berkompromi dengannya dan jika Luca berada di sini lebih lama lagi, Mihai benar-benar akan konslet.     

Sementara itu, Luca yang tidak menyadari perasaan Mihai sedang mengelus-elus dagunya penuh pertimbangan. Ia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.     

30 detik berlalu begitu saja dalam diam dan Mihai benar-benar tidak bisa menunggu lebih lama lagi!     

"Lu—Luca!" Suaranya sedikit tidak stabil sehingga terlalu keras membuat Luca terlonjak kecil.     

Mengerjap dua kali, Luca tersadar bahwa ia tidak berbicara sama sekali dari tadi. "Ah … maaf, tadi aku sedang memikirkan sesuatu."     

Mihai mengangguk kecil, masih dengan kepala tertunduk. Wajahnya memerah hingga ke telinga. Ia menggigit bibir bagian bawahnya dengan harap-harap cemas – berharap Luca akan pergi secepatnya.     

Namun, sepertinya hidup ini tidak terlalu baik kepadanya.     

Luca masih berdiri di hadapannya dan bahkan mulai menundukkan kepalanya agar bisa melihat wajah Mihai. "Kau benar-benar tidak apa-apa? Wajahmu merah." Ia berusaha menyentuh dahi Mihai tapi Mihai langsung menutupi dahinya dengan kedua tangan lalu menghindar.     

"A—aku benar-benar tidak apa-apa!" serunya masih dengan suara tidak stabil. Matanya bergerak ke seluruh arah selain pada Luca.     

Luca yakin Mihai tidak baik-baik saja. Namun, sepertinya Mihai tidak ingin memberitahunya, jadi ia juga tidak akan memaksa – walaupun Luca berpikir ia tidak terlalu suka dengan keputusan akhir ini.     

"Mihai," panggilnya setelah beberapa saat.     

"Hm?"     

"Sepertinya kau memiliki energi yang aneh di dalam dirimu dan energi itu sangat tidak stabil." Luca mengambil gagang pintu yang terjatuh di atas lantai dan menempelkannya kembali pada pintu dengan sihirnya.     

"Eh?" Mihai melirik Luca dengan bingung, walaupun segera mengalihkan tatapannya lagi karena jantungnya kembali bertingkah.     

Luca mulai berpikir, ia tidak suka dengan Mihai yang terus menjauhi tatapannya itu. Namun, ia menahan diri untuk tidak menarik dagu Mihai secara paksa – lagi pula siapa dia hingga ia punya hak itu melakukan itu? – dan kembali melanjutkan ucapannya.     

"Sepertinya emosimu yang tidak stabil membuat gelombang energi itu menjadi semakin kasar sehingga kau tanpa sadar merusak benda di sekelilingmu."     

"Energi? Energi apa? Aku tidak pernah merasakannya."     

Luca berpikir sejenak. "Seperti energi sihir."     

Tapi….     

"Tapi, aku bukan incubus. Half-beast tidak memiliki sihir."     

Luca mengangguk kecil. "Itulah mengapa aku juga sedikit ragu. Hanya saja, mungkin kau memang memiliki sihir itu."     

Mihai terdiam sejenak. Mau tidak mau, ia menatap Luca dengan alis yang berkerut dalam. "Bagaimana kau bisa yakin?"     

Tatapan mereka kembali bertemu dan Luca berpikir ia nyaman dengan ini. Hanya saja, sedetik kemudian, mihai kembali mengalihkan pandangannya membuat Luca berpikir, ia memang tidak menyukai kegiatan aneh Mihai ini.     

Mengabaikan pikirannya, Luca mengetuk pintu kamar Mihai dengan jarinya membuat Mihai menatap jari itu dengan bingung.     

"Pintu ini hanya bisa dibuka dengan sihir dan kunci khusus. Sementara pintu kamarku…." Luca menunjuk pintu kamarnya yang berjarak beberapa meter dari tempat mereka berada. "…hanya bisa dibuka dengan sihir khusus yang rumit. Bahkan, jendela di kediaman ini, semuanya hanya bisa dibuka dengan sihir. Hanya ada beberapa pintu yang bisa dibuka dengan kunci dan hanya beberapa yang tidak memiliki kunci sama sekali. Namun, kau bisa membuka semuanya bukan?"     

Mihai mengangguk. Ia bahkan tidak mengetahui mengenai hal itu. "Tapi, bagaimana bisa?"     

Itu juga yang dipikirkan Luca. Walaupun Mihai lahir dari hubungan antara incubus dan half-beast, Mihai tidak akan memiliki sihir. Bayi half-beast yang berasal dari hubungan incubus dan half-beast tidak akan mewarisi kekuatan sihir incubus, itu adalah sesuatu yang pasti dan tidak pernah berubah hingga sekarang.     

Namun, untuk sekarang, hal ini tidak penting. Yang ingin Luca sampaikan adalah….     

"Kau harus belajar mengontrol emosimu. Jika kau bisa mengontrolnya, kemungkinan kau merusak barang pun menjadi kecil."     

Mihai paham maksud Luca. Hanya saja, ini adalah PR yang berat karena jika ia bisa, ia sudah berhasil mengontrolnya dari dulu.     

Luca sendiri sadar akan hal itu jadi ia berpikir, ia ingin melakukan sesuatu untuk membantu Mihai, seperti yang Mihai lakukan untuknya.     

"Aku punya ide. Besok ikut aku ke suatu tempat."     

"Eh? Ke mana?"     

Luca mulai sedikit geram melihat Mihai yang dengan keras kepalanya tidak ingin menatap langsung ke arahnya. Namun, Luca hanya bisa menepuk pelan kepala Mihai dan mengelusnya lembut.     

"Kau akan tahu besok. Sekarang sudah larut, cepat istirahat."     

Setelah mengatakan itu, Luca berjalan menuju kamarnya. Mendengar bunyi pintu yang ditutup, Mihai akhirnya bisa benar-benar lega. Jantungnya berangsur-angsur kembali ke iramanya yang biasa.     

"Daaa…." Liviu tiba-tiba bergumam.     

"Ada apa Li—wua…." Ketika Mihai menoleh, ia menemukan Liviu yang sudah cemberut.     

Oh baiklah, Liviu merasa kembali diasingkan dari dunia keduanya dan ia tidak terima itu. walaupun sebelum Luca pergi, pria itu juga mengelus kepalanya dengan lembut, Liviu merasa itu tidak cukup.     

"A—ada apa Livi? Kau marah? Kenapa?" Mihai berusaha menghibur Liviu tapi benar-benar tidak paham mengapa putra kecilnya ngambek.     

Mihai membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat suasana hati Liviu kembali baik dan ketika ia akhirnya bertemu dengan Ecatarina untuk meminta kantung, hari sudah berganti….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.