This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kembali Bermimpi (2)



Kembali Bermimpi (2)

0[Mengepalkan tangannya erat, Mihai segera bangun dan menonjok pria itu dengan sekuat tenaga. Keduanya saling bertukar tonjokan – kulit mereka sobek dan darah mengucur dari berbagai area di tubuh mereka. Tidak ada yang mau menyerah dan setiap tonjokan baru yang diluncurkan lebih berat dibandingkan tonjokan yang sebelumnya.     
0

Makian meluncur keluar dari kedua mulut mereka, menggetarkan suasana di sekitar hutan itu. Binatang buas bahkan tidak berani mendekati mereka.     

Baru ketika Mihai jatuh terkapar dan tidak bisa bangun lagi, perkelahian mereka berhenti. Masih sambil memaki, pria itu meludahkan darah ke dalam aliran sungai lalu berbalik pergi.     

Tidak ada lagi area tubuh mereka yang masih utuh tanpa luka.     

Mihai berusaha mengatur napasnya. Keringat yang mengucur mengenai lukanya, membuat ia sesekali meringis. Matanya menatap langit luas yang telah berubah jingga.     

'Apa yang aku lakukan?' pikirnya.     

Amarah sudah hilang seluruhnya, menyisakan penyesalan. Tangannya meraba-raba kantong pakaiannya, mengeluarkan sebuah kantung kain berisi tanaman obat.     

'Padahal aku datang untuk memberikannya obat ini tapi aku malah memberinya luka yang lebih banyak….'     

"Haaaahhhh…."     

'Bodoh….'     

Lengannya menutup kedua matanya yang nyeri – bukan karena cahaya matahari tapi karena air mata yang mulai mengumpul di kelopak matanya. Tanpa bisa ditahan lagi, tetes demi tetes jatuh membasahi kulit wajahnya hingga mengering di atas tanah berpasir.     

'Mengapa kau begitu bodoh? Untuk apa kau datang ke sini? Kau pun tidak bisa secara terang-terangan memberikannya obat!'     

'Lihat sekarang! Kau malah menambah luka di tubuhnya! Jika besok ia harus bertarung lagi, bagaimana ia bisa melakukannya dalam keadaan terluka parah seperti itu?!'     

'Bodoh! Bodoh!'     

Mihai tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Tidak puas hanya melalui kata-kata, ia memukul tubuhnya sendiri, tepat pada bagian yang terluka. Darah yang awalnya mulai mengering kembali mengucur karena kulit yang kembali robek.     

Padahal ia hanya ingin berada di samping pria yang ia cintai, walaupun hanya sebentar saja … mengapa semua ini begitu sulit?     

Apa karena kaum mereka yang berbeda?     

Tidak … mungkin itu salah satu faktornya, tapi yang paling utama adalah….     

'Itu karena aku anak wanita itu … anak yang merenggut nyawa wanita tercintanya….'     

Pria itu telah membencinya sejak ia lahir, padahal ia telah mencintai pria itu sejak ia mengenal dunia….     

Rahangnya mengerat erat, menghentikan semua keluhan sakit yang hendak keluar dari rongga mulutnya, tidak akan membiarkan dirinya lega dengan melampiaskan rasa sakitnya melalui teriakan dan keluhan. Ia harus merasakan sakit yang lebih kejam untuk memaafkan dirinya sendiri….     

"…hai…."     

Mihai merasa ia mendengar sebuah suara.     

'Siapa?']     

"Mihai!"     

Mata Mihai terbuka lebar. Sebuah sosok kabur tertangkap pandangannya. Ia bertanya-tanya siapa sosok itu ketika aroma mint yang bercampur aroma bedak bayi memasuki penciumannya, membuat ia langsung mengetahui siapa itu.     

"Mihai, kau tidak apa-apa?" tanya Luca, sosok itu.     

Mihai merasakan jemari panjang Luca yang mengusap matanya dengan pelan. Ternyata, matanya dipenuhi dengan air mata. Pantas saja pandangannya kabur.     

"Aku … tidak apa-apa," jawab Mihai seraya bangun dari tempat tidur. ia sedikit tidak yakin dengan jawabannya.     

Lebih tepatnya, ia tidak paham apa yang terjadi dengannya. Mengapa ia menangis?     

Sepertinya tadi ia sedang melihat sesuatu yang begitu berat tapi sekarang, ia sudah tidak mengingat apa-apa.     

Di sampingnya, Luca mengangguk kecil. Ia masih mengusap wajah Mihai hingga tidak ada air mata yang tersisa.     

"Ngomong-ngomong…." Mihai mulai menyadari suatu kejanggalan. "Mengapa kau ada di kamarku?"     

"Seharusnya itu pertanyaanku. Ini kamarku."     

Mihai mengerjap dua kali sebelum mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu. yang benar saja! Ia benar-benar berada di dalam kamar Luca lagi!     

"Me—mengapa aku ada di kamarmu?!" Mihai langsung panik.     

Baru saja ia bersumpah untuk tidak mengingkari janjinya, sekarang ia kembali mengingkari janjinya! Luca pasti marah dan pria itu akan kembali dingin dengannya.     

Mihai tidak ingin itu terjadi!     

'Apa ini balasan karena aku jatuh cinta pada Luca?'     

Di sisi lain, Luca yang tidak tahu bahwa Mihai sedang bergulat dengan kesedihannya, hanya mengedikkan bahunya ringan.     

Ia tidak lagi keberatan dengan keberadaan Mihai. Bahkan, di luar dugaannya, ia berpikir, melihat Mihai tepat ketika ia bangun tidaklah buruk.     

Tiba-tiba, telinga dan ekor Mihai terkulai lemas.     

'Apa dia sedih dengan sesuatu? Ah! Mungkin dia masih takut dengan mimpinya?' duga Luca mengingat Mihai tidur sambil menangis.     

"Jangan sedih," hibur Luca. Ia menepuk kepala Mihai dengan lembut lalu mengelusnya.     

Mihai terlihat terkejut oleh apa yang Luca lakukan.     

"Ka—kau tidak marah?"     

"? Mengapa aku harus marah?"     

Mihai hendak menjelaskan tapi….     

"HUAAAA!!"     

Tangisan Liviu mengagetkan keduanya. Bayi kecil mereka telah bangun dan lagi-lagi terkejut oleh ketidakberadaan Mihai di sampingnya.     

Mihai segera meloncat dari tempat tidur dan lalu berlari menuju kamarnya sendiri.     

Di sisi lain, Luca yang ditinggal sendiri sedang menatap tangannya dalam diam. Tangannya yang tadi masih mengelus rambut Mihai sekarang sudah kosong.     

Tanpa sadar, kepala Luca sedikit tertunduk lemas.     

"Wuaa! Huaa!!"     

Samar-samar, Luca bisa mendengar Liviu yang masih terus menangis. Padahal, biasanya, Liviu akan langsung berhenti menangis setelah melihat papanya.     

'Apa terjadi sesuatu?'     

*****     

"Livi, tenanglah … Livi…." Mihai mengayun-ayunkan Liviu di dalam gendongannya, berusaha menenangkan putra kecilnya yang terus menangis.     

Sudah hampir sepuluh menit sejak Mihai kembali dari kamar Luca. Biasanya, ketika ia muncul dari balik pintu saja, Liviu sudah akan tenang. Namun, hari ini, walaupun Mihai telah melakukan segala cara, Liviu tidak berhenti.     

Mata Liviu sudah merah dan bengkak. Wajah tembamnya kotor oleh air mata, ingus, dan ludah.     

"Ada apa dengannya?"     

Luca berjalan mendekati Mihai dengan langkah besar dan cepat. Tanpa ia sadari, ia telah bergegas menuju kamar Mihai dengan langkah cepat.     

Mihai menggeleng. "Aku tidak tahu. Livi tidak mau berhenti menangis."     

Melihat itu, Luca segera menyuruh Albert menuju kamar Mihai.     

Tidak perlu waktu lama bagi Albert untuk muncul dan segera mengecek keadaan Liviu. Walaupun ia tidak begitu pandai dalam fase pertumbuhan bayi, bukan berarti ia tidak mempunyai pengetahuannya. Dalam waktu singkat, Albert segera mengetahui apa yang sedang terjadi.     

"Gigi Tuan Muda akan mulai tumbuh jadi gusinya terasa gatal dan sakit." Ia lalu memberikan obat kepada Liviu untuk menghilangkan sedikit ketidaknyamanan yang bayi kecil itu rasakan. Tidak hanya itu, Albert juga memberikan beberapa tips untuk meringankan keluhan Liviu juga yang bisa dilakukan Mihai dengan mudah.     

Setelah beberapa saat, efek samping dari obat tersebut, Liviu kembali tertidur pulas. Mihai menghela napas lega sambil mengelus kepala putranya.     

Walaupun berwajah dingin, tubuh Luca yang tanpa sadar menegang juga mulai mengendur. Ia berbalik dan keluar dari kamar dengan langkah ringan setelah menepuk pundak Mihai dengan ringan….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.